Opini

Penelantaran Anak Marak, Negara Harus Bertindak

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Phihaniar Insaniputri

wacana-edukasi.com, OPINI– Kasus penelantaran anak kerap terjadi di negara ini dan belum lama terjadi lagi di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Menurut Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Rini Handayani, sepanjang bulan Januari-April 2023 telah terjadi dua kasus bayi yang dibuang oleh orangtuanya di Kota Banjarmasin. Ia mengatakan bahwa pihaknya turut prihatin akan kasus ini dan berkomitmen untuk terus memantau kasus ini guna memastikan korban sebagai anak tetap terpenuhi hak-haknya (KemenPPPA.go.id, 8 April 2023). Adapun alasan yang membuat seorang anak ditelantarkan oleh orangtuanya menurut Kepala Bidang Perlindungan Khusus Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Banjarmasin, Dr. Tabiun Huda, rata-rata karena ayah ibunya tidak memiliki ikatan pernikahan yang membuat mereka malu, takut dan panik dan akhirnya memutuskan untuk tidak merawat anak tersebut (Tribunbanjarmasin.com, 6 April 2023).

Kasus ini memberikan gambaran nyata bahwa masih ada pengasuhan tidak layak anak di Indonesia yang korbannya adalah anak-anak tidak berdosa. Hak mereka sebagai anak dirampas saat mereka baru saja membuka mata didunia. Dan memberikan gambaran nyata bahwa pergaulan bebas makin merajalela baik dikalangan muda ataupun dewasa. Hal memprihatinkan yang terus berulang ini tentunya butuh segera diatasi agar tidak semakin marak terjadi. Pergaulan bebas pada akhirnya menyebabkan terjadinya Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) yang diikuti dengan penelantaran anak. Seperti siklus yang tidak ada akhir. Pada akhirnya hanya untuk menutupi aib yang dilakukan oleh orangtuanya, si anak yang kemudian menjadi korban. Bagaimana seharusnya menyikapi permasalahan ini?

Salah satu yang dilakukan oleh pihak KemenPPPA adalah mengembalikan salah satu bayi yang ditelantarkan kepada orangtuanya yang statusnya belum menikah. Dan untuk bayi yang lainnya saat ini masih dalam perawatan intensif di rumah sakit. Jika orangtuanya tidak ditemukan maka bayi tersebut akan diserahkan kepada panti perawatan milik Dinas Sosial Kalimantan Selatan paling lama enam bulan dan selanjutnya akan ada prosedur pengangkatan anak atau COTA yang dibantu oleh Lembaga asuhan yang ditunjuk. Selain itu KemenPPPA juga menilai perlu adanya gerakan yang sinergis dari berbagai lini, mulai dari Pemerintah, tokoh agama, tokoh adat, masyarakat hingga keluarga untuk memberikan edukasi reproduksi kepada anak dan remaja serta edukasi ketahanan keluarga bagi calon orangtua sebagai upaya pencegahan Tindakan pengasuhan tidak layak anak, termasuk program pencegahan perkawinan anak melalui satuan Pendidikan, kelurahan, RT/RW (Republika.co.id, Sabtu 8 April 2023). DP3A Banjarmasin juga mengatakan bahwa pihaknya terus berusaha untuk melalukan sosialisasi kepada remaja, mulai dari SMP, SMA hingga mahasiswa tentang pentingnya menjaga diri, kesehatan reproduksi, risiko melakukan hubungan seks diluar nikah mulai dari penyakit menular hingga risikonya di kehidupan social (Tribunbanjarmasin.co., 6 April 2023).

Lalu, cukupkah sampai disitu?

Menelisik lebih jauh kasus-kasus ini, seperti yang dikatakan oleh pihak DP3A bahwa rata-rata pelaku penelantaran anak adalah orang-orang yang tidak memiliki ikatan pernikahan, maka kita akan melihat bahwa akar masalahnya bukan sekedar ketidaktahuan akan kesehatan reproduksi dan risiko hubungan seks diluar nikah. Permasalahannya adalah pergaulan yang demikian bebas antara laki-laki dan perempuan baik usia remaja maupun dewasa. Oleh karena itu solusinya tidak cukup hanya dengan mengembalikan bayi yang terlantar kepada orangtuanya yang nyatanya belum menikah. Atau dengan edukasi-edukasi kesehatan reproduksi dan program pencegahan perkawinan anak semata. Yang lebih urgen adalah menjauhkan generasi-generasi penerus ini dari pergaulan bebas dan bahayanya.

Pergaulan bebas itu sendiri muncul karena adanya budaya permisif ditengah-tengah masyarakat yang demikian sekuler, yang terpisah antara kehidupan sosial dengan agama. Alhasil tidak ada rambu-rambu yang jelas mengenai batasan pergaulan laki-laki dan perempuan, karena agama dipinggirkan hanya sekedar melakukan ritual ibadah mahdhoh semata. Manusia boleh dan bisa melakukan apapun tanpa batasan, bebas berbuat sekehendak hati tanpa peduli konsekuensi, tanpa peduli apa yang dilakukannya kemaksiatan atau bukan. Dengan dalih kebebasan malah justru jadi kebablasan. Campur baur sedemikian bebas seperti yang kita lihat saat ini. Kaum laki-laki tidak lagi menundukkan pandangan mereka, dengan bebasnya menyapu segala penjuru dan menikmati pemandangan yang tidak halal bagi mereka. Begitupun kaum perempuannya, mereka bebas memamerkan aurat mereka dan tidak lagi menjaga kehormatannya. Oleh karena itu yang terjadi kemudian adalah munculnya kerusakan-kerusakan di segala aspek kehidupan, termasuk salah satunya penelantaran anak.

Kehidupan seperti ini sangat bertentangan dengan Islam. Dalam Islam manusia tidaklah bebas secara mutlak yang membuatnya boleh melakukan apapun, tapi manusia terikat dengan hukum-hukum syara’. Ada standar perbuatan yang dijadikan acuan. Begitupun dalam pergaulan. Dalam islam hukum asal laki-laki dan perempuan adalah terpisah dalam kehidupan umum sehingga interaksi mereka pun terbatas. Dan Islam melarang umatnya untuk mendekati zina, seperti yang telah Allah sampaikan dalam QS. Al-Isra : 17, “Janganlah kalian mendekati zina. Sesungguhnya zina itu perbuatan keji dan jalan yang buruk”. Dalam ayat ini Allah melarang mendekati zina, ini mengartikan bahwa segala sesuatu yang mengantarkan kepada mendekati zina itu dilarang. Seperti tontonan atau konten-konten yang berbau pornografi, tempat-tempat maksiat, bagi perempuan akan diwajibkan untuk menutup auratnya saat berada di ruang umum untuk menjaga kehormatan mereka dan juga kaum laki-laki, bahkan berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram juga dilarang.

Islam dengan kesempurnaan aturan dari Ilahi ditambah dengan keimanan yang kuat bagi tiap individu dalam menjalankan aturan itu, akan menjadikan pergaulan antara laki-laki dan perempuan terjaga sehingga meminimalisir kemaksiatan. Setiap individu juga akan berpikir panjang sebelum bermaksiat karena ada konsekuensi yang berat. Selain dosa, setiap pezina akan mendapatkan hukuman yang berat berupa jilid (hukum cambuk) dan rajam. Dalam level masyarakat akan terbentuk suasana ketakwaan dan saling mengingatkan sebagai bentuk kontrol sosial. Dan negara mempunyai andil besar dalam menjaga dan melindungi rakyatnya dari pergaulan bebas agar tidak semakin tergerus dan terbawa arus. Negara bertanggung jawab sebagai perisai bagi rakyatnya dari gempuran-gempuran pemikiran sekuler yang menumbuh suburkan kebebasan. Begitu luar biasanya islam dalam menjaga generasi. Dengan penjagaan yang sedemikian rupa dan meliputi berbagai lini, niscaya akan menurunkan angka perzinaan dan juga penelantaran anak.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 25

Comment here