Opini

Pembangunan Infrastruktur tanpa Utang, Mungkinkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Nita Kurnia (Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah)

Wacana-edukasi.com — Pandemi Covid-19 yang melanda negeri menyebabkan lumpuhnya berbagai sektor, termasuk tersendatnya proses pembangunan infrastruktur yang gencar dilakukan beberapa tahun belakangan.

Kementrian PUPR melalui BPIW menilai ranking daya saing global Indonesia dan indeks daya saing infrastruktur global Indonesia pada tahun 2019 mengalami penurunan dari 2018. Untuk itu Dinas PTUR kini tengah menyusun renstra (rencana strategi) tahun 2021-2026 guna mensukseskan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bandung (dara.co.id, 30/10/20).

Program pembangunan ini tentu membutuhkan dana besar. Untuk mendapatkan dana tersebut pemerintah daerah diberikan wewenang untuk melakukan Pinjaman Daerah  melalui Bank Pembangunan Daerah (BPD) atau perbankan nasional, pinjaman dari lembaga bukan bank (Swasta) dan Obligasi Daerah (pinjaman dari masyarakat).

Tentu, pembangunan yang didasari hutang bukan solusi mensejahterakan rakyat, justru rakyat akan semakin terbebani dengan adanya dampak inflasi dari hutang dan bunga yang menumpuk, juga adanya kebijakan kenaikan pajak yang harus ditanggung setiap warga negara guna menutupi kekosongan kas negara. Seperti baru-baru ini, presiden Joko Widodo meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) sebagai solusi untuk mengurangi ketimpangan sosial dan mewujudkan pemerataan pembangunan di seluruh pelosok Tanah Air.

Selain itu, demi mengejar ketertinggalannya dengan luar negeri, pemerintah juga membuka diri untuk investor asing. Tentu menjadi sebuah kejanggalan ketika tujuan awal pembangunan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun nyatanya masyarakat harus membayar dengan sejumlah harga kepada para investor sebagai pemilik “sejati” berbagai infrastruktur yang telah dibangun tersebut. Dari sini, infrastruktur yang dibangun bukan lagi menjadi fasilitas umum yang bisa dinikmati secara gratis, tapi berubah menjadi jasa komersil alat pemeras rakyat.

Sudah jatuh tertimpan tangga, peribahasa ini tepat sekali menggambarkan kesengsaraan rakyat Indonesia. Bagaimana tidak, selain harus membayar mahal hidup di negeri sendiri, rakyat juga harus menanggung penderitaan akibat ketidakmampuan dan ketidakseriusan pemerintah dalam  menyelesaikan masalah covid-19. Harusnya, pemerintah menjadikan nyawa sebagai prioritas utama yang harus dituntaskan, sebab pemerintah dipilih untuk menuntaskan dan mengurus segala kebutuhan rakyat.

Lalu, pembangunan infrastruktur ini sebenarnya untuk siapa? Jika benar untuk rakyat, maka seharusnya rakyat bisa menggunakan secara gratis.

Infrastruktur merupakan fasilitas umum yang dibutuhkan seluruh masyarakat sehingga tidak boleh dimonopoli oleh individu, seperti jalan, air bersih, listrik dll. Semuanya ini wajib disediakan oleh negara dan diserahkan manfaatnya gratis untuk rakyat tanpa dipungut biaya.

Pembangunan infrastruktur sesungguhnya bisa dilakukan tanpa berhutang jika seluruh sumber daya yang ada dikelola dengan bijak oleh negara. Negara dapat mengambil kebijakan melakukan proteksi terhadap tempat-tempat atau sumber kekayaan yang terkategori kepemilikan umum, seperti gas, minyak dan tambang yang kemudian hasilnya dialokasikan khusus untuk pembangunan infrastruktur.

Seperti yang dicontohkan rasulullah saw. ketika menjadi kepala negara, beliau pernah memproteksi tmpat-tempat yang merupakan kepemilikan umum. Seperti tanah naqi’ di Madinah diproteksi guna dijadikan lahan penggembalaan kuda.

Rasulullah saw. bersabda:

“Tidak ada hak untuk memproteksi, kecuali milik Allah dan Rasul-Nya.” (HR Abu Dawud)

Dalam negara Islam, pembangunan infrastruktur merupakan bagian dari spirit menerapkan syariah Islam. Sebab, dengan dibangunnya infrastruktur yang bagus dan merata kemaslahatan umat akan diraih. Maka seorang khalifah harus mampu membuat perencanaan keuangan dan pembangunan dengan baik agar pembangunan infrastruktur dapat dilakukan dengan mudah tanpa melanggar syariah Islam sedikitpun seperti: melakukan pinjaman pada lembaga ribawi, memeras umat melalui pajak, merendahkan martabat Islam dan kaum muslim dengan pinjaman pada negara kafir, hingga mengabaikan kesehatan umat dikala umat menghadapi wabah.

Demikianlah Islam mengatur pembangunan infrastruktur dengan tanpa mengabaikan kewajiban lain. Maka, tidak ada pilihan lain bagi kita selain kembali pada sistem dan aturan Islam.

Wallahua’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 11

Comment here