Opini

Penembakan WNI di Malaysia, Bukti Lemahnya Perlindungan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Amelia Putri (Aktivis Muslimah)

Wacana-edukasi.com, OPINI– Seorang warga negara Indonesia (WNI) dilaporkan tewas dan empat lainnya mengalami luka-luka dalam insiden penembakan di perairan Tanjung Rhu, Selangor, Malaysia, pada Jumat, 24 Januari, sekitar pukul 00.00 waktu setempat. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia melalui keterangan yang diterima CNA Indonesia pada Senin pagi, 27 Januari, mengonfirmasi kejadian tersebut. Insiden ini melibatkan kapal patroli milik Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM).

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kepolisian Diraja Malaysia (PDRM), APMM melepaskan tembakan ke arah sebuah kapal yang diduga mengangkut WNI yang berupaya meninggalkan Malaysia secara ilegal. Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, menjelaskan bahwa penembakan terjadi setelah kapal tersebut menabrak kapal patroli APMM dan penumpangnya diduga melakukan perlawanan.

Kasus seperti ini bukan yang pertama kali terjadi. LSM Migrant Care mencatat bahwa dalam 20 tahun terakhir, sedikitnya 75 pekerja migran Indonesia (PMI) meninggal akibat dugaan extra judicial killing atau pembunuhan tanpa proses hukum oleh aparat Malaysia. Selain itu, jumlah PMI yang bekerja secara tidak prosedural mencapai 5 juta orang. Menurut data dari P2MI per November 2024, dalam tiga tahun terakhir saja, tercatat 1.300 PMI meninggal dunia. (Detik.com, 3 Februari 2025).

Berkali-kali kasus seperti ini terjadi, namun tampaknya pemerintah masih belum serius dalam menangani persoalan pekerja migran. Perlindungan terhadap PMI bukan hanya tugas satu kementerian, tetapi memerlukan koordinasi berbagai pihak. Persoalan ini berkaitan dengan banyak faktor, seperti kebijakan ketenagakerjaan, pengangguran di dalam negeri, perdagangan manusia, hingga lemahnya penegakan hukum.

Solusi praktis sebenarnya bisa dilakukan, misalnya dengan memperketat regulasi dan mengurangi jumlah tenaga kerja yang dikirim ke luar negeri. Selain itu, membuka lebih banyak lapangan kerja di dalam negeri menjadi langkah yang sangat penting. Sayangnya, pemerintah saat ini masih terpaku pada sistem ekonomi kapitalistik yang lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi dari pada kesejahteraan rakyat.

Salah satu kesalahan mendasar dalam kebijakan perlindungan PMI adalah cara pandang negara terhadap rakyatnya. Negara saat ini lebih melihat warga negaranya sebagai tenaga kerja yang bisa memberikan keuntungan ekonomi melalui remitansi. Remitansi yang dikirimkan oleh pekerja migran menjadi sumber devisa yang besar bagi negara, sehingga alih-alih melindungi PMI, pemerintah lebih fokus pada bagaimana meningkatkan pemasukan dari sektor ini. Akibatnya, perlindungan terhadap pekerja migran menjadi sangat lemah.
Jika dibandingkan dengan sistem Islam, perbedaannya sangat jelas bahwa negara hadir untuk melayani rakyatnya, bukan sekadar sebagai regulator yang hanya mengatur kebijakan ekonomi demi keuntungan materi semata. Negara Islam, yaitu Daulah Khilafah, memiliki tanggung jawab penuh dalam memastikan kesejahteraan setiap warga negaranya.

Islam menekankan bahwa seorang pemimpin bertanggung jawab atas rakyatnya. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Seorang imam adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam Islam, negara bertindak sebagai ra’in (pengurus) yang memastikan bahwa setiap warga negara mendapatkan kehidupan yang layak. Warga negara tidak dipandang sebagai alat ekonomi semata, tetapi sebagai individu yang harus dijamin kesejahteraannya.

Syeikh Abdurrahman Al-Maliki dalam bukunya Politik Ekonomi Islam menyebutkan bahwa negara wajib memenuhi kebutuhan dasar setiap individu, baik sandang, pangan, maupun papan. Selain itu, negara juga bertanggung jawab untuk menyediakan pekerjaan bagi rakyatnya.
Syeikh Taqiyyuddin An-Nabhanni dalam kitabnya Muqaddimah Ad-Dustur menegaskan bahwa negara harus menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyat yang memiliki kemampuan dan keahlian, tetapi tidak mendapatkan pekerjaan. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Siapa saja yang meninggalkan harta, itu adalah hak ahli warisnya. Siapa saja yang meninggalkan orang lemah, yang tidak punya anak maupun orang tua, itu adalah urusan kami.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam Daulah Khilafah, lapangan pekerjaan tersedia luas, baik di sektor jasa, perdagangan, industri, pertanian, maupun pertambangan. Negara juga mendorong pemanfaatan lahan kosong atau ihyaul mawat untuk memperluas lapangan kerja. Dengan begitu, rakyat tidak perlu pergi ke luar negeri hanya untuk mencari nafkah.

Sistem ekonomi Islam juga menjamin bahwa layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan adalah tanggung jawab negara. Semua layanan ini disediakan secara gratis dan berkualitas, sehingga masyarakat tidak perlu mengkhawatirkan biaya hidup yang tinggi. Dengan sistem ini, masyarakat bisa hidup sejahtera tanpa harus menjadi pekerja migran di luar negeri.

Jika ada kasus perdagangan manusia atau eksploitasi pekerja, Daulah Khilafah akan memberikan sanksi yang berat dan menjerakan kepada pelakunya. Negara bertanggung jawab penuh dalam melindungi warganya dari segala bentuk kejahatan, termasuk eksploitasi tenaga kerja. Rasulullah ﷺ bersabda:
“Sesungguhnya seorang imam (khalifah) adalah perisai, yang orang-orang akan berperang di belakangnya dan berlindung dengannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Beliau juga bersabda:
“Hilangnya dunia lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. An-Nasai no. 3987 dan Tirmidzi no. 1455).

Seperti inilah solusi nyata yang ditawarkan oleh Islam berupa penerapan sistem Khilafah. Dengan sistem Khilafah, rakyat akan mendapatkan jaminan hidup yang layak, pekerjaan yang mencukupi, dan perlindungan yang kuat dari negara. Dengan sistem ini, tidak akan ada lagi rakyat yang terpaksa menjadi pekerja migran hanya untuk bertahan hidup.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here