Opini

Pembinaan ASN di Hotel Mewah, No Way!

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Ummu Rifazi, M.Si.

Wacana-edukasi.com, OPINI– Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) kembali menyelenggarakan capacity building bagi para Aparatur Sipil Negara (ASN) pada Senin 14 Oktober 2024. Agenda tersebut diikuti para Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Kepala Badan Milik Usaha (BUMD), kepala bagian, camat hingga lurah se-kota Bogor.

Agenda yang digelar di Hotel Green Peak Puncak, Kabupaten Bogor tersebut bertujuan meningkatkan kapasitas ASN. Pembekalan yang diberikan meliputi kompetensi manajerial mupun teknis dan soft skill yang berkaitan dengan kapasitas, kemampuan berpikir kritis, hingga digital leadership.

Kegiatan tersebut rutin dilakukan setiap tahun. Tahun lalu, kegiatan yang sama dilaksanakan di Novotel Bogor Golf Resort and Convention Centre pada Selasa 26 Desember 2023.

Agenda ASN di Hotel Mewah, Tuntutan Sistem?

Agenda capacity building tersebut merupakan kegiatan positif yang patut diapresiasi. Sebagai pelayan rakyat, kemampuan teknis dan spiritual, perilaku, dan sikap ASN sudah sepatutnya terus dijaga dan ditingkatkan. Oleh karenanya pembekalan ini sudah selayaknya rutin dilakukan setiap tahunnya untuk menjaga kapasitas ASN.

Hanya saja, pemilihan tempat penyelenggaraannya mengundang pertanyaan. Dua tahun berturut-turut, agenda tersebut digelar di hotel mewah berbintang empat. Fenomena ini tidak hanya terjadi di kalangan ASN Kota Bogor. Karyawan BUMD atau BUMN dan ASN di kota-kota lain pun kerap melakukan berbagai kegiatannya di hotel berkelas.

Mengapa fenomena ASN menggelar kegiatan di hotel berkelas terjadi dimana-mana? Salah satu jawabannya kemungkinan karena aktivitas seperti ini merupakan salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Realitasnya, PAD di beberapa kota, termasuk di Bogor, bertumpu pada sektor jasa sebagai kota MICE (meeting, incentives, conferencing and exhibitions).

Ketika berbagai agenda banyak digelar di hotel, maka PAD dari pajak hotel akan meningkat dan pertumbuhan ekonomi daerah pun melaju. Sebaliknya jika hotel sepi dari berbagai penyelenggaran kegiatan MICE tersebut, maka PAD dari hotel pun akan menurun dan pertumbuhan ekonomi daerah pun melambat.

Inilah yang akan terus berulang terjadi dalam kehidupan bernegara yang diatur dengan sistem ekonomi kapitalis sekuler liberal. Desentralisasi keuangan menyebabkan daerah terbebani untuk melakukan berbagai upaya guna mencukupi PAD nya. Ketika daerah tersebut minim potensi sumber daya alam (SDA), maka sektor jasa yang digenjot lewat berbagai retribusi dan pajak sebagai sumber pemasukan PAD nya.

Tentu saja tuntutan sistem seperti ini patut dikritisi. Pasalnya konsekuensi dari pemilihan tempat bergengsi akan berujung pada mahalnya pembiayaan. Apalagi karena agenda ini diperuntukkan bagi ASN, sudah pasti sumber pendanaannya berasal dari kas negara. Padahal sejatinya dana yang berada dalam kas negara tersebut berasal dari keringat rakyat lewat pemungutan pajak.

ASN Terbina, Beban Keuangan Daerah Berkurang

Agar ASN tetap dapat terbina kompetensinya tanpa membebani rakyat, satu-satunya cara adalah dengan menegakkan Daulah Khilafah Islamiyyah. Dalam Negara Islam yang menerapkan syariat Islam secara kaffah tersebut, Anggaran Belanja Negara (ABN) dikelola dalam suatu bentuk lembaga yang dikenal sebagai Baitul Mal.

Pendapatan Baitul Mal berlimpah, berasal dari kepemilikan individu (zakat, infaq dan shadaqah), kepemilikan umum dari pengelolaan SDA, dan kepemilikan negara (ghanimah, khumus, rikaz, usyr, fai’, kharaj dan jizyah). Sangat kontras jika dibandingkan dengan sumber pemasukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam Sistem Ekonomi Kapitalis Sekuler Liberal yang sangat sedikit dan utamanya mengandalkan pungutan pajak dari rakyat dan hutang.

Pengelolaan ABN Daulah Khilafah Islamiyyah dilakukan secara sentralisasi. Sehingga Pemerintah daerah tidak terbebani dengan masalah keuangan. Pembiayaan dan pengaturan ABN juga dianggap satu.

Jika pendapatan suatu daerah tidak sanggup memenuhi kebutuhannya, maka seluruh kebutuhan daerah tersebut akan dicukupi oleh pemerintahan pusat. Dengan sistem seperti ini, maka pemerintah daerah tidak perlu lagi membebani rakyat nya dengan berbagai retribusi dan pajak untuk mencukupi kebutuhan daerahnya.

Kepala Negara Islam, yaitu Khalifah memiliki kewenangan penuh untuk mengatur pos-pos pengeluaran dari Baitul Mal. Diantaranya ada pos pembelanjaan wajib dan bersifat tetap. Harta dari pos ini digunakan untuk membayar jasa (menggaji) yang telah dicurahkan untuk kepentingan negara, yaitu untuk pegawai negeri (ASN), hakim, tentara, dan sebagainya. Dengan adanya pembiayaan dari pusat untuk seluruh pegawai negeri, maka daerah tidak lagi terbebani untuk menggaji pegawai daerahnya.

Dalam Baitul Mal juga terdapat pos pembelanjaan untuk pembangunan sarana kemaslahatan rakyat yang tidak bersifat wajib. Ketika daerah membutuhkan tambahan fasilitas infrastruktur yang memadai, maka dapat dibiayai dari pos ini.

Khalifah juga yang menentukan besaran dana yang harus dialokasikan, dengan mengacu pada prinsip kemaslahatan dan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Tentu berdasarkan pada ketentuan yang telah digariskan oleh Syariah Islam yaitu agar jangan sampai harta itu berputar di kalangan orang-orang kaya saja.

Hal ini sebagaimana Firman Allah ta’alaa dalam QS Al Hasyr ayat 7 yang artinya “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”.

Wallahu a’lam bisshowwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 0

Comment here