Opini

Penanganan Stunting, Sebatas Penuntasan Program Kerja

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Ayu Winarni

Wacana-edukasi.com, OPINI– Permasalahan anak yang mengalami gizi buruk (stunting) masih menjadi problem serius di Indonesia. Pasalnya, angka stunting di Indonesia sangat tinggi. Kementrian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pad Rapat Kerja Nasional BKKBN, Rabu (25/1/2023) dimana prevalensi stunting di Indonesia turun dari 24,4% di tahun 2021 menjadi 21,6% di tahun 2022. Dikutip dari Paudpedia (10/7/2023), Statistik PBB 2020 mencatat, lebih dari 149 juta (22%) balita di seluruh dunia mengalami stunting, dimana 6,3 juta merupakan anak usia dini atau balita stunting adalah balita Indonesia.

Solusi pragmatis

Tingginya prevalensi stunting akan memunculkan berbagai pertanyaan. Karena jika kita merujuk pada pengertian stunting itu sendiri adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi. Apa sebab mengapa anak bisa kekurangan gizi? Untuk mengatasi tingginya prevalensi stunting, pemerintah menggelontorkan dana yang tidak sedikit untuk menurunkan prevalensi stunting. Dana tersebut kemudian diharapkan mampu menurunkan prevalensi stunting melalui program makanan tambahan (PMT)

Program makanan tambahan (PMT) melalui swakelola yang melibatkan langsung para kader-kader posyandu yang mengolah makanan sendiri yang kemudian dibagikan langsung kepada balita yang mengalami stunting. PMT memang terealisasi, namun yang disayangkan adalah makanan yang disediakan justru jauh dari kata bergizi bagi tumbuh kembang balita. Jika sudah seperti ini, mungkinkah prevalensi stunting bisa diturunkan?

Pendanaan program PMT tak ayalnya seperti solusi tambal sulam karena tak menyentuh akar dari permasalahan. Pencegahan stunting tidak bisa dicukupkan pada PMT yang jumlahnya tak seberapa. Bagaimanapun, kondisi orang tua juga perlu diperhatikan. Orang tua yang sehat fisik dan mental akan berusaha memberikan asupan gizi terbaik untuk anak-anaknya juga sebaliknya. Orang tua dengan perekonomian yang lemah tidak akan mampu memberikan asupan gizi untuk anak-anaknya.

Anggaran untuk memberantas stunting alangkah lebih baik jika dialihkan untuk membantu perekonomian masyarakat miskin dan menengah agar taraf hidup mereka meningkat. Bisa sebagai modal usaha, menyediakan pelayanan kesehatan gratis dengan kualitas yang baik dan sebagainya. Sehingga dengan begitu mereka akan mampu memenuhi kebutuhan pokok keluarga dengan termasuk mampu memberikan asupan makan bergizi untuk anaknya.

Demokrasi Ladang Korupsi

Pendanaan berbagai program seperti ini akan rawan terjadinya penyalahgunaan anggaran. Bisa jadi dana yang digelontorkan pemerintah untuk stunting malah disalahkan gunakan atau dikorupsi oleh pihak-pihak tertentu sehingga dana yang sampai ke daerah jumlahnya sedikit. Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Indonesia, Hasbullah Thabrany mengungkapkan adanya indikasi penyelewengan dana penurunan stunting ditingkat daerah. Dikutip dari Beritasatu. com (1/12/2023)

Perilaku korupsi seolah menjadi tren dikalangan pejabat di Indonesia. Menjamurnya perilaku korupsi tentu tidak bisa dipisahkan dan seolah menjadi satu paket dari sistem hari ini yakni Demokrasi kapitalis. Mahalnya biaya kekuasaan dalam Demokrasi menjadikan kekuasaan sebagai ajang balik modal. Amanah jabatan disalah gunakan untuk memperkaya diri maupun kelompok.

Demokrasi dengan asas pemisahan peran agama dari kehidupan termasuk kekuasaan tentu akan melahirkan para pejabat yang nihil tanggung jawab terhadap perannya sebagai pengurus urusan umat. Berharap pemangku jabatan akan amanah dan bertanggung jawab dalam sistem hari ini menjadi kemustahilan karena kekuasaan saja diraih dengan cara-cara curang. Demokrasi memang tidak menghendaki hadirnya penguasa amanah dan bertanggung jawab.

Maka, perilaku-perilaku korupsi ini tidak mungkin bisa diberantas dalam sistem Demokrasi hari ini karena memang ini adalah ladangnya. Lihat saja, anggota hingga ketua komisi pemberantasan korupsi (KPK) yang berwewenang memberantas kasus korupsi justru tersandung kasus korupsi.

Islam Solusi Hakiki

Tidak ada alternatif lagi yang bisa diharapkan untuk menuntaskan berbagai persoalan yang melanda negeri hari ini kecuali Islam satu-satunya. Islam sebagai agama sekaligus Ideologi yang melahirkan seperangkat aturan-aturan dan solusi mendasar. Pemimpin dalam Islam berperan sebagai pengurus urusan umat yang memastikan segala kebutuhan tiap-tiap individu terpenuhi lebih-lebih lagi kebutuhan primer atau pokok. Rasulullah SAW bersabda: “Seorang imam (pemimpin) adalah bagaikan pengembala, dan dia akan dimintai pertanggung jawaban atas gembalanya” (HR. Bukhari)

Balita yang mengalami gizi buruk (stunting) bisa dikatakan bahwa kebutuhan primernya belum terpenuhi. Untuk memastikan kebutuhan primer masing-masing individu terpenuhi, Islam menetapkan hukum wajib bagi setiap kepala keluarga (laki-laki) untuk bekerja menafkahi keluarganya. Pemimpin dalam Islam akan menyediakan lapangan kerja yang memadai dan mudah diakses. Sehingga akan dipastikan setiap kepala keluarga memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan pokok keluarganya. Selain itu, pemimpin dalam Islam akan memberikan bantuan berupa modal usaha secara gratis kepada orang-orang yang tidak mampu.

Untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok manusia secara keseluruhan akan menjadi tanggung jawab penuh negara. Seperti menyediakan rumah sakit dengan berbagai fasilitas yang memadai yang dibutuhkan rakyat. Juga memberikan pelayanan secara gratis kepada setiap rakyat tanpa melihat status sosial, kaya atau miskin. Pemimpin dalam Islam bukan sebatas regulator, tapi berperan nyata dalam segala situasi yang dibutuhkan rakyat. Pemimpin dalam Islam akan menyadari fungsi dan tanggung jawab amanah yang diemban sehingga tidak memungkinkan untuk berbuat dzalim kepada yang dipimpin.

Kepemimpinan seperti ini hanya ada dalam negara yang menerapkan Islam sebagai asas dalam bernegara (khilafah) dan tidak mungkin ditemukan dalam sistem Demokrasi yang berasaskan seluler.
Wallahu a’lam bissawwab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 12

Comment here