Opini

Pembangunan Jalan Tol, untuk Kepentingan Siapa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Linda Anggraini

wacana-edukasi.com, OPINI– Dikutip dari Wikipedia Jalan tol adalah jalan yang dikenakan tol untuk melintasinya sesuai dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Jalan ini merupakan suatu bentuk pemberian tarif pada jalan yang umumnya diterapkan untuk menutupi biaya pembangunan dan perawatan jalan.

Penetapan tarif didasarkan pada golongan kendaraan. Bangunan atau tempat fasilitas tol dikumpulkan disebut sebagai gerbang tol. Di Indonesia, jalan tol sering dianggap sinonim untuk jalan bebas hambatan, meskipun hal ini sebenarnya salah. Di dunia secara keseluruhan, tidak semua jalan bebas hambatan memerlukan bayaran. Di Indonesia jalan tol diharapkan bisa menjadi solusi bagi kemacetan.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian PUPR Zainal Fatah mengatakan, feasibility study (FS) atau studi kelayakan dan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) Tol Pontianak-Pelabuhan Kijing sudah digarap oleh Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT). Namun demikian, Zainal Fatah tidak menyebutkan kapan proyek tersebut ditargetkan mulai dilaksanakan. Jalan Tol pertama Kalimantan Barat (Kalbar) siap dibangun sepanjang 90 Km.

Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten Mempawah, Marihot Gultom, turut memberikan keterangan perihal rencana proses pembebasan lahan dan hal-hal lainnya sesuai Tupoksi dari BPN. BPN Kantah Mempawah akan memfasilitasi mengenai proses ganti rugi yang akan dilakukan mengenai pembebasan lahan. Sesuai kewenangan sampai saat ini baru mengeluarkan pertimbangan teknis pertanahan. Hal ini guna melengkapi Persetujuan Kegiatan Kesesuaian Pemanfaatan Ruang (PKKPR) untuk kegiatan yang bersifat Strategis Nasional yang kewenangannya ada pada Kementerian ATR/BPN. Luasan rencana dan trase jalan tol tersebut yang kita terima sekitar 857,5403 ha
(https://pontianak.tribunnews.com 01/19/2024).

Dampak pembangunan jalan tol dapat merusak lingkungan secara signifikan, yang mencakup perubahan dalam intensitas resapan air, kerusakan ekosistem, serta peningkatan polusi udara dan suara. Dampak ini dapat menyebabkan perubahan iklim, musim panas berkepanjangan, banjir, dan masalah kesehatan akibat polusi udara.

Dalam proses pembangunan sepanjang pesisir Kalbar, tidakkah mengancam kehancuran dan menggusur keberadaan ekosistem mangrove. Faktanya ekosistem ini merupakan daerah ipukan untuk organisme laut, baik ikan, udang, kepiting, dan sebagainya.

Kecamatan Pinyuh dan Mempawah Hilir memiliki potensi perikanan laut di pesisirnya yang sangat melimpah. Jenisnya antara lain Ikan tenggiri, ikan puput, ikan merah, ikan malong dan lain-lain. Bahkan ada daerah produktif pengembangbiakan udang vaname di Desa Bakau Besar Laut, Bakau Kecil, Kelurahan Pasir Wan Salim, Kuala Secapah dan Mengkacak yang bisa menembus 200 ton per tahun.

Pendapatan masyarakat setempat jelas berhubungan langsung dengan keberadaan hewan protein tinggi tersebut. Nelayan yang selama ini sudah menderita berjibaku dengan solar naik dan cuaca ekstrim, ditambah menderita harus tergusur dengan proyek yang ada.

Padahal baru saja dilakukan penanaman mangrove nasional serentak jajaran TNI berjumlah sekitar ± 5300 bibit batang mangrove di Jl. Nelayan, Desa Sungai Bakau Besar laut, Kecamatan Sungai Pinyuh, Kabupaten Mempawah, Kalbar, Senin (15/5/2023) Pukul 16.30 Wib. Acara ini dibuka langsung Presiden RI Ir. Joko Widodo dengan tema “Mangrove For Better Life”.

Pembebasan lahan yang dilakukan di sekitar pembangunan berdampak pada masyarakat yang harus merelakan mata pencaharian utama mereka demi pembangunan jalan tol. Nilai properti menjadi meningkat, tetapi banyak juga yang kehilangan pekerjaan.

Terutama terasa pada masyarakat yang direlokasi, yang terkadang mengalami penurunan pendapatan dan pekerjaan mereka. Pembebasan lahan untuk pembangunan jalan tol juga dapat mengancam budaya dan tradisi lokal.

Pembangunan jalan tol bukan berasal dari uang APBN saja, tetapi ada BUMN dan swasta. Artinya, negara tidak cukup uang untuk membangun jalan tol. Oleh karenanya perlu dukungan swasta. Sayangnya, swasta yang berinvestasi dalam pembangunan ini adalah para pemilik modal atau bahkan negara tertentu (terutama Cina).

Lebih memprihatinkan lagi, ketika jalan tol itu jadi, kepemilikannya dijual ke pihak swasta atau yang berinvestasi. Uangnya untuk membangun jalan tol baru. Jadi, pengelola jalan tol bukan negara, tetapi swasta. Mereka tentu tidak mau rugi, inginnya untung terus. Oleh karena itu, saat masyarakat ingin memakai fasilitas ini, perlu merogoh kocek yang cukup banyak. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa negara sedang berbisnis dengan rakyat.

Selain itu, mekanisme pembangunan yang melibatkan APBN, BUMN, dan swasta juga menandakan bahwa negara hanya bertindak sebagai fasilitator. Negara tidak lagi menjalankan amanah sebagai pengurus umat. Negara hanya melihat pentingnya membangun jalan tol untuk keuntungan ekonomi, bukan me-riayah rakyat.

Pemerintah maupun operator jalan tol sama-sama akan mematok harga tol bahkan menaikkan bertahap menggunakan diksi “penyesuaian tarif”. Mereka beralasan bahwa kenaikan tarif tol memang suatu kesengajaan yang dilakukan sebagai wujud kepastian pengembalian investasi sesuai dengan business plan. Siapa pun yang akan membangun jalan tol, sudah mengetahui tarif ini dari awal. Selain itu, sudah ada kepastian kenaikan tarif bagi investor, yakni setiap dua tahun akan ada penyesuaian sesuai inflasi.

Jalan tol tidak akan bisa gratis karena untuk pembangunannya pemerintah mengandalkan hutang yang didapat baik melalui penjualan surat utang negara dan sebagainya. Selain itu, Indonesia juga menerapkan Skema Public Private Partnership (PPP) yang sudah beroperasi semenjak tahun 2012 yang mana memungkinkan korporasi untuk berinvestasi pada jalan tol. Untuk menarik minat investor, tentunya harus ada timbal balik yang mereka dapatkan.

Jika berbicara kepemilikan aset tol, maka jalan tol tetap menjadi milik negara. Namun, dengan skema yang diterapkan saat ini maka jalan tol tersebut secara konsesi akan menjadi hak para korporasi yang berinvestasi di pembangunan dan operasionalnya. Hak konsesi merupakan hak pengelolaan, perizinan yang diberikan negara kepada korporasi.

Uang yang dibayarkan oleh para pengemudi ini kemudian digunakan oleh pihak ketiga yang berinvestasi dalam pembangunan jalan tol tersebut agar dapat balik modal serta digunakan untuk kebutuhan pemeliharaan jalan tol. Selama masa konsensus yang telah disepakati, maka uang tol akan masuk ke dalam kas swasta yang berinvestasi di jalan tol atau disebut recurring revenue. Umumnya masa konsensus jalan tol di Indonesia umumnya 5 hingga 15 tahun.

Ketika kita bicara masalah jalan tol saat ini, hanya orang kaya atau yang beruang yang bisa melewati .Bagi masyarakat lainnya, dekat dengan jalan tol tidak berarti bisa langsung menikmati fasilitas wah ini. Kalau mereka tidak punya uang, cukup melihat tembok atau mobil yang lalu lalang.

Sementara itu, nasib rakyat yang sangat membutuhkan infrastruktur jalan, maupun jembatan tetap diabaikan pemerintah. Jalan umum di daerah maupun jembatan yang tidak menghasilkan materi bagi korporat, menurut konsep good governance pembangunannya bukanlah menjadi prioritas.

Konsep good governance produk kapitalisme yang batil, telah membuat fungsi negara sebagai pelayan publik menjadi mandul.

Di dalam sistem Islam pembangunan infrastruktur berupa jalan sebagai sarana transportasi merupakan salah satu kewajiban negara yang harus dipenuhi. Pembangunan jalan dan jembatan dibangun berdasarkan kepada fungsi sebagai sarana untuk memberikan pelayanan dan kemudahan dalam aktivitas rakyat.

Pembangunan infrastruktur erat kaitannya dengan sistem ekonomi. Dalam Islam, pembiayaan berasal dari hasil pengelolaan sumber daya alam secara mandiri yang disimpan di Baitul Mal. Sistem ekonomi Islam mengatur kepemilikan seperti mana harta milik individu,milik negara dan milik umum, pengelolaan, dan distribusi barang dan jasa.

Negara memastikan pemenuhan kebutuhan masyarakat melalui siyasah iqtishadiyyah. Dengan ini, pembangunan infrastruktur tidak terkendala, termasuk persiapan proyek, implementasi, lahan, ijin, kepentingan, dan pendanaan. Negara Khilafah memastikan pertumbuhan ekonomi yang sehat dan produktivitas masyarakat terjaga.

Proses pembangunan infrastruktur melibatkan partisipasi Majelis Umat atau Majelis Wilayah. Anggotanya mewakili aspirasi masyarakat dan memberikan masukan praktis terkait kebutuhan infrastruktur. Pendapat Majelis ini mengikat Kholifah dan harus dipenuhi dengan merujuk pada pertimbangan para wali dan majelis wilayah setempat. Keputusan terkait lokasi, teknis, dan strategi pembangunan diserahkan kepada ahli dan pakar di bidangnya.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 36

Comment here