Wacana-edukasi.com — Penistaan agama berulang lagi. Hal tersebut dilakukan oleh Muhammad Kece. Dia adalah Youtuber yang menghina Islam dan Nabi Muhammad SAW dalam videonya. Akibat dari perbuatannya, maka dia harus berhubungan dengan Kepolisian. Adapun diantara ucapan Muhammad Kece yang dipersoalkan yakni dia menyebut Kitab Kuning yang dijajakan di pondok pesantren menyesatkan dan menimbulkan paham radikal. Selain itu, dia juga menyebut ajaran Islam dan Nabi Muhammad SAW tidak benar sehingga harus ditinggalkan (Tempo.com 22/8/2021).
Sementara itu, pakar hukum pidana, Suparji Ahmad, mengatakan ucapan Youtuber Muhammad Kece (MK) yang menyinggung Nabi Muhammad SAW menjurus pada penistaan agama. Menurutnya, tindakan MK telah memenuhi unsur 156a KUHP. Pasal tersebut berbunyi, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan pada pokoknya bersifat permusuhan. Penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia, dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan ke-Tuhanan yang Maha Esa (Republika.com, 22/8/2021).
Perlu diketahui bahwa terdapat banyak sekali kasus penistaan terhadap Islam dan Nabi Muhammad SAW di negeri ini. Seperti Sukmawati Soekarnoputri pernah dilaporkan atas dugaan penistaan agama karena membandingkan Nabi Muhammad SAW dengan Presiden Soekarno. Kasus penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Eggi Sudjana pada tahun 2017 lalu, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Ade Armand. Dia dilaporkan terkait twitternya yang mengatakan, “Allah kan bukan orang Arab. Tentu Allah senang kalau ayat-ayatnya dibaca dengan gaya Minang, Ambon, Cina, hip-hop, blues.” dan masih banyak lagi lainnya. Ini tentu membuat umat Islam bertanya-tanya, mengapa penistaan terhadap Islam dan rasul-Nya terus berulang? Mengapa UU larangan penodaan agama tidak membuat para penista jera?
Semua ini terjadi tentu tidak lepas dari ide kebebasan yang diagung-agungkan dalam sistem yang diterapkan di negara ini. Ya, sistem demokrasi yang memiliki ide kebebasan seperti: kebebasan beragama, berekspresi, kepemilikan dan berpendapat telah membebaskan manusia untuk bebas melakukan suatu perbuatan tanpa lagi memandang halal atau haram, sehingga kasus penistaan agama merupakan bentuk dari kebebasan berekspresi.
Lebih dari itu, berulangnya kasus penistaan agama di negeri ini tentu menyakitkan kaum muslim yang masih sadar dan cinta pada agamanya. Demikian pula, Rasulullah SAW (kekasih Allah) yang terus dinista sangat melukai hati kaum muslim karena Beliaulah yang berjasa merubah kondisi umat dari masa kegelapan (jahiliyah) menuju cahaya Islam, sehingga umat paham hakikat keberadaan dirinya di dunia, yakni menyembah pada Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surah Az-Zariyat ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Maka, untuk mengakhiri penghinaan terhadap Islam dan Rasul-Nya adalah dengan mencampakkan sistem demokrasi kemudian beralih pada sistem Islam atau khilafah. Sistem Islamlah yang terbukti mampu menjaga agama ini.
Pada masa kepemimpinan Sultan Hamid II, beliau pernah mengecam kepada Prancis dan Inggris apabila masih melanjutkan drama Voltaire yang menghina Rasulullah SAW. Sultan Hamid II pun memanggil wakil diplomatik Prancis dan Inggris di Istanbul kemudian memberikan ancaman, sehingga mereka takut dan menghentikan drama tersebut. Begitulah bentuk kepedulian khalifah pada Rasulullah SAW serta sikap tegas beliau kepada orang kafir harbi fi’lan dan kaum muslim yang melanggar syariat Islam. Karena sejatinya, syariat juga memerintahkan hal yang demikian. Sehingga ketika Daulah Islam hadir di tengah-tengah umat maka dienul Islam dan Rasulullah SAW tidak lagi menjadi “santapan” bagi para pembencinya.
Sri Retno Ningrum (Pegiat Literasi)
Views: 29
Comment here