Opini

Pemblokiran X, Cukupkah Menutup Celah Pornografi?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Endang Widayati

wacana-edukasi.com, OPINI-– Budi Ari Setiadi selaku Menteri Komunikasi dan Informatika mengatakan bahwa platform media sosial X akan ditutup di Indonesia, jika platform tersebut tidak mematuhi larangan konten dewasa (pornografi). Hal itu sejalan dengan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang di dalamnya dikatakan bagi seseorang yang menyebarkan konten pornografi dijatuhi hukuman 6 tahun penjara. Budi Ari Setiadi juga mengatakan kepada kantor berita Reuters telah mengirimkan surat peringatan kepada X terkait hal tersebut. Hanya saja, X yang dimiliki oleh Elon Musk belum memberikan tanggapannya terkait surat peringatan dari Indonesia. (voaindonesia.com, 14/06/2024)

Di samping itu, data dari databoks.katadata.co.id (01/03/2024), diketahui bahwa pengguna internet di Indonesia yang berusia 16-64 tahun sebanyak 57,5% menggunakan platform X. Itu artinya setengah dari total populasi penduduk Indonesia menggunakan platform tersebut. Sungguh jumlah yang besar!

Jika hal ini tidak diperhatikan dengan serius oleh pemerintah akan dibawa kemana generasi saat ini? Terlebih penduduk Indonesia mayoritas adalah muslim dan di dalam Islam terdapat larangan yang tegas tentang konten pornografi dan pornoaksi. Akankah masalah pornografi akan terselesaikan dengan adanya penutupan platform X?

Banyak Jalan Menuju Pornografi

Pepatah “Banyak jalan menuju Roma” layak disematkan dalam kasus penyebaran pornografi dan pornoaksi. Di tengah digitalisasi modern saat ini, tidak sulit untuk menemukan atau melihat konten dewasa. Pasalnya, konten-konten tersebut melanglang buana di jagad maya. Platform media sosial X yang dimiliki oleh Elon Musk menjadi salah satu platform yang secara terang-terangan membolehkan konten dewasa.

Hal ini suatu keniscayaan dalam sistem demokrasi-sekular yang menjunjung tinggi nilai-nilai kebebasan. Kebebasan berperilaku yang dijamin di dalam sistem ini menjadi nilai yang dibawa oleh platform X. Ini membuktikan bahwa konten dewasa atau pornografi menjadi salah satu bisnis yang menggiurkan bagi para kapitalis.

Menurut Brooke Erin Duffy, Profesor Komunikasi di Cornell University, mengatakan bahwa langkah X mengizinkan konten dewasa sangatlah sesuai dengan strategi pemasaran perusahaan pasca-Musk. Disebut pemilik Starlink itu sedang membutuhkan uang. Perlu untuk diketahui bahwa perusahaan perlu mengejar pendapatan berlangganan sejak Elon Musk membeli X pada Oktober 2022, dia telah lantang bersuara bahwa perusahaan perlu mengejar pendapatan berlangganan untuk mendiversifikasi aliran pendapatannya.

Dari sini terlihat jelas bahwa sistem kapitalisme-liberal menjadikan segala sesuatu sebagai jalan untuk memperoleh uang. Tidak terkecuali dengan platform X ini. Bahkan, hampir media sosial yang ada memiliki fungsi yang sama yaitu dapat menghasilkan cuan.

Selain itu, di media sosial lainnya pun dapat dengan mudah menjumpai konten-konten dewasa. Sehingga, jika pemerintah menutup satu platform tidaklah berdampak serius dan sangat memungkinkan bagi pengguna internet untuk menemukan konten dewasa tersebut di platform yang lain. Ibarat gali lubang tutup lubang. Problem penyebaran pornografi tidak bisa terselesaikan sampai ke akar masalahnya.

Memberantas Pornografi Butuh Negara

Negara Khilafah memiliki departemen yang menangani hubungan komunikasi dan informasi. Departemen penerangan dalam Khilafah mengelola media berdasarkan tuntunan syarak. Berangkat dari firman Allah swt, “Barang siapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS Al Maidah: 47)

Di dalam firman Allah swt yang lain, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum yang tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS Al Hujurat:6)

Dari dua ayat di atas dapat disimpulkan bahwa sebagai seorang muslim haruslah menjadikan aturan Allah swt sebagai landasan dan mewaspadai berita apa saja yang dibawa oleh orang fasik. Sehingga, urgensi kebenaran berasal dari peran media itu sendiri.

Bagi Khilafah, media memiliki peran penting dalam menyampaikan dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Keberadaan media juga berkaitan erat dengan aktivitas politik khalifah, selaku kepala negara Islam
Media dijadikan sebagai sarana komunikasi dan penyiaran konten-konten Islami sehingga bisa mencerdaskan umat di dalam negeri dan menunjukkan kekuatan serta ketinggian Islam di mata luar negeri. Kendati Khilafah memberikan peluang bagi individu/swasta memiliki perusahaan media, Khilafah juga akan mengeluarkan regulasi berupa UU agar konten yang ada sesuai dengan syariat Islam. Hali ini sebagai wujud kewajiban Khilafah dalam memberikan kemaslahatan Islam dan kaum muslim.

Dengan demikian, swasta yang memiliki perusahaan tidak akan semena-mena dalam menyajikan program-program atau konten-konten untuk rakyat. Pemilik media pun harus bertanggung jawab atas konten yang disebarluaskan, termasuk jika ada kebijakan atau konten yang menyimpang dari ajaran Islam.

Media dalam khilafah memiliki peran penting sebagai mercusuar informasi bagi rakyat dan hubungan politik luar negeri. Media juga dimanfaatkan sebagai sarana dalam menyebarluaskan dakwah dan pemikiran Islam. Tidak ada kebijakan atau informasi yang sesat dan menyesatkan. Pemikiran-pemikiran rusak dan merusak pun tidak diberikan ruang untuk bebas berkeliaran. Wallahu a’lam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 4

Comment here