Opini

Pendidikan Islam, Pusat Keilmuan dan Peradaban

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Sri Utami (Praktisi Pendidikan)

Wacana-edukasi.com, OPINI–Hari Santri Nasional (HSN) merupakan momen bersejarah yang dirayakan setiap tahun sebagai bentuk apresiasi terhadap peran santri dalam perjalanan bangsa Indonesia. Perayaan ini bukan hanya sebagai pengingat akan kontribusi santri dalam perjuangan kemerdekaan, tetapi juga sebagai momentum untuk meneguhkan peran mereka dalam menjaga dan mengembangkan nilai-nilai keislaman, kebangsaan, dan persatuan.

Di berbagai daerah, Hari Santri diperingati dengan penuh semangat melalui berbagai kegiatan, mulai dari upacara bendera, doa bersama, hingga festival budaya yang mencerminkan identitas dan kekayaan tradisi pesantren. Momentum ini juga mengingatkan kita akan pentingnya pendidikan pesantren dalam mencetak generasi yang berakhlak mulia dan berdedikasi bagi kemajuan bangsa.
Seperti dilansir dari media ketik.co.id, puncak perayaan Hari Santri Nasional di Kabupaten Bandung pada 22 Oktober 2024 yang dihadiri oleh Cece Hidayat selaku kepala Departemen Agama setempat. Dalam kesempatan tersebut, ia menyatakan bahwa potensi santri di Kabupaten Bandung sangat besar, dengan data menunjukkan adanya 103.993 santri, 25.500 ustaz dan ustazah, serta 4.633 pesantren dan lembaga pendidikan terkait.
Menurutnya, potensi santri dianggap sebagai ladang amal untuk menegakkan dinul Islam, mengingat mereka adalah generasi penerus bangsa.

Pesantren berperan sebagai pusat pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat. Sehingga diharapkan ada dukungan untuk meningkatkan fasilitas dan kesejahteraan kiai agar kebutuhan santri terpenuhi, seperti ruang belajar, masjid yang nyaman, makanan bergizi, dan sanitasi yang bersih.

Sungguh merupakan kabar yang menggembirakan apa yang disampaikan oleh Pa Cece dalam hari puncak HSN. Memang selayaknya pemenuhan kebutuhan pendidikan merupakan kebutuhan wajib masyarakat yang harus dipenuhi oleh negara. Sehingga proses pembelajaran di pasantren atau lembaga pendidikan lain dapat berjalan lancar. Sarana Prasarana keperluan santri yang memadai dengan kesejahteraan kiai dan ajengan yang cukup .
Andaikan kesejahteraan ini bisa terjadi tentu akan menopang pendidikan pasantren akan semakin maju pesat dan berkualitas. Hingga mampu mencetak para santri yang berkualitas dan membanggakan bagi negara.

Tapi pada saat sekarang, apakah pemenuhan kebutuhan ponpes dan kesejahteraannya bisa terpenuhi? Berkaca dari yang sudah ada bahwa dana yang dikeluarkan pemerintah masih dibawah anggaran pemenuhan kebutuhan yang semestinya.
Saat ini, sistem pendidikan umum termasuk pesantren banyak bergantung pada biaya yang dibebankan kepada individu dan sering kali disesuaikan dengan kemampuan finansial masing-masing keluarga. Sumber dana untuk pendidikan umumnya berasal dari anggaran negara yang terbatas dan dibagi untuk banyak sektor, sehingga alokasi dana untuk pendidikan masih sering tidak mencukupi. Hal ini berakibat pada kurangnya fasilitas, kualitas tenaga pengajar, serta terbatasnya akses pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu.

Menjadi hal yang wajar terjadi dalam struktur ekonomi kapitalistik yang diterapkan saat ini, mengharapkan pesantren mendapat dukungan finansial yang besar memang terasa hampir mustahil. Bila pun ada dana yang dialokasikan, sering kali dihadapkan pada tantangan seperti kebocoran dana atau pengelolaan yang tidak transparan.

Sistem kapitalisme yang berfokus pada keuntungan finansial sering kali mengesampingkan dukungan pada sektor non profit , termasuk pendidikan agama seperti pesantren. Kondisi ini menciptakan celah yang bisa dimanfaatkan oknum untuk mengambil keuntungan pribadi dari alokasi dana yang semestinya diperuntukkan bagi pesantren.
Alhasil, bantuan yang diterima sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan atau tidak mencapai pesantren dalam jumlah yang memadai. Kebocoran dana ini menjadi salah satu hambatan utama dalam memastikan pesantren dapat menjalankan fungsi pendidikan, dakwah, dan pemberdayaan masyarakat dengan optimal.

Jauh berbeda dengan negara yang menerapkan sistem Islam, pendidikan dipandang sebagai hak setiap individu yang harus disediakan oleh negara tanpa membebani rakyat. Negara berfungsi sebagai pelayan umat yang menjamin kesejahteraan rakyatnya. Sebagaimana hadis Rasulullah Saw.
“Imam (kepala negara) adalah pengurus rakyat, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam sistem Islam, perhatian terhadap pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang agama sangat besar, sehingga negara dapat menyediakan dana untuk berbagai kebutuhan masyarakat, termasuk pendidikan pondok pesantren. SDM ini akan menjadi pilar yang membangun dan memperkuat negara di masa depan. Kemajuan atau kemunduran suatu negara nantinya bergantung pada mereka. Allah Swt berfirman :
وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ، فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا
“Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan)nya” (QS. Annisa: 9)

Jika kita berkaca pada masa kejayaan Islam, pendidikan di negara Islam berkembang pesat dan menjadi salah satu pilar utama kemajuan peradaban Islam. Salah satu faktor utama yang mendorong perkembangan ini adalah melimpahnya sumber keuangan negara yang dikelola secara efektif untuk kesejahteraan rakyat, baik bagi Muslim maupun non-Muslim (kafir dzimmi) yang hidup di bawah perlindungan Negara Islam.
Keuangan negara berasal dari berbagai sumber yang stabil dan beragam, seperti zakat, jizyah, kharaj (pajak tanah), serta pengelolaan aset-aset negara dan sumber daya alam. Dana ini dialokasikan secara adil untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, termasuk pendidikan.

Berkat dana yang cukup, Negara Islam mampu menyediakan fasilitas pendidikan gratis, menggaji para ilmuwan dan guru, serta membangun perpustakaan, pusat penelitian, dan sekolah-sekolah yang terbuka untuk seluruh rakyat tanpa memandang latar belakang agama.

Pada masa itu, pendidikan sangat terjangkau dan mudah diakses, sehingga masyarakat secara luas, dari anak-anak hingga orang dewasa, bisa mendapatkan ilmu pengetahuan, baik dalam ilmu agama maupun ilmu dunia.
Inilah yang membuat Negara Islam menjadi pusat keilmuan dunia pada zamannya, melahirkan banyak ilmuwan besar di bidang sains, matematika, kedokteran, astronomi, dan filsafat yang membawa kemajuan besar bagi peradaban umat manusia. “Tidakkah kita merindukannya?” Ketika syariat Allah ditegakkan, akan hadir kesejahteraan dan kemuliaan sejati bagi umat. Sudah saatnya kita menjadikan Pendidikan Islam sebagai role model pusat keilmuan dan kemajuan peradaban manusia. Ini bisa terwujud tatkala syariat Islam diterapkan secara kaffah.

Wallahualam bissawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 23

Comment here