Opini

Pengelolaan Tambang Makin Runyam : Kebijakan Izin Tambang ke Ormas

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Tsaqifa Farhana (Aktivis Mahasiswa)

wacana-edukasi.com, OPINI– Negeri dengan potensi kekayaan alamnya yang melimpah ruah, seharusnya dapat menjadikan negeri tersebut berdaya dalam membangun dan mengayomi rakyatnya. Namun fakta saat ini mengatakan sebaliknya, Indonesia dengan kekayaan sumber daya alam (SDA) termasuk tambang dan mineral yang terkandung pada tanah ring of fire sampai saat ini belum bisa dirasakan manfaatnya oleh rakyat.

Kesalahan pengelolaan sumber daya alam, termasuk tambang oleh Negara berakibat pada kerusakan lainnya. Seperti kasus korupsi tambang yang terjadi di Indonesia, dalam sepuluh tahun terakhir ini. Salah satu contohnya, kasus korupsi tambang timah 271 T. Yang merupakan puncak gunung es dari kusutnya pengelolaan tambang Indonesia. Belum lagi kasus-kasus korupsi yang telah terjadi sebelumnya, dengan pelaku mulai dari korporasi swasta, perorangan hingga menyeret para pejabat.

Pengelolaan tambang di Indonesia semakin runyam. Banyak kasus korupsi tambang dimana-mana, dampak kerusakan akibat pertambangan hingga kerusakan lingkungan yang membahayakan masyarakat setempat. Belum juga usai permasalahan ini, pemerintah justru mengeluarkan kebijakan kontroversial. Dengan memberikan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) kepada organisasi masyarakat (ormas) dalam revisi PP No.96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara.

Menurut Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia pemerintah merevisi PP terkait IUPK ini kepada ormas dikarenakan ormas keagamaan dianggap berjasa dalam memerdekakan Indonesia sehingga selayaknya diberikan IUPK.

Izin penambangan untuk ormas keagamaan diresmikan oleh Presiden Jokowi melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP No. 96 Tahun 2021. Revisi PP terbaru ini berlaku mulai 30 Mei 2024. Kebijakan ini semakin menimbulkan kontroversi. Banyak pihak menolak dan tidak setuju atas bagi-bagi izin pengelolaan tambang ke ormas.

Ketika IUPK tambang diberikan kepada ormas keagamaan dengan dalih bahwa ormas keagamaan berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan negeri ini. Bukankah yang memperjuangkan kemerdekaan tak hanya ormas, namun masyarakat luas?
Maka dalih “balas budi” harusnya diberikan kepada masyarakat secara luas sebagai balas budi pejuang kemerdekaan. Dengan mengelola sumber daya alam yang dikelola oleh negara dan hasilnya diberikan kepada masyarakat.

Selain itu, kebijakan PP 2024 terkait izin bagi-bagi tambang kepada ormas ini berbahaya dan menyalahi konstitusi. Secara konstitusi, dalam UUD 1945 Pasal 33 ayat 3 telah jelas menyebutkan bahwa pengelolaan tambang berupa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, termasuk barang tambang dikelola oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Berdasarkan konstitusi ini saja, sudah terlihat bahwa seharusnya pengelolaan tambang dilakukan oleh negara dan tidak diserahkan kepada individu, kelompok atau korporat termasuk juga ormas keagamaan. Tak hanya bertentangan dengan UUD 1945, PP ini juga bertentangan dengan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara. UU Minerba ini mengatur bahwa izin IUPK hanya diberikan kepada BUMN dan BUMD. Terkait Wilayah Izin Pertambangan Khusus (WIUPK) yang diberikan kepada ormas keagamaan adalah wilayah pertambangan “bekas” perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B).

Titik Kritis

Berbagai penolakan muncul atas kebijakan ini. Mulai dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Muhammad Arman yang tidak setuju. Menurutnya kebijakan ini alih-alih menyejahterakan rakyat, malah memicu timbulnya konflik horizontal antara ormas dan masyarakat. Konflik horizontal antara masyarakat adat dan area pertambangan dengan ormas keagamaan yang mengelola tambang akan berpotensi muncul.

Menurut Arman, banyak kelompok masyarakat adat yang telah mengalami konflik dengan tambang dan proyek investasi. Bahkan tak jarang menelan korban jiwa akibat dampak rusaknya lingkungan dan lubang-lubang bekas pertambangan yang tidak segera di reklamasi. Dampak dari PP pengelolaan tambang oleh ormas adalah besarnya potensi berubahnya arah perjuangan ormas. Ormas yang seharusnya berada di pihak masyarakat, malah berpotensi dimanfaatkan oleh pihak lain.

Menurut Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Arie Rompas mengatakan bahwa kebijakan ini berpotensi membuka peluang sumber daya alam sebagai alat transaksi kepentingan politik. Ormas diberikan hak untuk mengelola tambang, maka ormas akan disibukkan dengan urusan itu. Bahkan ormas akan sangat mungkin “terbeli” karena sudah mendapatkan bagian “kue”.

Khususnya pada ormas Islam, yang merupakan tempat berkumpulnya para ulama yang paham betul akan syariat Islam. Dan sudah seharusnya menjalankan peran sebagai muhasabah lil hukkam – pengoreksi atas kebijakan dan hukum – agar sesuai dengan syariat Allah. Berada di garda terdepan saat batas-batas hukum Allah dilanggar. Bukan malah mengamini, diam dan ikut melegalkan kebijakan dzalim.

Sejatinya, pemilik sumber daya alam (SDA) termasuk tambang adalah kita (umat). Syariat Islam telah jelas menetapkan kepemilikan ini, dan pengelolanya adalah negara Islam. Dalam pandangan Islam, tambang apa pun yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak terkategori sebagai harta milik umum (milkiyyah ‘ammah).

Dasarnya, antara lain hadis Nabi SAW yang dituturkan oleh Abyadh bin Hammal ra. Disebutkan demikian,
أَنَّهُ وَفَدَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاسْتَقْطَعَهُ الْمِلْحَ فَقَطَعَ لَهُ فَلَمَّا أَنْ وَلَّى قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْمَجْلِسِ أَتَدْرِي مَا قَطَعْتَ لَهُ إِنَّمَا قَطَعْتَ لَهُ الْمَاءَ الْعِدَّ قَالَ فَانْتَزَعَهُ مِنْهُ
“Sungguh ia (Abyadh bin Hammal) pernah datang kepada Rasulullah SAW. Ia lalu meminta kepada beliau konsensi atas tambang garam. Beliau lalu memberikan konsensi tambang garam itu kepada Abyadh. Namun, tatkala Abyadh telah berlalu, seseorang di majelis tersebut berkata kepada Rasulullah. “Tahukah Anda apa yang telah Anda berikan kepada Abyadh? Sungguh Anda telah memberinya harta yang (jumlahnya) seperti air mengalir (sangat berlimpah).” (Mendengar itu) Rasulullah SAW lalu menarik kembali pemberian konsesi atas tambang garam itu dari Abyadh.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi).

Hadis ini memang berkaitan dengan tambang garam. Namun demikian, ini berlaku umum untuk semua tambang yang jumlahnya berlimpah atau menguasai hajat hidup orang banyak. Ini sesuai dengan kaidah usul,
العِبْرَةُ بِعُمُوْمِ اللَفْظِ، لاَ بِخُصُوْصِ السَّبَبِ

“Patokan hukum itu bergantung pada keumuman redaksi (nas)-nya, bukan bergantung pada sebab (latar belakang)-nya.” (Fakhruddin ar-Razi, Al-Mahshûl fii ‘Ilm Ushûl Fiqh, 3/125).

Rasulullah bersabda,
الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْمَاءِ وَالنَّارِ
“Kaum muslim berserikat (dalam hal kepemilikan) atas tiga perkara: padang rumput, air, dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad)

Berdasarkan hadis di atas, tambang apa pun yang menguasai hajat hidup orang banyak atau jumlahnya berlimpah—tidak hanya tambang garam, sebagaimana dalam hadis di atas—haram dimiliki oleh pribadi/swasta, apalagi pihak asing, termasuk haram diklaim sebagai milik negara. Negara hanya memiliki kewajiban dalam pengelolaannya, lalu hasilnya diberikan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

Kebijakan bagi-bagi izin tambang untuk ormas ini seharusnya semakin menyadarkan, membuka mata dan telinga kita terutama aktivis dan pemuda bahwa kondisi saat ini adalah negara telah berlepas tangan terhadap tanggung jawabnya. Untuk mengelola SDA, mengurusi dan mensejahterakan rakyatnya. Dapat kita lihat dengan jelas, negara hanya memberikan hak pengelolaan sumber daya alam kepada mereka yang dikehendaki. Fenomena seperti ini dapat terjadi akibat penerapan hukum buatan manusia, Kapitalisme dalam negara. Sehingga dalam menetapkan kebijakan, negara tidak berlandas kepada aturan Allah dan malah menjadikan landasan keuntungan dan materi sebagai standar dalam kebijakan.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 20

Comment here