Oleh: Isnawati (Muslimah Penulis Peradaban)
Wacana-edukasi.com — Internasional Development Finance Corporation (DFC) mengeluarkan Jaminan Kredit sebesar U$$ 35 juta. Program ini dinamakan W-GDP 2X Asia, juga menjadi komitmen regional dari 2X Women’s initiative DFC. Tujuan dari DFC untuk memobilisasi modal dan memberi insentif kepada sektor swasta guna mendorong pemberdayaan ekonomi perempuan.
Women Global Development and Prosperity intiative (W-GDP) dibentuk pada tahun 2019 pada masa pemerintahan Trump. Target dari W-GDP 2X untuk menutup kesenjangan gender, mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan. CNN Indonesia (Kamis, 14/01/2021).
Pemberdayaan perempuan guna mencapai kesejahteraan dalam demokrasi adalah hal yang ilusi, memang W-GDP memberikan akses yang sama ke kredit dan modal, bahkan sampai pada persamaan perlindungan hukum dan kebijakan untuk mencapai kesejahteraan ekonomi bagi perempuan. Narasi tersebut seharusnya dilihat secara menyeluruh tidak dari sisi materi saja, sebab akan menghancurkan perempuan itu sendiri.
Perempuan adalah sosok penting dan sangat berperan dalam mendidik dan memberikan kasih sayang pada anak-anaknya. Ibu tempat mencurahkan kegundahan anak di setiap perkembannya. Bagaimana bisa fitrah tersebut dijauhkan dan dicabut atas nama demi penghidupan yang layak ?
Sungguh anggapan yang sangat salah jika dikatakan ibu tidak bekerja adalah perempuan tidak berdayaguna hanya karena hitungan materi, sedangkan ibu adalah pencetak generasi penggenggam peradaban. Baik buruknya perkembangan anak bermula dari ibunya, pengaruh ibu untuk menancapkan pemahaman yang benar sangat besar.
Bila ada pepatah mengatakan surga ada di telapak kaki ibu, itu adalah gambaran yang mulia untuk setiap pengorbanan perempuan bagi anak-anaknya. Selain sebagai ibu, perempuan juga sebagai istri yang harus melayani dan menghormati suaminya. Istri bekerja tentu harus berperan ganda yang tentunya rentan stres karena keterbatasan tenaga dan pikiran. Dari sinilah celah untuk mencari kenyamanan terjadi yaitu perselingkuhan karena merasa suami tidak mampu membahagiakan dan berujung perceraian.
Jaminan kredit agar perempuan ikut berperan meningkatkan perekonomian global merupakan bukti bahwa negeri ini gagal menjamin kesejahteraan umat, hingga diserahkan pada asing berupa pinjaman riba. Eksploitasi perempuan atas nama persamaan gender yang bertujuan mengangkat harkat dan martabat perempuan adalah jebakan yang tak terasa. Ibu didorong secara sukarela meninggalkan fitrahnya sebagai pendidik dan pendamping anak-anaknya. Alasan perempuan harus berdayaguna untuk perbaikan ekonomi rumah tangga hanyalah suatu pembenaran.
Perempuan adalah sosok yang lembut, pandai mengelola risiko kerena memiliki banyak ide, juga detail dan tenaganya berharga murah menjadi ladang bagi para kapitalis untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Perempuan juga manusia diabaikan begitu saja, padahal ibu juga membutuhkan penjagaan kehormatan dan perlindungan.
Kapitalisme sekuler sangat licik, memanfaatkan kelebihan perempuan dengan mengeksploitasi dan bersembunyi dibalik kata pemberdayaan perempuan. Pendidikan bagi perempuan diupayakan lebih tinggi tetapi hanya untuk menaikkan profit korporasi. Perempuan dijadikan alat untuk mengais recehan-recehan sekadar untuk mencukupi kebutuhan.
Hidup perempuan terpasung dalam kebahagiaan yang semu, kenyamanan, ketenangan, batinnya tercabik-cabik meninggalkan fitrahnya. Jargon pemberdayaan perempuan mewujudkan kesejahteraan hanyalah penghibur lara di tengah keputusasaan harus bekerja. Sejatinya perempuan bekerja tidak akan mampu melejitkan perekonomian rumah tangga, apalagi negara, yang ada hanya sekadar bertahan hidup. Solusi dalam demokrasi bersifat tambal sulam, perempuan diberdayagunakan, generasi dihancurkan.
Sesungguhnya, penyebab inti kemiskinan karena perampasan kekayaan alam yang dieksploitasi sebesar-besarnya untuk segelintir golongan. Kekayaan yang seharusnya dikelola oleh negara untuk kemaslahatan umat, dikuasi para korporasi atas nama investasi. Kesejahteraan perempuan membutuhkan negara yang menerapkan syariat-syariatnya.
Islam akan mengembalikan perempuan pada posisi yang terhormat dan dijaga dengan segenap peraturan. Perempuan bekerja hanya sebagai pilihan tanpa paksaan, jaminan pemenuhan kebutuhan diatur menurut mekanisme kewajiban nafkah. Lapangan pekerjaan diberikan seluas-luasnya pada suami atau ayah, kerabat laki-laki agar bisa memenuhi kebutuhan hidup, apabila tidak ada yang mampu atau meninggal akan diambil alih oleh khilafah sebagai pemberi nafkah. Perempuan bekerja untuk mengamalkan ilmu demi kemaslahatan umat dengan penjagaan dari semua sisi. Peradaban negara yang tinggi hanya bisa terwujud bersama syariah dan khilafah.
Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. pernah bersabda: “Siapa saja yang meninggalkan kalla maka dia menjadi kewajiban kami.” (HR Muslim)
*Kalla adalah orang yang lemah dan tidak mempunyai anak maupun orangtua.
Wallahua’lam bishshawab
Views: 39
Comment here