Opini

Pembangunan Desa ala Kapitalisme, Mampukah Menciptakan Pemerataan?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Dini Al Ayyubi (Aktivis Muslimah Bima)

Wacana-edukasi.com, OPINI– Siapa yang tidak ingin hidupnya dinaungi oleh kesejahteraan? Kebutuhan tercukupi dan hidup bahagia. Pasti semua orang menginginkannya. Tapi, apakah semua orang bisa mendapatkannya? Sayangnya tidak, dan sedihnya hal ini sudah menjadi ratapan jutaan warga di perdesaan dan tertinggal di Indonesia. Mereka nyaris tidak bisa mendapatkan kesejahteraan, karena ketidakmampuan pemerintah dalam mengupayakan pemerataan pembangunan.

Indikasi sejahteranya suatu daerah adalah ketika penduduk asli dapat menikmati kekayaan alam, mengenyam pendidikan, akses layanan kesehatan, kebutuhan pokok terpenuhi, penggunakan fasilitas umum yang layak dan mudah dijangkau, dan masih banyak lagi. Tentunya semua itu didapatkan apabila daerahnya berkembang.

Sementara itu, data menunjukkan bahwa gizi buruk dan stunting lebih marak di perdesaan karena kesulitan mendapatkan fasilitas kesehatan memadai. Selain itu warga harus melewati jembatan yang hampir roboh dan tantangan-tantangan lainnya. (_kompas.tv_ 07/2024). Fakta ini tentunya tidak ditemukan di kota-kota besar, yang justru menegaskan bahwa jurang kesenjangan antara kota dan desa sangat lebar. Lalu apa yang menjadi penghambat bagi warga desa dalam mendapatkan kesejahteraan?

Penyebab Kesejahteraan Tidak Bisa Menjadi Nyata

Beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo untuk mewujudkan kesejahteraan di perdesaan adalah bantuan dana desa serta investasi oleh swasta, seperti pembangunan sarana transportasi dan pariwisata yang bisa membuka peluang pekerjaan warga desa.

Sayangnya, strategi-strategi di atas tidak menunjukkan perubahan signifikan. Artinya, ada kesalahan dalam memahami akar masalahnya atau bahkan hingga tataran eksekusinya.

Pertama, korupsi. Menurut Indonesia Corruption Watch (ICW) terdapar 155 kasus korupsi yang melonjak pada 2022, yang khusus terjadi di perdesaan saja, dengan kerugian mencapai 381 milliar pada tahun 2022 (_databoks.katadata.co.id_ 05/2024). Inilah yang disebut solusi ilusi, karena bagaimana bisa pemerataan desa akan terwujud, jika yang melakukan kesalahan saja orang internalnya.

Kedua, pembangunan desa yang bercorak kapitalisme. Kapitalis selamanya akan memandang dan mengejar apa yang menguntungkan mereka saja, tidak peduli itu untuk hajat orang banyak atau tidak. Misal, seperti strategi pemerintah dalam pemerataan desa melalui investasi oleh swasta. Tekad penguasa adalah investasibakan membantu perekonomian warga desa lewat lapangan kerja, namun realisasinya tidak demikian. Warga hanya merasa dirugikan karena ekonomi mereka justru semakin sulit dan pekerjaan pun tak kunjung didapat.

Contohnya pada investasi asing di KEK Mandalika, pedagang kecil kalah saing dengan _resort_ mewah buatan swasta, juga pada sebagian warga yang tidak bisa masuk kualifikasi pekerja pada perusahaan pariwisata setempat sebab pendidikan rendah. Pekerjaan lokal mereka sebagai petani atau nelayan justru sirna, bahkan tanah mereka pun ikut terampas akibat pembangunan pariwisata.

Akibat penerapan sistem kapitalisme juga, fasilitas-fasilitas umum yang rusak dan dirasa tak akan menghasilkan uang pun akan mereka abaikan. Contohnya jalan dan jembatan rusak, namun bukan di jalur strategis. Kapitalisme selamanya tidak akan bisa mengatasi kesulitan yang dialami rakyat, karena konsep kepengurusan ala kapitalisme adalah penguasa harus mendapatkan keuntungan pribadi jika melakukan tugasnya, bukan demi kepentingan rakyatnya.

Islam adalah Solusi Hakiki

Kapitalisme hanyalah sistem berpenyakit, dan satu-satunya penawar terbaik adalah Islam. Hanya Islam lah yang punya solusi jelas dengan jaminan perubahan nyata. Seperti apa solusi yang ditawarkan Islam?

Pertama, seluruh individu akan diberi pemahaman tentang aturan Islam, yakni nasyarakat akan dididik dan ditanamkan akidah yang benar. Selain itu, akan dikenalkan pula konsekuensi dan sanksi dari Islam apabila melanggar aturannya, sehingga pemerintah akan jauh dari watak koruptor, penguasa diktator, rakus atas materi dan dunia. Penanaman akidah seperti ini sangatlah penting karena seseorang akan bertingkah laku dan memutuskan sesuatu berdasarkan akidahnya.

Kedua, diterapkannya strategi pengembangan daerah sesuai dengan kemampuan daerah masing-masing. Contoh, jika daerah yang berpotensi dalam sektor pertanian, maka negara akan membantu dari segi pasokan pupuk, lahan, pendidikan pertanian untuk generasi penerusnya, dan lain-lain. Begitu pula pada daerah dengan potensi pada sektor kelautan. Negara akan membantu perekonomian tanpa menghapus pekerjaan lokal mereka.

Semisal ada perdesaan yang tidak punya potensi pada sektor apapun, maka negara akan membantunya dengan cara memberi peluang apapun. Itulah yang dinamakan pemerataan daerah.

Ketiga, tata kelola berdasarkan ekonomi Islam. Di dalam Islam, ada baitulmal yang akan mengelola keuangan negara, yang mana pemasukannya itu dari pengelolaan sumber daya alam yang dikelola sendiri oleh negara, bukan swasta. Karena di dalam Islam, sumber daya alam haram untuk dikomersialkan, apalagi diswastanisasi. Semua yang dari bumi adalah milik seluruh umat.

Pengeluarannya pun akan langsung diturunkan oleh negara untuk rakyat dengan proses yang transparan, adil dan jujur, maka tidak akan ada yang namanya duit negara habis dikorupsi oleh pejabatnya. Anggaran pembangunan yang disalurkan ke tiap daerah adalah sesuai dengan kebutuhan, bukan seperti konsep anggaran dalam sistem kapitalisme sekarang.

Keempat, Islam mengedepankan komunikasi secara terbuka terkait aspirasi rakyat kepada penguasa, sehingga tidak ada pemimpin anti kritik seperti sekarang. Islam mewajibkan adanya aktivitas amar ma’ruf nahir munkar baik bagi penguasa maupun masyarakat secara keseluruhan. Jika ada perdesaan yang merasa ‘kurang terurus’, mereka bisa _speak up_ dan menyampaikan kebutuhannya melalui majelis umat.

Khatimah

Begitulah bentuk pemeliharaan urusan umat, atau politik, dalam Islam. Terwujudnya kesejahteraan adalah hal yang genting, sehingga jika faktanya justru adalah krisis, maka kita harus segera beralih dari sistem kapitalisme menuju sistem Islam sebagai solusi hakiki. Tetapi yang perlu kita ingat adalah aturan Islam mustahil diterapkan bila negaranya bukan negara khilafah, negara yang hanya akan mengabdi pada syariat Islam secara kaffah.

Wallahu ‘alam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here