Opini

Penebangan Liar, Sebabkan Banjir

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Siti Aisyah S.Sos.

wacana-edukasi.com, OPINI– Banjir bandang dan lahar di sumatera barat telah banyak memakan korban. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah korban yang melanda belasan wilayah kabupaten/kota bertambah menjadi 32 orang. Sedangkan tim penolong masih mencari puluhan orang yang dinyatakan hilang. Bencana banjir kali ini dianggap yang paling parah, masyarakat pun takut jika hujan datang kembali. Akibat dari banjir bandang ini beberapa fasilitas umum seperti jembatan rusak parah. Hal ini menyebabkan akses menjadi terhambat. Apa yang penyebab banjir bandang terjadi?

Banjir Bandang

Berdasarkan pantauan dan analisis terbaru citra satelit dari LSM Walhi Sumbar, pada Agustus sampai Oktober 2023, terdapat indikasi pembukaan lahan dan penebangan liar di Nagari Padang Air dingin, Kabupaten Solok Selatan, seluas 50 hektare. Sementara di Nagari Sindang Lunang, temuan serupa juga terjadi. Penebangan liar seluar 16 hektare.

Direktur Eksekutif Walhi Sumbar, Wengki Purwanto, mengatakan bencana banjir dan longsor yang terjadi di daerah kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) merupakan peristiwa berulang yang disebutnya makin kesini makin parah. Pemicu utamanya adalah penebangan liar. Pada kawasan ini hutan menjadi semakin rusak akibat penebangan dan pembukaan hutan yang sudah terpantau sejak tahun 2018.

Hal ini juga yang telah diakui oleh kepala dinas kehutanan Sumbar, Yozarwardi, bahwa beliau mengakui adanya penebangan liar di TNKS atau Taman Nasional Kerinci Seblat. Ia mengklaim bahwa pihaknya telah melakukan upaya penegakan hukum serta operasi pengamanan hutan. Beriringan dengan banyaknya laporan masyarakat terhadap pemerintah setempat. Namun nampaknya upaya hukum yang dilakukan hanya menyasar pada oknum kecil saja, belum menyentuh aktor utama.

Modus yang digunakan para sindikat penebang lair ini, klaimnya, melibatkan orang dalam pemerintah daerah dan aparat hukum dengan menerbitkan dokumen palsu. Dokumen palsu itu digunakan sebagai alat melegalisasi praktik illegal hingga terus berlangsung sampai saat ini. Maka tidaklah mengherankan jika upaya hukum sampai detik ini tidak maksimal atau bahkan terkesan tidak serius sebab ada peran oknum pemerintah dibalik sindikat penebangan liar yang saat ini masih marak terjadi.

Pengawasan dan Pengelolaan Hutan dalam Negara Islam

Hutan, dalam Syariah, termasuk dalam kepemilikan umum (al-milkiyah al-‘ammah) (Zallum, 1983:25). Ketentuan ini didasarkan pada hadits Nabi SAW :
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal : dalam air, padang rumput [gembalaan], dan api.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majah).
Pengelolaan hutan hanya dilakukan oleh negara saja, bukan oleh pihak lain (misalnya swasta atau asing). Mengenai kepemilikan umum ada dua cara pemanfaatannya; Pertama, untuk benda-benda milik umum yang mudah dimanfaatkan secara langsung, seperti jalan umum, rakyat berhak memanfaatkannya secara langsung. Namun disyaratkan tidak boleh menimbulkan bahaya (dharar) kepada orang lain dan tidak menghalangi hak orang lain untuk turut memanfaatkannya.

Kedua, untuk benda-benda milik umum yang tidak mudah dimanfaatkan secara langsung, serta membutuhkan keahlian, sarana, atau dana besar untuk memanfaatkannya, seperti tambang gas, minyak, dan emas, hanya negaralah –sebagai wakil kaum muslimin– yang berhak untuk mengelolanya.

Atas dasar itu, maka pengelolaan hutan menurut syariah hanya boleh dilakukan oleh negara (Khalifah), sebab pemanfaatan atau pengolahan hutan tidak mudah dilakukan secara langsung oleh orang per orang, serta membutuhkan keahlian, sarana, atau dana yang besar.

Negara wajib melakukan pengawasan terhadap hutan dan pengelolaan hutan.
Fungsi pengawasan operasional lapangan ini dijalankan oleh lembaga peradilan, yaitu Muhtasib (Qadhi Hisbah) yang tugas pokoknya adalah menjaga terpeliharanya hak-hak masyarakat secara umum (termasuk pengelolaan hutan). Muhtasib misalnya menangani kasus pencurian kayu hutan, atau pembakaran dan perusakan hutan.

Muhtasib bertugas disertai aparat polisi (syurthah) di bawah wewenangnya. Muhtasib dapat bersidang di lapangan (hutan), dan menjatuhkan vonis di lapangan. Sedangkan fungsi pengawasan keuangan, dijalankan oleh para Bagian Pengawasan Umum (Diwan Muhasabah Amah), yang merupakan bagian dari institusi Baitul Mal.

Kewajiban Negara dalam mengawasi dan mengelola hutan lainnya adalah Negara wajib mencegah segala bahaya (dharar) atau kerusakan (fasad) pada hutan. Dalam kaidah fikih dikatakan, “Adh-dlarar yuzal”, artinya segala bentuk kemudharatan atau bahaya itu wajib dihilangkan. Nabi SAW bersabda, “Laa dharara wa laa dhiraara.” (HR Ahmad & Ibn Majah), artinya tidak boleh membahayakan diri sendiri maupun membahayakan orang lain.

Ketentuan pokok ini mempunyai banyak sekali cabang-cabang peraturan teknis yang penting. Antara lain, negara wajib mengadopsi sains dan teknologi yang dapat menjaga kelestarian hutan. Negara wajib juga melakukan konservasi hutan, menjaga keanekaragaman hayati, melakukan penelitian kehutanan, dan sebagainya.

Dalam memerankan fungsinya ini, Negara berhak menjatuhkan sanksi ta’zir yang tegas atas segala pihak yang merusak hutan, termasuk didalamnya adalah pembalakan liar, pembakaran hutan. Ta’zir ini dapat berupa denda, cambuk, penjara, bahkan sampai hukuman mati, tergantung tingkat bahaya dan kerugian yang ditimbulkannya. Prinsipnya, ta’zir harus sedemikian rupa menimbulkan efek jera agar kejahatan perusakan hutan tidak terjadi lagi dan hak-hak seluruh masyarakat dapat terpelihara. Seorang cukong illegal logging, misalnya, dapat digantung lalu disalib di lapangan umum atau disiarkan TV nasional.

Pengaturan peraturan sanksi ini hanya dapat dilakukan dan diterapkan apabila sistem yang diterapkan Negara dalam sistem kekhalifahan Islam. Maka perlu adanya upaya untuk menyeru penerapan syariat dalam tatanan Negara. Agar permasalahan banjir bandang yang diakibatkan penambangan liar dapat terselesaikan.
Wallahualam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here