Opini

Penolakan Timnas Israel

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ilma Mahali Asuyuti

wacana-edukasi.com, OPINI– Menolak kehadiran Israel memang seharusnya dilakukan, karena Israel merupakan negara penjajah, dan mendukung kedatangan para penjajah sama saja dengan melanggar politik, prikemanusiaan dan melanggar agama.

Melansir CNNIndonesia.com, keikutsertaan tim nasional (timnas) Israel di Piala Dunia U-20 di Indonesia mendapatkan penolakan keras dari berbagai unsur masyarakat.

Sejumlah kepala daerah, organisasi masyarakat hingga organisasi keagamaan menolak kedatangan Timnas Israel di Piala Dunia U-20 yang rencananya digelar di enam provinsi, meliputi DKI Jakarta, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.

Penolakan mereka merujuk pada berbagai alasan yang utamanya bersumber dari pendudukan Israel di Palestina dan komitmen Indonesia mendukung kemerdekaan setiap bangsa sebagaimana diatur konstitusi.

Penolakan juga datang dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyebut semua ormas Islam di Indonesia tegas menolak kehadiran Timnas Israel ke Indonesia.

Ketua MUI Sudarnoto Abdul Hakim menyatakan, hal itu telah disepakati dalam pertemuan antara MUI dengan ormas-ormas Islam di Indonesia beberapa waktu lalu.

“Semua ormas Islam yang hadir menyatakan sikap menolak kehadiran timnas Israel,” kata Sudarnoto kepada CNNIndonesia.com, Sabtu (18/3).

Sudarnoto menjelaskan terdapat empat alasan penolakan tersebut. Pertama kata dia, ini berkaitan dengan amanah konstitusi yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

Alasan kedua berkaitan dengan hubungan diplomatik. Dia berpendapat, jelas sekali Indonesia tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel dan tidak akan pernah membuka hubungan diplomatik sepanjang Palestina masih dijajah.

Alasan ketiga berkaitan dengan solidaritas. Ormas Islam dan MUI tetap memperkuat solidaritas kepada rakyat dan bangsa Palestina.

Untuk alasan keempat, persatuan dan kesatuan bangsa harus dirawat, diperkuat dan dilindungi dari ancaman disintegrasi yang diakibatkan oleh kontroversi dan pro-kontra yang dibiarkan seputar timnas Israel.

Respons Pemerintah

Menanggapi gelombang penolakan ini, Tenaga Ahli Utama Kantor Stak Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin meminta semua pihak tidak mencampur aduk olahraga dan politik.

Ia meminta semua pihak melihat secara jernih persoalan ini. Ia menekankan lagi Indonesia tak menggugurkan sikap dan pemikirannya memperjuangkan hak kedaulatan negara Palestina meski menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 yang dihadiri Israel.

“Jangan pernah ada orang mencampur adukkan kerja-kerja urusan sport dalam hal ini World Cup U-20 dengan urusan politik,” kata Ngabalin.
(CNNIndonesia.com, 25 Maret 2023).

Di balik hebohnya penolakan masyarakat, terutama umat muslim terhadap kehadiran Timnas Israel bertolak belakang dengan para penguasa (kapitalis) yang justru malah mendukung timnas Israel.

Mereka seakan-akan lupa bahwa Israel merupakan negara penjajah dan itu melanggar politik, kemanusiaan, dan melanggar agama.

Mereka seolah lupa bahwa dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) tertulis jelas bahwa penjajahan ditolak keras bahkan harus dihapuskan.

Dalam hal kemanusiaan pun, jelas sudah melanggar karena itu sudah melebihi batas wajar, yang Israel lakukan bukan hanya ingin merebut tanah Palestina, tapi juga membunuh dan mendzalimi Palestina.

Juga jelas dalam agama bahwa penjajahan, pembunuhan dan berbuat dzalim sangatlah dilarang. Bagaimana bisa agama tidak dicampur adukkan dengan sport atau kehidupan, sedangkan agama ada untuk mengatur kehidupan.

Itu kenapa sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan dilarang, karena hal itu merupakan pelanggaran dan tidak masuk akal dengan fungsi hadirnya agama.

Untuk apa agama ada jika tidak digunakan dan dilibatkan dalam seluruh aspek kehidupan.

Tapi karena sistem saat ini adalah sistem kapitalisme, para penguasa pastinya lebih mementingkan keuntungan, dari pada rasa peduli mereka terhadap penderitaan rakyat Palestina.

Karena keuntungan yang akan didapat pasti tak main-main dan bisa dipastikan seberapa besar keuntungan yang akan didapat.

Bisa dilihat bahwa besar kemungkinan keuntungan yang akan didapat bisa mencapai triliunan. Seperti di Qatar tempo lalu, keuntungan yang didapat tidaklah kecil melainkan sangat besar jika mencapai triliunan rupiah.

Bagaimana tidak menggiurkan jika keuntungannya bisa sebesar itu, maka untuk mendapatkan keuntungan tersebut, para kapitalis memanfaatkan sebaik mungkin kesempatan dan peluang besar ini. Meskipun harus mengorbankan rakyat, dan pura-pura lupa dengan penderitaan di Palestina.

Padahal jika dilihat, keuntungan yang besar itu tidak sebanding dengan yang diderita oleh negara Palestina.

Negara Palestina tidak pernah mendapatkan keamanan dan ketenangan, bahkan hanya untuk beribadah pun mereka harus mengalami luka-luka bahkan bisa sampai dibunuh oleh negara Israel penjajah.

Sudah jelas bahwa dukungan terhadap Israel memang ada tujuan tertentu, yaitu hanya ingin mendapatkan keuntungan. Sekalipun rakyat yang jadi korban.

Demi materi, mata seolah buta untuk melihat kebenaran dan hati seolah tak punya rasa kepedulian terhadap penderitaan orang lain.

Memang sudah seharusnya sistem kapitalis harus ditinggalkan, karena tidak bisa menjamin kesejahteraan rakyat dan keamanan umat.

Akan berbeda jika sistem yang diterapkan adalah Islam, yakni khilafah. Khilafah akan menolak keras para penjajah dan tidak hanya mengecam, tapi juga mengancam dan bertindak agar para penjajah tidak lagi mengganggu dan mendzalimi kaum muslim.

Seperti saat kekhalifahan Sultan Abdul Hamid ll, yang menolah keras tawaran Theodor Herzl, salah satu gerakan utama zionisme Israel.

Meskipun tawaran Theodor Herzl sangat menggiurkan, yaitu diantaranya memberikan fasilitas yang dibutuhkan oleh Sultan Abdul Hamid ll berupa uang yang jika dirupiahkan sebesar Rp2,7 triliun, melunasi semua utang Utsmaniyah dan lain-lain.

Tetapi Sultan Abdul Hamid ll tetap menolak dengan tegas melalui pesannya kepada Theodor Herzl melalui perantara Neolanski. Yaitu,

“Jika ia temanmu, maka nasehatilah agar ia mengurus masalah ini sama sekali. Aku tidak bisa menjual meskipun sejengkal dari wilayah ini. Sebab tanah-tanah itu bukan milikku melainkan milik rakyatku. Rakyatku telah mendapatkan negeri ini dengan pertumpahan darah, dan kemudian menyiraminya. Bahkan kami tidak akan mengizinkan seorang pun merampoknya dari anda. Hendaklah orang-orang Yahudi itu menyimpan jutaan uang mereka. Adapun pemerintahan ini runtuh, dan terbagi-bagi, maka kaum Yahudi bisa mendapatkan tanah Palestina gratis. Kami sungguh tidak akan pernah membagi pemerintahan negeri ini, kecuali setelah melangkahi mayat-mayat kami. Aku tidak akan membaginya dengan tujuan apapun.”

Begitulah sikap Sultan Abdul Hamid ll ketika menjadi khalifah. Tidak tergiur oleh tawaran-tawaran materi, karena ia tahu betul bahwa yang ia pegang merupakan amanah dan tanggung jawabnya besar di hadapan Allah.

Khalifah merupakan perisai bagi umat, yang ia (umat) berlindung di belakangnya. Mengurusi rakyat bukanlah untuk meraih keuntungan materi, malainkan amanah besar yang tanggung jawabnya pun besar.

Wallhu’alam bisshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here