Opini

Pendidikan dalam Cengkraman Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Erdiya Indrarini (Pemerhati kemasyarakatan)

Wacana-edukasi.com — Tak kurang belasan tahun lamanya generasi bangsa menghabiskan waktunya di sekolah. Pun, biaya besar yang harus di bayar. Untuk apa ? bekerja demi upah melimpah, atau supaya berdaya menjadi manusia mulya ?

Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Vokasi) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah melakukan perombakan kurikulum SMK maupun pendidikan vokasi, dalam rangka mendukung program link and match, yaitu nikah masal antara SMK dan pendidikan vokasi, dengan industri. Perombakan ini bertujuan untuk meningkatkan keterserapan lulusan SMK maupun pendidikan vokasi ke berbagai industri.

Diantara perombakan itu adalah:

Pertama, mata pelajaran yang bersifat akademik dan teori akan dikontekstualisasikan menjadi vokasional. Kedua, magang atau praktik kerja industri (prakerin) minimal satu semester atau lebih. Ketiga, terdapat mata pelajaran project base learning dan ide kreatif kewirausahaan selama 3 semester. Keempat, SMK akan menyediakan mata pelajaran pilihan selama 3 semester, misalnya siswa jurusan teknik mesin dapat mengambil mata pelajaran pilihan marketing. Terakhir, terdapat co-curricular wajib di tiap semester. detik.com (9/1/2021)

Untuk suksesnya program ini, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kemendikbud menggandeng Google, Gojek, Tokopedia, dan Traveloka untuk menyelenggarakan program Bangun Kualitas Manusia Indonesia (Bangkit) 2021. Compas.com (8/1/2021)

Penolakan dari Berbagai Ormas Keagamaan

Dilansir dari jpnn.com (13/1/2021), langkah ini mendapat sorotan dari berbagai ormas keagamaan. Diantaranya adalah Ketua Lembaga Pendidikan Maarif PBNU, KH. Z. Arifin Junaedi “Saya terus terang kurang sreg menyebut peta jalan, lebih sreg grand desain. Kesannya mau jalan-jalan gitu,” ucapnya.

Senada dengan hal tersebut , Sekertaris Dikdasmen PP Muhammadiyah Alpha Amirrachman mengungkapkan ketidak setujuannya perihal penyebutan peta jalan. Menurut pihaknya, tujuan pendidikan sesuai dengan cita-cita Ki Hajar Dewantara adalah pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, baru kemudian bicara soal kompetensi dan kecerdasan.

Pengurus Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI), Romo Gandhi Hartono pun mengkritisi soal perlunya pendidikan karakter yang terintegrasi dalam Pendidikan Agama dan Moral Pancasila. “Juga perlunya kerja sama (keterlibatan) orang tua bagi pembentukan karakter peserta didik yang berbudaya Indonesia dan Pancasilais, beriman dan bertakwa,” imbuh Romo.

Pendidikan Berbasis ideologi Kapitalisme

Inilah fakta bahwa pendidikan saat ini berbasis pada kapitalisme. Negara dengan tanpa bersalah menyerahkan potensi generasinya kepada korporasi/asing, untuk dijadikan sebagai pekerja di perusahaan mereka. Tentu, arah pendidikan seperti ini jauh melenceng dari cita-cita pendidikan.

Pendidikan bukan lagi untuk mencerdaskan anak bangsa dan mencetak sumber daya manusia yang berkarakter dan bermanfaat bagi masyarakat. Namun, menuntut ilmu hanya karena begitu lulus, langsung dapat kerja. Maka slogan bahwa ilmu yang membawa kesejahteraan rakyat hanyalah ilusi  semata. Karena, kenyataannya keilmuan para intelektual pun telah dikebiri. Generasi hanya dipersiapkan untuk disodorkan ke korporasi/asing sebagai tenaga Industri.

Kebijakan seperti ini sama artinya negara rela kehilangan sumber daya manusianya yang unggul untuk diserahkan kepada pemilik industri. Dan itu sangat merugikan bangsa dan negara. Sebab, dimasa depan tidak lagi ditemui generasi yang peduli terhadap urusan umat, maupun yang bermental pemimpin. Mereka hanya sibuk memoles diri agar dilirik para korporasi. Keterampilan yang mereka miliki pun tidak bisa dimanfaatkan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Beginilah keadaan pendidikan suatu negara yang sudah dicengkram ideologi kapitalisme. Kapitalisme menjadikan negara bergantung pada swasta maupun asing. Kapitalisme juga membuat negara berlepas tangan dari peran seharusnya, yaitu menyelenggarakan pendidikan secara penuh dan berkwalitas bagi rakyat. Akibatnya, swasta/asing yang lebih berperan dalam membina/bekerjasama dengan SMK.

Pendidikan Berbasis Sistem Islam

Dalam Sistem Islam, pendidikan merupakan investasi bangsa. Sehingga jika negara menerapkan sistem Islam, maka akan mengupayakan sekuat tenaga untuk mendidik generasinya menjadi teguh dalam akidah, bertakwa, bermental pemimpin, juga peduli terhadap umat. Serta merubah dari masa yang kelam menuju alam cerah bercahaya.

Visi mulya ini dibangun berasaskan tujuan pendidikan yang benar dalam Islam. Diantaranya adalah pertama, membentuk siswa berkepribadian Islam. Yaitu, pola pikirnya selalu berdasarkan Islam, dan segala perilakunya pun sesuai dengan aturan Islam. Sehingga output yang dihasilkan adalah siswa-siswa yang yang tidak gersang dari ilmu agama.

Kedua, mendidik siswa dengan keterampilan dan pengetahuan agar dapat berinteraksi dengan lingkungan seperti peralatan, inovasi, juga dengan berbagai hasil terapan yang ada, seperti peralatan elektronik, pertanian, industri maupun apa-apa yang dibutuhkan agar bermanfaat bagi masyarakat.

Ketiga, mempersiapkan anak didik agar menguasai ilmu-ilmu terapan seperti tsaqofah, bahasa arab, fiqih, hadits dan lainnya. Juga ilmu pengetahuan maupun ilmu teknologi seperti matematika, fisika, kimia, dan sebagainya. Sehingga output generasi didiknya akan cemerlang. Disamping ahli dalam agama, juga ahli dalam keilmuan dunia. Dan masyarakat pun dapat menikmati manfaatnya.

Keempat, menjadikan generasi didik mempunyai keterampilan yang tepat guna dan berdaya guna. Sehingga, materi yang diajarkan adalah hal-hal terkait dengan kemaslahatan umat di daerah kawasan yang seperti apa tempat mereka tinggal. Apakah daerah pegunungan, dataran rendah, daerah panas atau dingin, kawasan pertanian, perdagangan, ataukah industri. Dengan begitu, generasi didik akan menjadi lulusan yang berkompeten dalam ilmu dan praktik.

Pentingnya Peran Negara dalam Pendidikan

Visi ini tidak akan terealisasi tanpa peran negara. Maka, Islam memandang bahwa pendidikan adalah kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi negara, dan hak bagi masyarakat untuk memperolehnya dengan mudah, bahkan gratis. Negara pun wajib meyediakan sarana prasarananya seperti gedung sekolah, perpustakaaan beserta isinya, tempat penelitian, dan sebagainya. Di samping itu, negara juga harus memastikan bahwa kurikulum generasi didiknya tidak melenceng dari visi pendidikan. Juga metode pengajarannya harus sesuai dengan Islam.

Setelah lulus, negara akan mengapresiasi dan memanfaatkan keterampilan maupun pemikiran luar biasa dari para generasi yang mumpuni, untuk memajukan bangsanya. Dengan demikian, keahlian mereka yang begitu bernilai akan terus berkembang dan akan dicurahkan untuk membangun negara sesuai bidangnya. Sehingga generasi unggul yang dimiliki negara, tidak dibajak oleh pemerintah asing atau swasta.

Maka hasilnya, rakyat merasa terpanggil ingin membantu negara untuk kemaslahatan umat. Apalagi dalam Islam, umat diperintahkan untuk fastabiqul khoirot. Sehingga wajar, saat sistem Islam yang bernama Khilafah masih dipakai di dunia ini, banyak bermunculan orang-orang yang polymath. Mereka tidak ahli dalam agama saja, tapi mereka juga penghafal Qur’an, sekaligus penemu berbagai ilmu dasar yang banyak dikembangkan di era saat ini, seperti Al-Zahrawi penemu ilmu bedah, Ibu Sina penemu ilmu kedokteran, Al-Khawarizmi penemu angka 0, dan masih banyak lagi.

Dari penataan pendidikan ini kita tahu, tak ada sistem/ideologi manapun yang baik kecuali sistem isIam. Baik dalam mencetak generasi maupun mengelola negara. Akankah bertahan menggunakan sistem demokrasi yang berasal dari ideologi kapitalisme ini ?

Wallohua’lam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 150

Comment here