Oleh Santy Mey
wacana-edukasi.com OPINI— Di era globalisasi saat ini, pemerintah sedang gencar melakukan pembangunan jalan tol. Padahal, baru saja selesai pembangunan tol Cisumdawu (Cileunyi-Sumedang-Dawuan), sekarang sudah merencanakan kembali pembangunan tol Getaci (Gedebage-Tasikmalaya-Cilacap).
Walaupun, masih dalam tahap pelelangan dan belum ada keputusan siapa investor yang memenangkan lelang tersebut, akan tetapi konstruksi jalan Tol Getaci sudah ditetapkan tahun ini dan proses pengadaan lahan sudah mulai berjalan.
Dimana, pembebasan atau pengadaan lahan yang di lakukan oleh Kementerian PUPR ini sudah sampai dengan Garut. Hal tersebut, disampaikan oleh Hedy Rahadian selaku Direktur Jenderal Bina Marga Kementrian PUPR.
Disinyalir, jalan Tol Getaci bakal menjadi calon tol terpanjang di Indonesia. Sehingga, keberadaannya akan menggeser posisi Tol Terbanggi Besar-Pematang Panggang-kayu Agung (Terpeka) yang saat ini masih menjadi tol terpanjang di Indonesia.
Adapun, di Kabupaten Bandung sendiri terdapat 28 Desa dan 6 Kecamatan yang akan dilewati proyek jalan Tol Getaci. Ini artinya bakal Banyak warga yang lahan tempat tinggalnya mengalami penggusuran.
Bila kita cermati lebih dalam, di sistem demokrasi saat ini, ketika berambisi ingin menjadi Negara Berkembang dengam melakukan banyak pembangunan. Namun, pemerintah tidak menyadari akan banyaknya pihak yang terzalimi yaitu rakyat dengan terpaksa merelakan lahan tempat tinggalnya tergusur oleh konstruksi tersebut.
Disini terlihat pula, pembangunan infrastruktur yang tengah digencarkan, sama sekali tidak ada kemaslahatan bagi rakyat kecil, yang ada hanya untuk memuluskan kepentingan mereka saja, para pebisnis, para pengusaha dan para elite politik serta para pemilik modal.
Sementara, fasilitas umum yang merupakan akses bagi rakyat kecil dalam beraktivitas tidak mendapatkan perhatian ekstra. Dimana, masih banyaknya jalanan yang rusak, kalaupun diperbaiki tidak sampai tuntas, sehingga masih kita dapati lubang-lubang yang mana bisa mengakibatkan kecelakaan.
Maka semakin jelas, bahwa dalam sistem ekonomi sekularisme saat ini, tidak ada peran pemerintah untuk meriayah rakyat, tetapi hanya sebagai regulator yang hanya mengabdi pada kepentingan para oligarki sebagai pemilik modal.
Padahal kita tau, kontruksi jalan Tol yang tengah digencarkan tersebut, merupakan satu gagasan yang tidak menyentuh kepada akar permasalahan. Dimana, tidak mencapai fungsional untuk masyarakat tidak juga menguntungkan rakyat, yang ada hanya menguntungkan para pemilik modal yang berbisnis di seputaran pembuatan jalan Tol saja.
Sedangkan rakyat kecil, yang lahan tempat tinggalnya tergusur oleh konstruksi jalan Tol tersebut, tentunya akan mengalami penderitaan. Meskipun, masyarakat mendapat ganti rugi tapi tetap saja tidak akan sebanding dengan apa yang telah di korbankan rakyat dan tentunya korban gusuran akan menyisakan trauma yang mendalam, ketika harus merelakan tanah kelahiran atau lahan tempat tinggalnya tergusur.
Sementara, akan terasa berbeda ketika negeri ini berada dalam kepemimpinan Islam. Dimana, Islam meriayah umat dengan senantiasa tunduk terhadap hukum syara’ dan berpedoman pada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan aturan dari Allah SWT.
Dimana, seorang khalifah tentunya benar-benar memahami ayat tentang larangan bermegah-megahan yang akan melalaikan manusia. Maka, akan senantiasa menghindari pembangungan-pembangunan yang tidak bermanfaat untuk masyarakat.
Sehingga dari awal, akan mempersiapkan tata kelola ruang yang lebih teratur dan terarah. Dengan demikian, dalam sistem ekonomi Islam kontruksi infra struktur hanya untuk kemaslahatan umat bukan untuk pemilik modal.
Demikian juga, khalifah bertanggung jawab penuh untuk menyediakan fasilitas umum bagi kepentingan dan kebutuhan seluruh lapisan masyarakat secara gratis, tanpa ada pungutan biaya apalagi sampai mengkomersilkan.
Wallahu’alam bishawab
Views: 12
Comment here