Opini

Penghinaan Kepada Nabi Saw. Seperti Drama Berseri, Benarkah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Iis Mansyur, S.Pd.

wacana-edukasi.com– Bila mundur sejenak pada pemberitaan 3 tahun silam, tepatnya tahun 2018, Rendra Hadi Kurniawan asal Mojokerto, Jawa Timur ditangkap dengan kasus penghinaan Nabi SAW. Ia menyatakan dalam dua unggahan video di akun media sosialnya (facebook dan instagram) bahwa syaikh dengan sebutan setan yang berarti orang goblok atau bahlul (gila) dan menghina Nabi SAW dengan sebutan pelakor. (CCN Indonesia 26/04/2018)
Maju setahun berikutnya, dilansir media Suara.co, 16/11/ 2019, Diah Mutiara Sukmawati Soekarnoputri dipolisikan usai video pidatonya yang beredar di youtube saat ia menjadi pembicara sebuah acara diskusi di UIN Jakarta. Ia menghina Nabi SAW dengan cara membandingkan sosok Nabi SAW dan ayahnya sendiri. Selain itu, ia menyampaikan Pancasila lebih bagus dari Al Qur’an dan hijrah yang dilakukan orang-orang saat ini, justru sebagai ‘jalan’ calon radikalis atau calon teroris.

Lalu di tahun berikutnya, dunia Islam dikejutkan dengan pidato Presiden Prancis, Emmanuel Macron pada 2 Oktober 2020, yang menyatakan Islam adalah agama yang krisis dan membenarkan karikatur Nabi SAW buatan Charlie Hebdo sebagai kebebasan berekspresi. (Republika.co.id Rabu, 4 November 2020)

Kini di tahun 2021, seorang youtuber bernama Muhammad Kece berulah dan membuat geram tingkat dewa umat Islam. Lantaran video yang diunggahnya menyebut bahwa Rasulullah SAW adalah pengikut jin. Hal ini jelas menebarkan kebencian dan permusuhan terhadap umat Islam secara langsung. Tak hanya itu, ia juga berani merendahkan dan menghina Al Qur’an.

Ada lagi bumbu tambahan akan kontroversi pejabat dan public figure yang berkongsi dengan berbalas komentar di akun instagram. Mereka mengolok-ngolok sikap para santri yang menutup telinga mereka karena mendengar alunan musik dan memilih menghafal Al Qur’an saat menunggu giliran vaksin.

Umat Islam tidak akan rela kekasih Allah, suri teladan bagi umat manusia di seluruh alam ini, Sayyidina Muhammad Sholallahu ‘alaihi wassalam dihina dan dinistakan. Begitu pun dengan perendahan simbol Islam, dakwah Islam, ulama, dll merupakan tindakan biadab yang tak termaafkan!

Berulangnya kasus penodaan dan penistaan agama ini, membuktikan bahwa negara telah gagal menjaga kemuliaan dan kesucian ajaran Islam. Hal ini tidak terlepas dari paradigma sekuler yang merajai sistem saat ini.

Sekulerisme adalah ide yang memisahkan peran agama dari kehidupan. Akibat dari pemisahan ini menganggap agama bukan sesuatu yang sakral yang wajib dijaga dan diutamakan.
Namun sikap bebas dalam mengekspresikan sesuatu menjadi sandaran dalam perbuatan. Karenanya, kasus penistaan agama akan terus terulang dalam sistem demokrasi. Sistem yang menjunjung tinggi kebebasan individu.

Selain itu, penegakan hukum yang ‘lenje’ sering kali tidak memenuhi rasa keadilan. Hal inilah yang membuat orang tidak jera untuk menistakan agama. Hukum yang ada hanya untuk meredakan kegaduhan publik, bukan memberi solusi tuntas. Setelah aman, lalu publik diam, dan urusan selesai. Case closed!

Islam Memelihara dan Melindungi Agama

Akan berbeda jika Islam yang dijadikan panduan menetapkan hukum. Dalam Islam, agama adalah sesuatu yang wajib dijaga dan dimuliakan. Sebab, salah satu tujuan diterapkannya syari’at Islam adalah memelihara dan melindungi agama.

Negara tidak akan membiarkan para penista subur di sistem Islam. Negara akan menerapkan sanksi tegas terhadap para pelaku agar memberi efek jera bagi yang lainnya.

Dalam Islam, hukum menghina Rasulullah SAW jelas-jelas haram. Pelakunya dinyatakan kafir. Sebagaimana ditegaskan dalam surat At Taubah ayat 61 yang artinya bahwa “Orang-orang yang menyakiti Rasulullah akan mendapatkan azab yang pedih.” Ayat ini tegas mengatakan bahwa orang yang menghina Rasulullah SAW akan mendapat azab pedih. Terlebih lagi, di _min babil aula_ , bila sengaja mencela, menjelek-jelekkan, menuduh, menistakan, dsb. Maka tindakan tersebut nyata kufur dan sanksinya adalah hukuman mati.

Qadhi Iyadh menuturkan bahwa ini telah menjadi kesepakatan ulama dan para imam ahli fatwa mulai dari generasi sahabat dan seterusnya. Ibnu Mundzir menyatakan, mayoritas ahli ilmu sepakat tentang sanksi penghina Nabi SAW adalah hukuman mati. Ini pendapat Imam Malik, Imam Al-laits, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ishaq bin Rahawih, dan Imam Syafi’i. Qadhi Iyadh menegaskan bahwa tidak ada perbedaan di kalangan ulama kaum muslim tentang halalnya darah orang yang menghina Nabi SAW. Meski sebagian ada yang memvonis pelaku penista sebagai orang murtad, tetapi kebanyakan ulama menyatakan pelakunya kafir. Hukumannya bisa langsung dibunuh serta tidak diminta untuk bertobat. Tidak perlu diberi waktu tenggang hingga 3 hari untuk kembali ke pangkuan Islam. Beliau menyatakan bahwa ini merupakan kesepakatan para ulama.

Ustadz Abdurrahman al-Maliki dalam kitab Nizhaamul Uquubat, bab ‘Had Murtad’ menyatakan bahwa qaul (ucapan) yang jelas dan tidak mengandung penafsiran lain yang mana di dalamnya ada penghinaan terhadap Rasulullah SAW, maka ia telah kafir. Adapun untuk pelaku yang merendahkan ajaran Islam seperti yang dilakukan pejabat dan influencer itu dalam sistem sanksi (uquubat), termasuk ke dalam sanksi ta’zir.

Sanksi yang akan ditetapkan dari hasil ijtihad dari qadhi (hakim) adalah sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Hukuman yang paling ringan adalah teguran hingga hukuman mati jika pelanggaran itu sudah berat.

Adanya sistem sanksi dalam Islam yang diterapkan dalam publik akan menjamin kasus penodaan terhadap agama bersama simbol-simbolnya akan selesai. Sebab sistem sanksi memiliki ciri khas yang unik, yakni sebagai zawaajir dan jawaabir ketika diterapkan oleh negara. Zawaajir sebagai pencegah, berarti mencegah manusia dari tindak kejahatan. Jika ia mengetahui bahwa membunuh maka ia akan dibunuh. Maka ia tidak akan melakukan perbuatan tersebut. Juga sebagai jawaabir (penebusan dosa), dikarenakan uquubat dapat menebus sanksi akhirat. Sanksi seorang muslim akan gugur oleh sanksi yang dijatuhkan negara ketika di dunia.

Ketegasan Islam pada penista agama bisa dilihat dari sikap Khalifah Abdul Hamid saat merespon pelecehan Rasulullah SAW. Saat itu beliau memanggil duta besar Prancis, meminta penjelasan atas niat Prancis yang akan menggelar teater yang melecehkan Nabi SAW. Beliau berkata pada duta Perancis seperti ini “Akulah Khalifah ummat Islam Abdul Hamid! Aku akan menghancurkan dunia di sekitarmu, jika kamu tidak menghentikan pertunjukanmu!”

Itulah sikap pemimpin kaum muslimin. Tegas dan berwibawa. Umat akan terus terhina karena tidak adanya yang menjaga agama ini dengan lantang dan berani. Hanya dengan negara yang menerapkan syari’at Islam secara kaffah, yakni Khilafah maka agama ini akan terlindungi. Maka dari itu seruan penegakan syari’at Islam harus terus disuarakan. Agar umat memahami satu-satunya pilihan hidup terbaik saat ini dan seterusnya adalah diterapkannya syari’at Islam di segala aspek kehidupan.

Wallahu’alam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 27

Comment here