Opini

Pengangguran Merajalela, Negara Gagal Menyejahterakan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Dzakiyah Kadziyah Al Khansa Wahdah, S.Pd., Gr
(Guru dan Pemerhati Remaja)

wacana-edukasi.com, OPINI– Pekerjaan adalah hal yang penting dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup setiap orang. Ketika pekerja kesulitan mencari pekerjaan inilah yang menyebabkan terjadinya pengangguran. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat data Februari 2023 masih ada 7,99 juta pengangguran di Indonesia. Angka ini 5,45 persen dari total angkatan kerja per tahun sebesar 146,62 juta tenaga kerja. Meski masih banyak pengangguran, namun menurut BPS angka ini lebih baik dari jumlah pengangguran tahun 2022. https://ekonomi.republika.co.id/berita/ru66wh370/bps-indonesia-punya-799-juta-pengangguran
Pernyataan pejabat negeri ini makin membuat rakyat mengelus dada. Presiden Jokowi menyatakan bahwa 2022 merupakan periode tersulit bagi dunia. Namun, Indonesia beruntung karena—menurutnya—hal itu tidak begitu terasa bagi masyarakat Indonesia.
“Tahun 2022 kemarin adalah tahun yang sangat sulit. Tahun yang sangat sulit bagi dunia, bagi seluruh negara yang ada di dunia ini, tapi kita sepertinya tidak merasakan. Karena kita masih tumbuh pada posisi normal ekonomi kita,” kata Jokowi (CNBC Indonesia, 10-1-2023).

Perbedaan Kasta
Pernyataan Jokowi ini menunjukkan adanya perbedaan kasta antar pemimpin dan rakyatnya. Pemimpin seolah tutup mata atas realita yang ada sekarang dan seolah tidak tahu kondisi rakyatnya. Betapa tidak, saat ini Indonesia sedang resesi, kondisi ekonomi benar-benar sulit. Rakyat banyak yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sehingga pengangguran dan kemiskinan makin parah. Harga barang-barang kebutuhan pokok melonjak sehingga dapur sulit mengepul. Efeknya, terjadi stres massal, termasuk berbagai kasus bunuh diri akibat tekanan ekonomi.

Kemiskinan adalah problem kompleks yang berakar dari penerapan sistem politik ekonomi yang asasnya rusak sehingga memproduksi berbagai kerusakan. Realitas sulitnya ekonomi Indonesia pada 2022 amat terang benderang. Gelombang PHK massal oleh perusahaan startup; PHK pabrik tekstil mencapai 500 ribu orang; kenaikan harga barang-barang, termasuk pangan; juga kenaikan harga BBM Pertalite dan solar bersubsidi.

Semua ini adalah bukti riil bahwa rakyat sangat terdampak resesi. Lantas, bagaimana bisa mengatakan Indonesia tidak merasakan kesulitan ekonomi tersebut? Sungguh cerminan pemimpin yang tidak peduli terhadap penderitaan rakyatnya.

Meski rakyat banyak kelaparan, balita stunting, ibu-ibu stres hingga bunuh diri karena tekanan ekonomi, ataupun para pemuda putus sekolah karena tidak ada dana, penguasa tidak merasakan apa-apa. Penguasa seolah mati rasa karena yang biasa mereka temui setiap harinya adalah para kapitalis yang tentunya kaya raya. Bayangkan saja, per September 2022, BPS mencatat garis kemiskinan di Indonesia mencapai Rp535.547 per bulan per kapita. Angka ini dihitung dari rata-rata pengeluaran masyarakat, bukan dengan yang semestinya. Dengan standar itulah, diperoleh data penduduk miskin pada periode yang sama sebanyak 26,36 juta orang, atau setara dengan 9,57% dari total penduduk Indonesia.

Pejabat Versi Islam Kaffah
Pemimpin dalam Islam adalah raa’in (pengurus) atau mas’ul (penanggung jawab) dan junnah (penjaga) bagi rakyat. Pemimpin ikut merasakan kesulitan rakyat dan bekerja keras untuk menyejahterakan rakyat. Penguasa dalam Islam yakin bahwa kepemimpinannya akan ia pertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt. kelak pada Hari Akhir.

Islam adalah ideologi yang memiliki konsep lengkap. Jika diterapkan dalam kancah negara, sistem Islam dapat membuat negara menjalankan tugasnya karena Islam memerintahkan bahwa tugas pemimpin adalah melayani urusan rakyat. Mereka juga akan diminta pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.

Konsep Islam dalam mengurusi rakyat adalah menjamin kebutuhan dasar seluruh masyarakat terpenuhi, yakni sandang, pangan, papan, kesehatan, dan keamanan. Pemimpin yang menerapkan Islam akan mencari siapa pun yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya, misalnya yang terkategori fakir, miskin, punya utang, dsb. Sebagaimana dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khaththab. Ketika terjadi paceklik, banyak rakyat yang kesulitan makanan. Saat itu Umar ra. mencegah dirinya makan enak, demi empatinya pada rakyat. Umar berkata, “Bagaimana saya bisa mementingkan nasib rakyat, kalau saya sendiri tidak merasakan kesulitan yang mereka alami.”

Negara juga akan memberikan bantuan berupa zakat jika mereka termasuk delapan orang yang berhak menerima zakat. Negara akan memberi bantuan modal tanpa riba, membuka lapangan kerja dengan mendirikan industri padat karya bagi rakyat yang belum punya pekerjaan, ataupun memberikan tanah bagi siapa pun yang dapat menghidupkan tanah mati dengan mengelolanya.

Dari konsep ini, negara mendorong rakyat untuk bekerja, tetapi tetap menjamin kebutuhan sampai mereka dapat menghasilkan pendapatan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri.

Beginilah cara Islam melindungi rakyatnya dan ini hanya bisa dilakukan oleh negara yang mengambil Islam sebagai ideologi. Tidak hanya menjamin keamanan masyarakat dalam negerinya, tetapi juga keamanan seluruh dunia. Negara seperti ini sudah pernah ada selama 13 abad lamanya, dipimpin oleh khalifah yang banyak jumlahnya.
Wallâhu a’alam bish-shawâb wa shallallâhu ‘alâ nabiyyinâ Muhammad.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 19

Comment here