Oleh : Ninis (Aktivis Muslimah Balikpapan)
Bisnis prostitusi makin tumbuh subur bak jamur di musim hujan, yang lebih menyedihkan adalah anak remaja usia kisaran usia 14-16 tahun terlibat didalamnya. Seperti yang dilansir dalam berita online CNN Indonesia, terbongkarnya prostitusi 15 remaja di hotel milik seorang publik figur negeri ini. Dengan dalih faktor ekonomi mereka memilih bisnis itu, ada yang dijebak dalam prostitusi karena diiming-imingi pekerjaan dan tanpa mereka ketahui jenis pekerjaannya. Ada yang “menekuni” bisnis itu karena demi memenuhi gaya hidup semata. Kasus prostitusi anak layaknya fenomena gunung es di negeri ini.
Terkait prostitusi anak sebenarnya dikenakan pasal berlapis, yaitu Pasal 88 Jo 76 I UU RI No.17 tahun 2016 tentang perlindungan anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda maksimal Rp. 200 juta. Pasal 81 Jo 76D UU RI No.17 tahun 2016 tentang perlindungan anak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun tahun.
Kemudian Pasal 81 ayat (5) Jo 76D UU RI No.1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI. No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dipidana dengan pidana mati, seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 10 tahun dan dapat dikenai tindakan kebiri kimia. Serta Pasal 82 Jo 76E UU RI No.17 tahun 2016 tentang perlindungan anak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat lima tahun, (Republika.co.id).
Akar Masalah
Padahal sanksi penjara, hukuman mati, denda sampai kebiri pun sudah diberlakukan. Namun tak jua memberikan efek jera dan berkurang kasusnya. Uniknya dalam kasus prostitusi biasanya yang dijadikan tersangka adalah mucikari sedangkan pelaku utama pekerja seks komersil (PSK) hanya sebagai korban karena dianggap masih anak-anak meskipun ada diantara mereka yang memang sudah baligh. Dan pria hidung belang selalu luput dari jerat hukum karena merasa perbuatannya dilandasi suka sama suka, tidak ada paksaan. Kecuali jika salah satu diantaranya melakukan kekerasan baru akan dikenai sanksi atas kekerasannya bukan perbuatan zinanya. Itulah realitas hukum di negara yang menganut sistem sekuler liberal. Sehingga para pelaku zina di negeri ini merasa tidak ada yang salah dengan perbuatannya, apalagi berpikir itu adalah perbuatan dosa yang besar.
Akar masalahnya adalah cara pandang liberal yang memberikan otoritas penuh kepada manusia untuk bertingkah laku sesuai dengan keinginannya. Belum lagi kehidupan yang kapitalistik yang mengukur kebahagiaan dengan materi. Menjalani profesi sebagai Mucikari dan PSK adalah cara yang instan mendapatkan uang yang cepat dan banyak. Tanpa peduli lagi apakah itu pekerjaan halal ataukah haram. Yang terpenting bagi mereka kebahagiaan ragawi dan materi terpenuhi.
Butuh Kontrol Negara
Aktivitas prostitusi yang melibatkan remaja di hotel tersebut, sejak lama sudah diketahui warga. Protes yang dilakukan warga sekitar pun tak diindahkan oleh pihak hotel. Sebelum kasus prostitusi online ini terbongkar, sejatinya sudah menjadi rahasia umum perzinahan kerap terjadi di negeri ini. Entah itu pelakunya anak-anak, pelajar, pegawai, pejabat, artis pun ada. Bukannya masyarakat tidak tahu ataupun tidak melakukan protes. Namun, terbatas ruang lingkupnya masyarakat.
Maka disini pentingnya negara hadir tidak hanya memberantas prostitusi sampai akar-akarnya namun juga mencegah dari hal-hal yang mendekatkan diri kepada perbuatan zina. Sayangnya, negara saat ini belum menjalankan perannya dengan optimal mengurusi urusan rakyatnya. Justru cenderung lepas tangan ataupun solusi yang diberikan hanyalah solusi tambal sulam tidak pernah tuntas. Negara di dalam sistem yang mengadopsi sistem sekuler justru memfasilitasi hotel-hotel atau tempat-tempat kemaksiatan dengan dalih pajaknya besar.
Islam Solusi
Negara dalam Islam adalah pihak yang memiliki peranan penting dalam mengarahkan dan melindungi masyarakat dari berbagai kerusakan. Negara wajib bertanggung jawab dalam memberantas prostitusi anak sampai tuntas. Berikut yang harus dilakukan oleh negara:
Pertama, Mengembalikan peran ibu sebagai Al umm warrobatul bait (ibu dan manager rumah tangga), yang membimbing anak-anaknya untuk menjadi hamba yang bertaqwa dan mampu menjaga kehormatannya. Ibu sebagai pendidik pertama dan utama bagi anaknya, tanggung jawab seorang ibu menancapkan keimanan yang kokoh pada anaknya, memahamkan batasan aurat, mahramnya.
Kedua, Membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi laki-laki dewasa yang dipundaknya ada kewajiban mencari nafkah. Sehingga seorang ayah mampu memenuhi kebutuhan pokoknya dan menafkahi yang menjadi tanggungannya. Bagi yang tidak memiliki wali maka negara yang akan memenuhi kebutuhannya dari Baitul mal.
Ketiga, Negara harus menutup semua akses yang menstimulasi bangkitnya syahwat, baik itu media cetak, elektronik ataupun tempat-tempat yang disinyalir menjadi sarana kemaksiatan atau prostitusi. Sanksi tegas akan dijatuhkan bagi yang sengaja menyediakan sarana kemaksiatan.
Keempat, Negara menerapkan sanksi tegas bagi pelaku zina, jika dia sudah baligh maka dia diposisikan layaknya orang dewasa bisa dihukum cambuk atau rajam tergantung statusnya apakah sudah pernah menikah atau belum.
Demikianlah Islam mampu menyelesaikan permasalahan prostitusi tuntas. Namun solusi Islam ini hanya bisa diterapkan hanya dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah) saja, tidak mungkin bisa diterapkan dalam sistem sekuler kapitalistik seperti sekarang.
Wallahu A’lam bi showab
Views: 6
Comment here