Opini

Pemuda, Pilar Peradaban Cemerlang

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ummu Haneem (Pegiat Literasi)

wacana-edukasi.com– Konser “Berdendang Bergoyang” akhirnya dihentikan oleh pihak kepolisian. Konser yang rencananya digelar selama 3 (tiga) hari berturut-turut (28 – 30 Oktober 2022) di Istora Senayan, Jakarta Pusat tersebut ditengarai mengalami over kapasitas penonton. “Saat ini masih diinterogasi, artinya masih dalam penyelidikan. Kami bawa ke Polres Jakarta Pusat,” ujar Kapolres Metro Jakarta Pusat, Kombes Pol. Komarudin saat dikonfirmasi wartawan pada hari Minggu, 30 Oktober 2022 (tvonenews.com, 30/10/2022).

Dilansir dari kompas.com, Kombes Pol. Komarudin juga menyampaikan bahwa penonton dari luar pingin masuk Istora, terbentur dengan kondisi Istora yang tidak memungkinkan. Sangat-sangat tidak mungkin lagi untuk menambah jumlah penonton. Terjadi dorong-mendorong (30/10/2022).

Meskipun akhirnya aparat mengambil tindakan dengan menghentikan konser tersebut di hari kedua, tapi apa yang dilakukannya terkesan lambat. Hal tersebut dikarenakan aparat baru mengambil tindakan saat nampak nyata terjadi kekacauan di dalam pelaksanaan konser. Seharusnya aparat sudah melakukan mitigasi acara, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dapat dicegah. Apalagi, diketahui penjualan tiket melebihi kapasitas. Selain itu, berdasarkan informasi yang diterima oleh kepolisian, beberapa penonton di antaranya meminum minuman keras (miras).

Secara logika, penonton membludak biasanya akan berdampak berdesak-desakkan, kemudian akan banyak jatuh korban jiwa. Ada yang pingsan, terinjak, atau dampak lainnya. Selain itu, keberadaan miras yang dapat menyebabkan hilangnya kewarasaan seseorang juga dapat memicu terjadinya perkara-perkara lain, seperti perkelahian, pelecehan, dan lain-lain. Yang jelas, miras itu sendiri telah diharamkan dalam Islam.

Sejatinya pemuda adalah pilar peradaban cemerlang. Tidak berbicara jumlah, tapi ini berkaitan dengan kualitas. Tentu, masih lekat dalam ingatan, yakni sebuah kalimat legendaris yang dipekikkan oleh Bung karno, “Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Tidak dipungkiri bahwa bonus demografi menunjukkan jumlah pemuda di negeri ini sangatlah banyak. Namun, perlu digarisbawahi bahwa kalimat legendaris Bung Karno tersebut tidak berbicara mengenai jumlah, tapi kualitas. Pemuda dengan kualitas unggul, maka dapat menjadi penyangga peradaban. Di tangan pemuda berkualitas terbaik, maka kejayaan suatu negeri itu dapat diraih.

Sebaliknya, pemuda yang lemah hanya dapat memunculkan beragam masalah. Menjadi pemuda pembebek, ogah berpikir serius, bergaya hidup hedonis alias suka hura-hura, dan hidup serba bebas – tidak mau dikekang oleh aturan, maka ujung-ujungnya tenaga dan pikirannya terkuras untuk masalah-masalah remeh, bahkan kemaksiatan.

Sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian penuh terhadap pembentukan karakter generasi unggul, yakni generasi yang mampu menjadi pilar peradaban cemerlang. Mampu membangun peradaban ke arah yang lebih baik.

Dahulu di era khilafah, pemudanya merupakan pemuda-pemuda yang memiliki kepribadian Islam yang mantap. Sehingga, tidak gampang stres saat dilanda masalah. Tidak gampang goyah maupun futur saat ujian hidup menerpa.

Nyatanya, ilmu menjadi pelita yang menuntun mereka berjalan di titian yang senafas dengan aturan Sang Pencipta. Begitu pula, mental yang terbentuk adalah mental sekuat baja. Adapun faktornya, tiada lain dikarenakan mereka memiliki keyakinan yang kuat terhadap qadha dan qadar, baik-buruknya berasal dari Allah Ta’ala. Sikap tawakal yang dimiliki oleh generasi khilafah memang begitu luar biasa.

Di samping itu, mereka sibuk dalam ketaatan. Mereka berupaya berpegang teguh terhadap tali agama Allah. Menghindari maksiat. Senantiasa menjaga kebersihan diri supaya menjadi pribadi yang tidak merugi.

Intinya, apa yang mereka lakukan adalah sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Saw., “Di antara ciri baiknya keislaman seseorang adalah ketika dia bisa meninggalkan apa yang tidak ada manfaatnya bagi dirinya.” Sesuatu hal yang hukumnya mubah memang tidak mengapa dilakukan. Namun, perlu dipikirkan mengenai imbasnya, yakni waktu, tenaga, dan pikiran terbuang sia-sia.

Demikianlah, gambaran pemuda di era khilafah. Menyibukkan diri dalam ketaatan. Usianya menjadi usia yang berkah. Di usia produktif, tidak heran mereka sudah pandai berfatwa dan menghasilkan karya. Di antara pemuda keren tersebut adalah Imam an-Nawawi. Saat beliau berusia 20 tahunan, beliau sudah menghasilkan berjilid-jilid kitab. Kemudian, ada pula Imam Ahmad yang dapat mengumpulkan dan menghafal lebih dari satu juta hadis. Tidak terlewat pula, Imam Syafi’i. Di usianya yang masih terhitung muda, beliau sudah pandai berfatwa.

Berdasarkan hal di atas, maka dapat ditarik benang merah bahwa dibutuhkan negara yang ditopang oleh sistem yang sahih, yakni khilafah. Hanya khilafah lah satu-satunya sistem yang akan menerapkan aturan dari Sang Pencipta jagad raya. Sehingga, dari sistem ini dapat dilahirkan pemuda-pemuda tangguh yang mampu menjadi pilar peradaban cemerlang. Tanpa hal itu, maka impossible.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 17

Comment here