Opini

Penistaan Agama Terus Terjadi, Sementara Hukum Dikebiri

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh. Rufaida Aslamiy

wacaa-edukasi.com–“Dari Abu Hurairah dia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda: Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan Ruwaibidhah turut bicara. Lalu beliau ditanya, Apakah Ruwaibidhah itu? beliau menjawab: Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan perkara umum.” (HR: Ibnu Majah).

Sekarang ini kita dihadapkan dengan satu zaman yang penuh kedustaan. Satu kondisi yang penuh keterbalikan. Orang salah banyak dibela, sementara orang jujur dianggap pendusta. Koruptor bisa bebas leluasa, hukum pun tak lagi kuasa. Ulama yang jujur hidup tersiksa, karena hukum yang memaksa. Penista bisa kabur pun leluasa, sementara hati rakyat dibiarkan nelangsa. Bagaimana seorang pendeta bisa dengan pongahnya ingin meniadakan 300 ayat di dalam Al-Qur’an karena menganggap Bapak Menag yang penuh toleransi itu biasa? Apa kapasitasnya seorang yang Murtad mau mengobok-obok isi Al-Qur’an?

Al-Qur’an Kalamullah, Akan Terus Terjaga Kemurniannya

Al-Qur’an adalah Kalamullah. Setiap muslim harus memiliki keyakinan yang pasti akan hal ini. Al-Qur’an adalah kitab suci bagi kaum muslim sebagai penyempurna ajaran agama sebelumnya. Dari sisi keberadaannya, Al-Qur’an berbeda dengan kitab-kitab suci lainnya, yang bisa diubah, dikurangi ataupun ditambah. Al-Qur’an akan terus terjaga kemurniannya. Karena Allah sendiri yang menjaminnya. Dalam Al-Qur’an surat Al-Hijr (15) ayat sembilan, Allah Swt berfirman; ”Sesungguhnya, Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan Kami pula yang menjaganya.”

Maka, bukan hal yang aneh jika dari generasi ke generasi senantiasa lahir para penghafal Al Qur’an. Seberapa pun kerasnya upaya manusia untuk mengubah isi Al-Qur’an, menambahkan, mengurangi, atau membuat tandingan yang menyerupai Al-Qur’an, maka hakikatnya siapa pun manusia itu jelas tidak akan bisa. Allah Swt telah menegaskan dalam Al-Qur’an; “Katakanlah, Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) Alquran ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain.” (QS Al-Isra : 88)

Demokrasi Menumbuhsuburkan Para Penista

Tampaknya dari waktu ke waktu keberadaan para penista agama terus saja membuat ulah. Seperti yang terjadi baru-baru ini, seorang pendeta bernama Saifuddin Ibrahim yang mengganti namanya menjadi Abraham Ben Moses setelah kemurtadannya, dalam videonya meminta Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menghapus 300 ayat Al-Qur’an karena dianggap mengajarkan paham radikal. Dia pun mengimbau agar Menag tidak takut dengan adanya kontroversi dari aturan spiker mesjid yang telah dibuatnya. (CNN Indonesia,16/03/22)

Benar-benar diluar batas kewajaran. Kasus-kasus dugaan penistaan agama sebelumnya pun tidak tahu kelanjutannya bakalan seperti apa, seperti misalnya dugaan penistaan yang dilakukan Ferdinand Hutahean ataupun oleh pegiat media sosial Denny Siregar. Tampaknya sulit sekali rasanya meminta keadilan dalam sistem kapitalis seperti sekarang. Kalau pun mereka dijerat hukum, maka hukuman yang didapat tidak setimpal, sehingga tidak ada efek jera. Maka dengan dalih kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat, sejatinya kasus-kasus penistaan agama aka n tumbuh subur layaknya jamur di musim penghujan.

Inilah bukti bahwasanya sistem kapitalis sekuler dengan ide turunannya demokrasi, tidak mampu melakukan penjagaan terhadap agama. Setiap individu justru akan diberikan ruang untuk berpendapat, walaupun nyata-nyata banyak yang kebablasan dan menodai kesucian ajaran agama lain. Hukum pun terkadang mandul karena kekuasaan uang. Ranah hukum kadang terlihat jadi arena sulap yang dipertontonkan kepada masyarakat guna mengalihkan perhatian mereka dari perkara-perkara besar yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Banyak kasus akhirnya tenggelam dan usang dimakan waktu tanpa proses yang seadil-adilnya. Kalau pun diproses paling banter kurungan penjara.

Belajar dari Sistem Peradilan Islam

Sistem peradilan dalam Islam benar-benar diterapkan seadil-adilnya. Dalam pandangan Islam, uqubat (sanksi hukum) adalah sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (kuratif). Disebut pencegah (preventif) karena orang lain yang akan melakukan kesalahan yang sama dapat dicegah sehingga tidak ada keinginan untuk melakukan kesalahan yang sama.

Selain itu, peradilan Islam bisa mencegah dijatuhkannya hukuman di akhirat, misal orang yang berbuat zina. Mereka akan diganjar hukuman rajam di dunia, tapi dengan itu dia terhindar dari siksa akhirat. Sedangkan yang dimaksud dengan pemaksa (kuratif), agar orang yang melakukan kejahatan (kemaksiatan) bisa dipaksa menyesali perbuatannya. Maka, akan terjadi penyesalan selama-lamanya atau taubatan nasuha.

Orang murtad yaitu orang yang keluar dari Islam, baik secara i’tiqadi, qawli, ataupun aqli. Secara i’tiqadi seperti meyakini Al-Qur’an bukan kalamullah, atau secara qawli, dengan mengatakan bahwa “Al-Masih adalah anak Allah” atau secara aqli seperti menyembah berhala, menyembah benda-benda yang dikeramatkan atau ragu bahwa Allah adalah Yang Maha Esa. Orang yang Murtad wajib dihukum mati. Caranya yaitu dengan diminta bertobat terlebih dahulu dan diberi waktu tiga hari dan disadarkan, baru jika tidak berubah dia wajib dibunuh. Syaratnya orang yang murtad tadi adalah orang Islam, baligh, berakal, dan tidak dipaksa.

Bagaimana dengan para penista agama, baik dia mencela Allah SWT, Al-Qur’an, ataupun Nabi Muhammad Saw, ataupun agama Islam secara umum. Penghinaan atau pelecehan disebut al-istihzâ. Secara bahasa berarti as-sukhriyyah (ejekan/cemoohan) atau menyatakan kurang (tanaqush). Hujjatul Islam al-Imam al-Ghazali di dalam Ihyâ’ ‘Ulûm ad-Dîn (3/131) menyatakan makna as-sukhriyyah adalah ‘merendahkan dan meremehkan, menyoroti aib dan kekurangan’.

Penistaan terhadap agama Islam hukumnya haram, bahkan bisa dijatuhi hukuman mati. Hukuman tegas ini wajib diberlakukan negara dalam upayanya melakukan penjagaan terhadap agama dan melindungi kemuliaandan aqidah Islam. Maka, sudah sepatutnya kita terapkan syari’at Islam yang kaffah agar para penista agama ini bisa ditindak tegas dan dihukum seadil-adilnya. Wallohu’alam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 10

Comment here