Oleh : Siva Saskia
wacana-edukasi.com– Masyarakat Indonesia kembali dihebohkan dengan kebijakan pemerintah mengenai proses peralihan menuju ibu kota negara yang bernama Nusantara yang rencananya akan dimulai tahun ini . Usai DPR mengesahkan RUU tentang IKN menjadi UU beberapa hari lalu.
Rapat Paripurna DPR RI yang dipimpin oleh Ketua DPR RI Dr. (H.C) Puan Maharani menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN). Dalam pembicaraan tingkat II tersebut, seluruh Fraksi di DPR RI menyatakan bahwa persetujuannya terhadap RUU IKN untuk menjadi undang-undang. “Selanjutnya kami akan menanyakan sekali lagi kepada seluruh Anggota Dewan, apakah Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara dapat disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang?” ujar Puan diikuti persetujuan peserta Rapat Paripurna DPR RI di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (18/1/2022).
Sebelumnya, Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan RUU IKN secara resmi mulai dibahas oleh Pansus IKN pada masa persidangan II tahun sidang 2021-2022 tepatnya pada tanggal 7 Desember 2021 dengan melaksanakan rapat kerja dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Menteri Keuangan, Menteri ATR BPN, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Hukum dan HAM.
Selanjutnya, Doli mengatakan dalam pembicaraan tingkat I pada rapat kerja bersama pemerintah pada 18 Januari 2022, telah disepakati bahwa Ibu Kota Negara diberi nama ‘Nusantara’. “Yang selanjutnya disebut Ibu Kota Nusantara,” papar Doli saat membacakan laporan Pansus IKN terhadap RUU IKN.
Politisi Partai Golkar itu menambahkan, dalam rapat kerja pembicaraan tingkat I tersebut, delapan fraksi serta Komite I DPD RI menyatakan menerima hasil pembahasan RUU tentang IKN dan melanjutkan pembahasan selanjutnya pada pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan dalam rapat paripurna DPR RI.Ke-delapan fraksi tersebut adalah Fraksi PDI-Perjuangan, Fraksi Golkar, Fraksi Gerindra, Fraksi NasDem, Fraksi PKB, Fraksi Demokrat, Fraksi PAN dan Fraksi PPP. Sementara itu, Fraksi PKS, tambah Doli, menolak hasil pembahasan mengenai RUU IKN dan menyerahkan pengambilan keputusannya pada pembicaraan tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI.
Doli berharap dengan disetujuinya RUU IKN menjadi UU dapat memastikan berkembangnya episentrum atau magnet-magnet baru pertumbuhan, pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Guna mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945,” tutupnya.
Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin berpandangan, anggaran pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Tahun 2022 yang akan mencatut anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tidak tepat. Menurut dia, kebijakan tersebut justru akan menimbulkan luka di hati masyarakat karena dilakukan di tengah pandemi Covid-19 yang masih mewabah.“Mestinya, uang tersebut untuk rakyat yang terdampak Covid-19. Pemaksaan dana pemulihan ekonomi yang dialihkan untuk IKN, ini bisa melukai rakyat,” kata Ujang saat dihubungi Kompas.com, Rabu (19/01/2022).
Setiap kebijakan dan keputusan yang ditetapkan oleh para penguasa pemerintahan kapitalis demokrasi memang pada dasarnya akan menzalimi rakyat. Kebijakan tersebut tidak akan menjadi solusi bagi seluruh masyarakat namun akan menimbulkan masalah baru dalam pelaksanaannya. Pemindahan IKN ke Kalimantan Timur ini pun dinilai sebagai okupansi atau pencaplokan wilayah Kaltim. Sudah seharusnya masyarakat menyadari bahwa megaproyek IKN ini adalah proyek pemerintah untuk memperoleh sesuatu di wilayah calon Ibu Kota Negara Baru.
Diketahui, pernyataan mengenai anggaran PEN bakal digunakan untuk anggaran pemindahan IKN diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Hal itu dinyatakan setelah DPR menetapkan Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) disahkan menjadi Undang-undang IKN. Pernyataan Sri Mulyani menunjukkan bahwa apa saja akan dilakukan pemerintah demi mewujudkan pemindahan proyek IKN. Masyarakat pada dasarnya hanya bisa bergantung kepada keputusan penguasa. Namun sayangnya, lagi-lagi penguasa negeri ini telah menyakiti hati masyarakat. Demi pemindahan IKN yang tidak jelas alasan urgensinya, dana PEN yang seharusnya dialokasikan untuk masyarakat malah akan dicatut untuk menambah dana pemindahan IKN. Astaghfirullah. Sungguh suatu kebijakan yang penempatan prioritasnya sama sekali tidak tepat.
Pemerintah seharusnya peduli terhadap masyarakatnya. Sejatinya seorang pemimpin adalah orang yang wajib bertanggung jawab bagi seluruh rakyat, mengurus dan memenuhi kebutuhan masyarakat sebaik-baiknya. Namun ketika penguasa negeri malah terus menerus melakukan kebijakan yang amat membebani masyarakat bahkan hingga tak peduli akan nasib rakyat, maka jelas bahwa penguasa telah berbuat zalim. Pengabaian pada prioritas masyarakat ini adalah bukti bahwa kebijakan pemindahan Ibu Kota Negara adalah demi kepentingan para oligarki kapitalis semata.
penetapan kebijakan yang didasari oleh sistem kapitalisme berbasis demokrasi memang tak akan pernah menyejahterakan seluruh rakyat. Hanya akan menguntungkan kaum oligarkis.. Sudah selayaknya masyarakat membuang dan melepaskan sistem demokrasi ini tanpa berharap lebih jauh. Karena sistem dan peraturan yang dibuat oleh manusia hanya akan merusak dan menyengsarakan ummat
saatnya ummat kembali kepada satu-satunya sistem yang mampu mengayomi serta melindungi manusia sepenuhnya, yakni Sistem Islam. Penerapan syariat Islam yang berasal dari Al-Qur’an dan Assunnah akan memastikan penguasa negara Islam melaksanakan tugas sebagai pengurus masyarakat seutuhnya. Penguasa akan memastikan untuk memilih prioritas masyarakat yang terpenting dan melaksanakannya lebih dahulu. Mengambil solusi terbaik dalam Islam agar permasalahan segera tuntas tanpa menimbulkan persoalan baru.
Wallahu alam bisawab
Views: 8
Comment here