Wacana-edukasi.com — Kasus penistaan agama kian menjadi-jadi. Mulai dari kasus yang melecehkan Al-Qur’an, menghina Rasulullah SAW, dan simbol-simbol serta ajarannya. Belum sembuh luka yang dialami umat Islam lantaran kasus penistaan yang terus terjadi. Beberapa hari terakhir masyarakat kembali dikejutkan dengan seseorang mengaku nabi ke-26 yang sekaligus menghina Allah SWT dan Rasul-Nya.
Dikutip dari (ANTARA, 18/4) Penyidik Bareskrim Polri menggandeng Interpol untuk memburu keberadaan Jozeph Paul Zhang, pria yang mengaku sebagai nabi ke-26 melalui video viral di saluran YouTube miliknya. Pria tersebut membuka forum diskusi zoom bertajuk Puasa Lalim Islam. Ia juga menantang siapa saja yang berani melaporkan dirinya kepada kepolisian terkait dengan penistaan agama dengan mengaku sebagai nabi ke-26.
Bak jamur di musim hujan. Para penista agama terus lantang bersuara atas nama kebebasan. Hal ini wajar terjadi dalam sistem kapitalisme demokrasi yang diterapkan saat ini. Sebab dalam sistem ini ada empat hal yang dijunjung tinggi, yaitu: kebebasan berprilaku, berpendapat, beragama, dan kebebasan kepemilikan. Atas dasar inilah seseorang bisa bebas bertindak dan menjadi hal yang sah-sah saja selagi tidak ada yang terganggu. Selain itu tidak adanya sanksi yang bisa membuat efek jera kepada pelaku. Serta UU yang ada seolah tidak efektif menghilangkan semua itu.
Terkait berpendapat, Islam membiarkan setiap orang memberikan pendapatnya selama pendapatnya tidak bertentangan dengan akidah dan hukum-hukum Islam. Oleh karena itu, apabila terjadi pendapat yang menistakan agama, negara sebagai institusi yang memiliki kewajiban menjaga akidah dan syariat Islam segera menindak tegas.
Seperti halnya kasus penghinaan pada Baginda Nabi Muhammad SAW. Hukumannya adalah hukuman mati. Namun, apabila pelakunya adalah kafir harbi maka hukum yang ditegakkan tidak hanya hukuman penghina nabi tetapi juga ditegakkannya hukum perang atau jihad.
Lutfia Tunisa
Pontianak—Kalimantan Barat
Views: 23
Comment here