Opini

Pencegahan Kekerasan Seksual, Tak Cukup dengan Peran Keluarga

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Ummu Hanik Ridwan

Wacana-edukasi.com, OPINI– Setiap hari, berita terjadinya kekerasan seksual di masyarakat senantiasa mewarnai media sosial Indonesia. Adanya berbagai berita tersebut menunjukkan bahwa kondisi masyarakat kita tidak sedang aman. Terutama terkait perilaku kekerasan seksual yang semakin merebak di tengah masyarakat.

Setiap saat, kekerasan seksual bisa terjadi pada siapa saja dan di mana saja. Pada orang tua, remaja, anak-anak bahkan balita pun bisa jadi korban kekerasan seksual. Di rumah, di sekolah bahkan di lembaga agama atau pesantren pun kekerasan seksual bisa terjadi. Kondisi inilah yang kemudian membuat berbagai pihak merasa perlu memberikan solusi cerdas agar tindak kekerasan seksual ini segera teratasi.

KemenPPPA menyatakan bahwa pencegahan terjadinya kekerasan seksual dapat dimulai dari keluarga. Keluarga juga harus menciptakan ruang aman untuk anak sehingga punya keberanian menceritakan jika terjadi kekerasan seksual dan melaporkannya. Harapannya, keluarga yang sehat akan menghindarkan diri dari terjadinya kekerasan terhadap anak (republika.co.id, 27/8/2023).

Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah dengan peran keluarga sudah cukup untuk mencegah tindak kekerasan seksual utamanya pada anak dan remaja? Sejatinya, untuk mencegah kekerasan seksual tak cukup hanya keluarga, namun butuh peran nyata negara dan masyarakat. Apalagi persoalan mendasar adalah adanya sistem rusak yang membuka peluang terjadinya kekerasan seksual pada anak. Selain itu, kurang tegasnya hukum yang berlaku, juga mengakibatkan korban kekerasan seksual tidak mendapatkan keadilan yang semestinya.

Terjadinya kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak dan remaja, menurut KPAI lebih disebabkan oleh tiga hal yaitu masih lemahnya pengawasan dari orang tua, kurangnya kesadaran masyarakat dan belum adanya sanksi hukum yang bisa memberikan efek jera. Keadaan itu semakin diperparah dengan tingginya angka kemiskinan, minimnya pendidikan dalam keluarga, merebaknya pornografi, dan beredar bebasnya minuman keras. Adanya bermacam faktor saling terkait dan mempengaruhi itulah yang membuka peluang terjadinya kekerasan seksual utamanya pada anak dan remaja.

Masing-masing individu pun tak lepas dari kontrol diri terhadap perbuatan yang dilakukan. Bila individu kurang dalam mengontrol dirinya, maka bisa dipastikan perbuatan buruk pun dilakukan. Kurangnya penguasaan dalam mengendalikan diri, menunjukkan tingkat keimanan yang lemah. Inilah kondisi yang nampak di tengah masyarakat saat ini, akibat cara pandang kehidupan yang hanya berorientasi pada kebahagian dunia.

Kebahagiaan dunia hanya pada kepuasaan pemenuhan materi. Untuk mendapatkannya sudah pasti semua cara ditempuh meski harus menerjang batas halal haram. Inilah ketika manusia mengedepankan sekulerisme, yaitu menjauhkan aturan agama dari kehidupan, agar mendapatkan kepuasan sesuai hawa nafsunya. Dalam sekularisme, setiap orang diberikan kebebasan untuk berbuat apa saja, tanpa ada lagi aturan yang mengikatnya. Bahkan rasa malu pun sudah tidak jadi penghalang. Padahal, agama mengajarkan umatnya untuk malu berbuat dosa, karena malu sebagian dari iman.

Bila agama sudah tidak jadi tolak ukur kehidupan, dan malu sudah tidak diperhitungkan lagi, maka sejatinya manusia berada dalam tingkatan yang paling rendah. Sisi kemanusiaannya sudah tidak ada, hingga apapun yang diperbuatnya bisa melebihi perilaku binatang.

Perlu disadari bersama, bahwa akar masalah terjadinya kekerasan seksual adalah saat manusia lebih memilih menerapkan sistem hidup kapitalisme dan sekulerisme. Sepanjang masih berasaskan paham tersebut, maka kekerasan seksual utamanya terhadap anak akan terus terjadi.

Hal ini tentu sangat berbeda ketika sistem Islam yang dipakai. Islam sebagai agama memiliki aturan yang sangat terperinci dan sempurna, mencakup seluruh aspek kehidupan umat manusia. Islam mengajarkan bahwa kekerasan seksual bisa dicegah dengan adanya tiga pilar yaitu ketakwaan individu, kontrol masyarakat, dan peran negara.

Pilar pertama yaitu ketakwaan individu dan keluarga. Ketakwaan pada Allah SWT, akan mendorong seseorang untuk mengharuskan dirinya terikat dengan aturan Islam secara keseluruhan. Demikian pula keluarga yang bertakwa, akan menerapkan aturan pergaulan Islam di dalamnya. Di antaranya upaya memisahkan tempat tidur anak laki-laki dan perempuan sejak usia tujuh tahun, membiasakan menutup aurat bila keluar rumah, tidak berkhalwat, bepergian disertai mahram dan sebagainya.

Pilar kedua yaitu adanya kontrol masyarakat. Hal ini semakin menguatkan apa yang telah diupayakan oleh individu dan keluarga. Jika di tengah masyarakat senantiasa digalakkan amar makruf nahi mungkar, maka umat akan terjaga dari perilaku buruk, termasuk semua bentuk kemungkaran, tindakan asusila, pornoaksi, dan pornografi. Dengan begitu akan meminimalisir peluang tindak kekerasan seksual.

Pilar ketiga yaitu peran negara. Tugas negara adalah menjaga agama dan moral rakyatnya. Selain itu juga menjauhkan setiap hal yang dapat merusaknya, seperti pornoaksi atau pornografi, minuman keras, narkoba, dan sebagainya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah Saw yang berbunyi,  “Sesungguhnya imam itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya.” (HR Muslim)

Dalam sistem Islam, negara juga punya kewenangan memberikan sanksi tegas terhadap pelaku tindak kekerasan seksual. Negara akan menghukum secara tegas para pelaku kekerasan seksual, di antaranya dengan hukuman 100 kali cambuk (bila belum menikah) dan rajam (bila sudah menikah). Sedangkan untuk pelaku sodomi dikenakan hukuman mati.

Sangat jelaslah aturan Islam dalam mengatasi tindak kekerasan seksual. Karena Islam mengharamkan kemaksiatan dan memiliki sistem sanksi yang tegas sehingga keadilan di masyarakat terwujud nyata. Hanya dengan tiga pilar itulah, aturan tegak yang menjadikan upaya pencegahan terwujud nyata dan terjaminnya perlindungan bagi semua warga negara.

Wallahu a’lam bisshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 27

Comment here