Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Kota Palembang masih diselimuti kabut asap tebal akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Sumatera Selatan (Sumsel). Akibatnya, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Palembang ada 10.708 warga yang terkena penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut atau (ISPA). Hanya saja, sampai tulisan ini dibuat, Palembang masih menjadi kota dengan kualitas udara terburuk se-Indonesia. Karhutla tidak bisa diatasi dengan serius, malah semakin banyak terjadi ke beberapa kawasan hutan di Kota Palembang.
Alhasil, mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Aksi Sumsel Melawan Asap di Sumsel menggelar aksi damai di kantor Gubernur Sumsel pada Kamis (21/9). Mereka mengancam tidak akan berpartisipasi (golput) pada Pilgub Sumsel 2024 jika kabut asap gagal ditanggulangi. Aksi ini adalah bentuk kekecewaan mahasiswa akibat sulitnya pemerintah menanggulangi kabut asap. Menurut mereka, penanggulangan Karhutla tak bisa diselesaikan jika hanya dari hilir. Pihaknya menemukan adanya titik api di lahan Hak Guna Usaha antara perkebunan kelapa sawit di Kabupaten OI dan Kabupaten OKI, (palembangtribunnews.com, 22/9).
Sejatinya, apa yang dilakukan para mahasiswa ini adalah bentuk kekecewaan atas kepemimpinan saat ini. Di mana karhutla tidak bisa tertangani dengan baik. Meskipun hal ini didukung oleh faktor alam yakni kekeringan dan badai el Nino yang menyebabkan rendahnya intensitas hujan. Hanya saja, ada faktor lain yakni adanya hak para kapitalis untuk menguasai wilayah lahan pertanian.
Mengingat, pembukaan dan pengelolaan lahan dengan pembakaran merupakan salah satu cara efektif. Selain itu, meminimalisir biaya dibandingkan tanpa pembakaran. Namun, efeknya adalah polusi udara tak berkesudahan. Rakyat menjadi korban akibat keserakahan, dan penguasa jadi kelabakan. Ini semua akibat salah tata kelola kebijakan yang menihilkan peran Tuhan. Agama tidak dijadikan sandaran dalam perbuatan. Alhasil, penerapan kebijakan dikelola dengan sistem kapitalisme. Padahal, sistem ini adalah sistem rusak yang jelas melahirkan kerusakan.
Hanya saja, perubahan yang dibuat oleh pemuda haruslah perubahan hakiki. Ancaman golput bukanlah solusi. Sebab, gonta-ganti pemimpin tapi dengan kebijakan yang sama, seperti mengganti sopir namun mobil yang dibawanya rusak. Seluruh penumpang akan celaka dan sopir juga sengsara.
Perubahan hakiki itu adalah dakwah menyeru umat untuk menerapkan syariat Islam yang mulia. Sebagai hukum buatan Allah Swt., umat harus sadar bahwa kita tidak akan pernah baik jika kapitalisme masih mencengkram negeri. Perubahan ini bukanlah perubahan nasional, tapi perubahan revolusioner yakni dengan ditegakkannya syari’at Islam yang mulia.
Wallahu’alambisshawab.
Ismawati
Palembang, Sumsel
Views: 3
Comment here