Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban
Wacana-edukasi.com. Ada temuan penggunaan anggaran triliunan rupiah yang digunakan pemerintahan Joko Widodo untuk membayar influencer dalam rangka mempromosikan kebijakan.
Setidaknya berdasarkan temuan Indonesia Corruption Watch (ICW), total anggaran belanja pemerintah pusat di rezim Jokowi ini dalam aktivitas digital mencapai Rp 1,29 triliun. ( Gelora.co, 20/8/2020).
“Anggaran umum meliputi berbagai hal, tidak cuma soal influencer, tapi juga infrastruktur yang menunjang kegiatan-kegiatan di ranah digital, seperti pengadaan komputer atau media sosial, itu juga masuk dalam kategori ini,” ujar peneliti ICW, Egi Primayogha saat konferensi pers bertajuk ‘Rezim Humas: Berapa Miliar Anggaran Influencer?’ yang diselenggarakan ICW, Kamis, 20 Agustus 2020.
Dari total Rp 1,29 triliun tersebut, ICW menemukan aktivitas digital berdasarkan kata kunci di antaranya media sosial atau sosial media, influencer, key opinion leader, komunikasi, youtube, Facebook dan sebagainya.
Diantaranya media sosial dengan jumlah paket pengadaan sebanyak 68 senilai Rp 1,16 triliun, influencer sebanyak 40 paket pengadaan dengan nilai Rp 90,45 miliar, konsultan komunikasi sebanyak 7 paket pengadaan dengan nilai Rp 2,55 miliar.
Data tersebut dikumpulkan oleh ICW melalui website LPSE dari 35 Kementerian, 5 lembaga pemerintah non-Kementerian dan 2 lembaga penegak hukum yakni Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI.
Pertanyaannya, untuk apa pemerintah mengeluarkan dana sebesar itu hanya untuk pembiayaan influencer dan media sosial? Apa yang hendak dicitrakan dan mengapa harus ada pencitraan jika pada faktanya tak sama ?
Dan yang tampak kasad mata para influencer ini dibayar negara adalah dalam rangka mengkounter berita-berita yang memuat protes rakyat. Negara membuat rakyat dan influencer saling berhadapan, seakan musuh bebuyutan, saling berprasangka. Padahal inilah bukti bahwa negara adalah pihak anti kritik. Dan sekaligus menunjukkan kepanikan penguasa karena tertelanjangi ketidak mampuannya mengurusi rakyat. Dan bahwa selama ini kebijakannya tidak berpihak pada rakyat.
Sebuah kebijakan jelas membutuhkan pengawalan rakyat, sebab jika tidak tepat maka yang menjadi korban bukan hanya satu orang namun seluruh rakyat. Maka, sebagai pihak yang berposisi sebagai pengurus urusan rakyat tidak menutup pintu muhasabah dari rakyat, justru seharusnya bersikap terbuka dan siap menerima kritik membangun.
Betapa sayang anggaran yang banyak namun sia-sia, karena senyatanya keadaan belum baik bagi rakyat, lantas mana yang mau dicitrakan baik? Terlebih di masa pandemi Covid-19 ini rakyatlah yang paling sengsara, berada di luar rumah terancam terpapar virus mematikan, berada di dalam rumah terancam kelaparan. Sementara influencer hanya memberitakan sesuatu yang tak berdalil, tak ada fakta real.
Lebih baik jika pemerintah kosentrasi pada penanganan Covid-19 secara serius, baik dana maupun teknis hendaknya difokuskan pada penyelesaian secara tuntas. Bukannya membayar pihak yang hanya menjadikan rakyat sebagai obyek penderita, setiap kritikan berujung pada penjara dan pengrusakan nama baik. Jika begini memang benar, jika negara bukan berada pada pihak rakyat.
Penerangan merupakan aktivitas penting bagi dakwah dan negara. Dalam Islam lembaga penerangan bukan termasuk departemen yang mengurusi kepentingan masyarakat. Akan tetapi, posisinya berhubungan langsung dengan Khalifah sebagai instansi yang mandiri. Negara akan mengeluarkan undang-undang yang menjelaskan garis-garis umum politik negara dalam mengatur informasi sesuai dengan ketentuan hukum syariah.
Hal itu dalam rangka menjalankan kewajiban negara dalam melayani kemaslahatan Islam dan kaum Muslim. Juga dalam rangka membangun masyarakat Islami yang kuat, selalu berpegang teguh dan terikat dengan tali agama Allah SWT, serta menyebar luaskan kebaikan dari dan di dalam masyarakat Islami tersebut. Inilah fungsi sebenarnya jikapun negara harus membayar jasa para influencer.
Di dalam masyarakat Islami tersebut tidak ada tempat bagi pemikiran yang rusak dan merusak. Juga tidak ada tempat bagi pengetahuan yang sesat dan menyesatkan. Masyarakat Islami akan membersihkan keburukan berbagai pemikiran dan pengetahuan itu, akan memurnikan dan menjelaskan kebaikannya, serta senantiasa memuji Allah, Tuhan semesta alam ( Struktur Negara Khilafah, Pemerintah dan Administrasi, Dar Al-Ummah , hal 239).
Wallahu a’ lam bish showab .
Views: 18
Comment here