Oleh: Fani Ratu Rahmani (Aktivis dakwah dan Penulis )
Wacana-edukasi.com — Tren positif covid-19 semakin meningkat di Kota Balikpapan. Penularan ini muncul dari berbagai klaster. Lagi-lagi Balikpapan harus menelan pil pahit dengan episode kenaikan positif covid-19 yang belum berakhir.
Satgas Penanganan Covid-19 Kota Balikpapan mewaspadai klaster pengantin. Laporan Satgas Penanganan Covid-19 menyebutkan, hari ini bertambah 4 kasus dan sehari sebelumnya 12 kasus. Selain klaster pengantin, klaster pekerja migas juga menjadi perhatian Satgas Penanganan Covid-19 Kota Balikpapan karena jumlahnya terus meningkat. Dari 5 perusahaan migas jumlah terkonfirmasi positif 22 kasus.
Melihat hal ini, Dinkes Pemkot Balikpapan mencanangkan pengetatan protokol kesehatan (prokes) di masyarakat. Pemerintah Kota Balikpapan melalui Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 mengeluarkan tiga surat edaran dalam rangka pengetatan protokol kesehatan. (Sumber : Kaltim Prokal)
Surat edaran ini membahas kegiatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan kerumunan. Surat edaran pertama ditujukan kepada kepala KUA, pimpinan rumah ibadah dan masyarakat Kota Balikpapan tentang penerapan protokol kesehatan dalam pelaksanaan akad/pemberkatan dan resepsi. Dan untuk surat edaran ketiga ditujukan kepada pelaku usaha/ pengelola/penanggung jawab tempat dan fasilitas umum warung makan, restoran, kafe, angkringan/lapak jalanan (Kalimantan-Bisnis.com).
Namun, pengetatan prokes sejatinya hanya solusi cabang. Karna potensial kerumunan terus terjadi melalui klaster baru. Penertiban dilakukan di satu sisi, ternyata muncul klaster melalui jalan lain. Termasuk, klaster sekolah jika pemerintah daerah melaksanakan pembelajaran tatap muka (PTM).
Kemudian, Melihat dari geliat masyarakat yang enggan tertib prokes sebenarnya menunjukkan kesadaran yang begitu minim. Masyarakat sekuler-kapitalistik berfikir asas manfaat, lebih mengedepankan kebebasan dan kesenangan pribadi. Bagi sebagian masyarakat, prokes adalah sesuatu yang merepotkan dan mengekang di era adaptasi kebiasaan baru seperti sekarang.
Ditambah pemerintah pusat maupun daerah yang labil mengatasi pandemi. Terlalu banyak pertimbangan termasuk ekonomi. Dari awal kemunculannya juga demikian. Makin kesini pertimbangan politik pun juga turut diikut sertakan seperti kasus tren positif saat Pilkada. Namun, kasus dibuka setelah pilkada berlangsung.
Sistem kapitalisme yang diterapkan saat ini memang jauh dari keseriusan untuk menjadikan nyawa sebagai prioritas utama diselamatkan. Sistem kapitalisme mencetak pemimpin yang setengah hati menyelesaikan masalah umat. Sistem kapitalisme justru menjadikan pandemi sebagai ajang komersialisasi yang menjerat penguasa dan masyarakat. Mulai dari rapid test, swab test, hingga vaksinasi covid-19 yang sarat nilai materialistik.
Selama sistem kapitalisme melenggang di dunia, maka dunia akan sulit lepas dari pandemi ini. Bahkan WHO saja merilis ada virus covid yang lebih ganas dari yang sekarang merebak. Ini membuktikan bahwa sistem sekarang gagal untuk menyelesaikan satu episode pandemi dan masyarakat harus bersiap dengan ‘badai’ baru.
Penuntasan masalah pandemi seharusnya fokus hingga ke akarnya yaitu sistem kehidupan diganti sistem Islam. Islam sebagai sebuah aturan seharusnya dijadikan pedoman untuk seluruh aspek kehidupan. Islam mampu menyelesaikan problematika umat termasuk pandemi.
Sistem Islam menjadikan nyawa manusia sbg prioritas karna termasuk maqasid syariah atau tujuan penerapan Islam yaitu menjaga jiwa (hifdzun nafs). Dengan tujuan ini, mulai dari individu hingga negara terdorong untuk menjaga jiwa manusia. Karna nyawa dalam Islam adalah sesuatu yang berharga lebih dari dunia dan seisinya.
Sistem Islam akan mencerdaskan masyarakat untuk jadi mitra bagi penguasa dengan dorongan aqidah utk menutup penularan covid-19. Menjalankan prokes dengan kesadaran bahwa ini upaya keselamatan masyarakat dan memutuskan mata rantai pandemi di tengah umat. Bagian dari menjaga jiwa (hifdzun nafs).
Sistem Islam melahirkan pemimpin yang menjadi raa’in dan junnah dengan menerapkan hukum syara’. Pemimpin dalam Islam yaitu Khalifah akan menghentikan titik penyebaran pandemi ini dengan berbagai uslub (cara). Dorongannya karna bentuk tanggung jawab kepada Allah ta’ala.
Selain itu, dengan penerapan Islam berbagai aspek maka masyarakat tidak perlu khawatir dengan konsekuensi terhambat memenuhi kebutuhan, karna negara akan berperan untuk penuhi kebutuhan masyarakat selama fase memutuskan mata rantai penularan covid-19. Begitupula kebutuhan pendidikan difasilitasi pula oleh negara.
Disinilah umat Islam harus paham bahwa hanya Islamlah yang seharusnya diambil dan terapkan. Secara empiris, historis, dan normatif dalam Islam jelas bahwa hanya Islam yang mampu menuntaskan. Kewajiban kita sebagai muslim untuk berislam secara kaffah, maka harus berjuang untuk menegakkannya dalam bingkai khilafah. Semoga episode pandemi ini segera berakhir dengan tegaknya Islam Kaffah di muka bumi ini. Aamiin.
Wallahu a’lam bis shawab.
Views: 2
Comment here