Opini

Pemilu di Indonesia, Dana dari Luar Negeri?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Normah Rosman
(Pegiat Literasi)

wacana-edukasi.com, OPINI-– Mengejutkan. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkapkan bahwa ada aliran dana dari luar negeri mengalir ke-21 rekening bendahara partai politik sebesar Rp 195 miliar. Temuan ini merupakan hasil pantauan Tim Khusus PPATK sejak awal Tahun 2023 melalui aliran International Fund Transfer Instruktion Report dari perbankan. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, transaksi aliran dana pada Tahun 2023 meningkat jika dibandingkan dengan Tahun 2022 yang hanya Rp 83 miliar (cnbcindonesia.com, 12/1/2024).

Selain itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga menemukan adanya peningkatan pembukaan rekening baru menjelang Pemilihan Umum 2024. Tak tanggung-tanggung ada sekitar 704 juta pembukaan rekening baru. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana, mengatakan bahwa acuan pembukaan rekening dapat dilihat pda Customer Identification Form (CIF), kemungkinan pembukaan rekening ini berkaitan dengan kontestasi politik. Dengan menyandingkan data anggota dan pengurus partai politik, maka didapatkan data 6 juta anggota dan pengurus dengan 24 parpol. Terkait transaksi yang dilakukan oleh parpol tadi, nominalnya secara agregat tembut hingga Rp 80,6 triliun, sedangkan angka yang paling tinggi untuk satu parpol tercatat transaksi Rp 9,4 triliun (liputan6.com, 11/1/2024).

Sumber Aliran Dana Pemilu

Aliran dana pemilu dari berbagai pihak termasuk asing, membuktikan jika pemilu berpotensi sarat akan kepentingan kelompok tertentu, bahkan berpotensi memicu timbulnya konflik kepentingan. Tentu yang akan dirugikan adalah rakyat. Karena kebijakan yang kelak dibuat oleh penguasa akan berdasarkan kepentingan pemodal, yaitu, orang atau kelompok yang memodali mereka dalam kampanye, bukan kebijakan untuk kesejahteraan rakyat. Melihat besarnya dana yang diperoleh oleh parpol dalam pemilu kali ini tentu saja akan menjadi hutang, dan akan dibayar dalam bentuk kebijakan yang memudahkan mereka pada masa mendatang.

Adapun dana yang dikeluarkan oleh negara untuk penyelenggaraan pemilu tahun 2024, yakni sebesar Rp 71,3 triliun. Dana ini disepakati oleh KPU dan DPR melalui komisi II dan pemerintah. Anggaran pemilu ini akan dipergunakan untuk biaya operasional penyelenggaraan pemilu dan juga untuk membiayai seluruh tahapan pemilu. Anggaran ini bahkan sudah diberikan sekitar 20 bulan sebelum pemilu diselenggarakan. Alokasi anggaran tersebut naik sebesar 57,3% jika dibandingkan dengan anggaran pemilu tahun 2019, yang sebesar Rp 45,3 triliun. Adapun sumber dana pemilu 2024 berasal dari APBN dan APBD.

Dengan melihat besarnya dana yang digelontorkan oleh negara untuk mensukseskan pilpres dan pilkada pada tahun 2024, tentu sangat miris jika ujung-ujungnya kebijakan yang dikeluarkan justru tidak berpihak pada kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Sebesar apapun biaya yang dikeluarkan oleh negara tak akan mampu menampik akan adanya dana khusus untuk parpol yang bersumber dari luar negeri. Bahaya akan mengintai pada pemerintahan selanjutnya, karena tersandera oleh kepentingan pemodal pemilu. Adapun bahaya yang perlu diwaspadai, yakni tergadainya kedaulatan negara. Semua ini menjadi suatu keniscayaan mengingat politik demokrasi yang berbiaya tinggi, sehingga rawan adanya kucuran dana dari berbagai pihak yang ingin mendapatkan bagian. Sehingga parpol akan kehilangan idealismenya dalam sistem demokrasi, bahkan rawan dibajak oleh kepentingan pemodal. Sehingga siapaun kelak yang terpilih duduk di kursi kekuasaan, pemenangnya tetap sama, yaitu oligarki. Nauzu billah.

Metode Pengangkatan Khalifah Dalam Islam

Bai’at adalah satu-satunya metode dalam pengangkatan Khalifah. Dalam hal ini para sahabat pun memahami metode tersebut, dan melaksanakannya. Abu Bakar As-Shiddiq dibai’at secara khusus (bai’at in’iqad) di Saqifah Bani Sa’adah, kemudian dibai’at secara umum (bai’at li tha’at) di masjid Nawabi. Begitu juga dengan Ali bin Abu Thalib, Umar bin Khattab, dan Ustman bin Affan juga dibai’at dengan bai’at kaum muslim. Jadi bai’at adalah satu-satunya metode pengangkatan dalam Islam. Adapun realisasi bai’at secara praktis dapat diketahui saat penggangkatan empat Khalifah sepeninggalan Rasulullah saw.

Sedangkan batas waktu yang diberikan kepada kaum Muslim untuk mengangkat seorang Khalifah adalah dua malam. Seorang Muslim tidak bisa melewati dua malam tanpa bai’at di pundaknya, sebagaimana hadis riwayat Muslim, “Siapa saja yang mati dan di pundaknya tidak ada bai’at (kepada Khalifah), maka matinya dalam keadaan seperti mati jahiliyah.” Penetapan batas dua malam dapat dimengerti, mengingat pengangkatan Khalifah hukumnya adalah fardhu khifayah, sejak Khalifah sebelumnya meninggal atau diberhentikan. Dengan rentang waktu yang singkat tidak akan ada aktivitas kampanye yang hanya membuang waktu, energi maupun biaya.

Dalam negara Khilafah tidak diperlukan pemilu secara berkala, yang hanya membuang waktu, energi dan tentunya biaya. Karena selama seorang Khalifah masih terjaga dari pelanggaran hukum syari’at, adil dalam memutuskan, qaadir dalam melaksanakan tugas kenegaraan dan tidak keluar dari syarat-syarat pengangkatannya, maka Khalifah masih bisa memegang jabatannya tanpa adanya batas waktu. Meskipun Khalifah memerintah atas mandat rakyat melalui bai’at in’iqad dan bai’at tha’at. Khalifah bertanggungjawab penuh pada Allah Swt., bukan pada rakyat. Karena akad antara rakyat dan Khalifah bukan akad ijarah, melainkan akad untuk memerintah rakyat dengan hukum Allah.

Adapun pejabat pemerintahan atau wali di suatu wilayah atau propinsi Daulah Islam. Mereka akan diangkat langsung oleh Khalifah atau orang yang mewakili Khalifah, sehingga tak memerlukan dana dalam pelaksanaannya. Hal ini tentu berdasarkan aktivitass Rasulullah saw., yang telah mengangkat para wali untuk berbagai negeri. Beliau menetapkan hak bagi mereka untuk memutuskan persengketaan sesuai dengan hukum syara’. Sebagaimana pengangkatan Muadz bin Jabal sebagai wali di wilayah Janad, Ziyat bin Walid di wilayah Hadramaut, dan lainnya.

Uraian diatas membuktikan bahwa dengan sistem Islam, negara tak perlu mengeluarkan biaya yang sangat besar apalagi hingga menerima bantuan dana dari luar negeri guna menunjang kampanye saat pemilu. Karena dalam melaksanakan pemilihan pemimpin, baik pemilihan Khalifah maupun pemilihan wali tidak memerlukan dana. Pemilihan Khalifah tidak dilakukan secara berkala, sedangkan pemilihan wali, ditunjuk langsung oleh Khalifah. Dengan begini kas pada Baitul Maal bisa digunakan sepenuhnya untuk mensejahterahkan rakyat, bukan dihambur-hamburkan untuk pemilu. Wallahu ‘alam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 15

Comment here