Oleh Endah Sefria, SE (Pemerhati Ekonomi)
wacana-edukasi.com– Pemerintah tengah mengeluh tentang besarnya pengeluaran APBN untuk dana pensiun. Kini Menteri Keuangan Sri Mulyani ingin merombak skema pembayaran dana pensiun dari pay as you go menjadi full funded. Hari ini APBN harus mengeluarkan Rp2.929 triliun hanya untuk dana pensiun PNS, Polri, dan TNI. Belum lagi setiap tahunnya angka ini meningkat seiring bertambahnya pensiunan yang wajib ditanggung negara.
Gonjang-ganjing masalah dana pensiun menjadi beban negara akhirnya pun menuai kritik dari berbagai kalangan. Masyarakat akhirnya mempertanyakan kenapa PNS, Polri, dan TNI yang mengabdi kepada negara sebagai pelayan masyarakat selama puluhan tahun menjadi beban negara, sedangkan anggota DPR yang duduk dan menjabat hanya 5 tahun mendapatkan pensiun, tetapi tidak dianggap membebani negara?
Publik pun mulai membanding-bandingkan dana pensiun yang diterima anggota parlemen dengan PNS. Ternyata besarannya, jika ditilik dari periode DPR RI 2014-2019, uang pensiun setiap mantan anggota DPR akan mendapat sebesar Rp3,2 juta hingga Rp3,8 juta per bulannya. Selain uang pensiun, mantan anggota DPR akan mendapatkan pula tunjangan hari tua (THT). Dana THT yang digelontorkan bagi anggota parlemen mencapai Rp6,2 miliar untuk 556 anggota DPR RI. Dalam kata lain, setiap anggota akan mendapatkan tabungan hari tua sebesar Rp11,18 juta. (pikiranrakyat.com, 30/08/2022).
Namun, fakta ini tidak pernah disebut oleh pemerintah bahwa ini juga beban negara. Bahkan, anggaran yang dianggap tidak penting sering dihambur-hamburkan negara dari APBN. Seperti pengadaan gorden rumah dinas DPR 43,5 milyar rupiah yang tidak penting dan tidak masuk akal, mengingat konfirmasi krisis perekonomian rakyat Indonesia. Belum lagi proyek kalender DPR dengan anggaran 955 juta rupiah merupakan angka yang mencengangkan dan ini adalah pemborosan uang rakyat, karena sejatinya pendapatan utama APBN adalah dari pajak, dan lagi-lagi, pajak dikutip dari rakyat, sementara rakyat tetap diakui negara sebagai beban.
Selanjutnya, yang membuat publik tercengang juga, pada saat negara menguras tenaganya untuk proyek IKN yang baru, malah pemerintah mengadakan sayembara desain bangunan gedung di sekitar IKN yang menggelontorkan dana hingga 3,4 milyar rupiah. Ini jelas bentuk penghamburan uang rakyat. Para pemangku kepentingan di jajaran pemerintahan kini jelas tidak memihak kepada rakyat. Rakyat hanya dijadikan sebagai beban negara. Memberikan subsidi BBM pun itu hitung-hitungan, untung rugi, dan lagi-lagi, subsidi dianggap sebagai beban APBN.
Inilah faktanya bahwa Indonesia saat ini bentuknya sudah seperti korporat. Dikepala penguasa yang ada hanyalah untung rugi. Ini juga disampaikan oleh Bapak Amien Rais bahwa Indonesia saat ini sudah mengarah kepada negara korporatokrasi. Suara korporat adalah suara negara, posisi rakyat sudah tergeser, rakyat hanya sebagai pelengkap derita. Nyatalah, hari ini berarti negara hanya sebagai pemberi kerja. PNS, Polri, dan TNI yang bekerja bukan dianggap sebagai pengabdi negara, mereka hanya pihak pekerja dan ini seperti prinsip ekonomi kapitalis “Modal sekecil-kecilnya dengan keuntungan yang sebesar-besarnya”.
Krisis ekonomi yang melanda negeri ini membuat rakyat kejar-kejaran untuk bisa menjadi PNS. Karena masyarakat masih menganggap PNS bakal ditanggung negara sampai ajal, bahkan sampai ke anaknya jika masih memiliki anak di bawah umur 25 tahun. Berharap masa depan yang cerah kelak sehingga tidak perlu khawatir jika pun sudah tidak beranjak ke usia senja (lansia) dan tidak produktif lagi, tetapi masih mendapat pensiun dari negara.
Islam dalam pengaturan politik ekonominya sangat memperhatikan kebutuhan rakyat di seluruh lapisan usia. Sehingga rakyat tidak perlu takut akan terabaikan kebutuhannya pada saat ia memasuki usia senja. Pensiun dalam Islam memang tidak dikenal. Upah hanya diberikan kepada orang yang bekerja, upah distandarkan dengan tenaga atau skill yang dikeluarkan oleh pekerja. Sehingga tidak akan menimbulkan kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Para pekerja tidak akan menuntut pensiun pada saat ia sudah tidak bekerja lagi. Namun, perlu dipahami bahwa upah yang diberikan oleh pemberi kerja tidak boleh menzalimi pihak pekerja, sehingga mereka melakukan pekerjaannya berdasarkan rida di antara kedua belah pihak.
Para pensiunan dan anggota keluarganya hari ini tidak perlu khawatir karena dalam Islam, kebutuhan pokok rakyat akan ditanggung oleh negara dengan mekanisme yang sempurna. Para lansia yang tidak lagi mampu bekerja akan ditanggung oleh ahli warisnya. Jika ahli warisnya tidak mampu, maka tetangga wajib peduli terhadap kondisinya, dan negara tentu akan memenuhi sandang, pangan, dan papan mereka.
Dalam Islam, pendapatan APBN bukanlah dari pajak, tetapi yang terbesar adalah dari pengelolaan sumber daya alam yang tidak boleh dikuasai oleh asing, swasta, ataupun individu. Karena masyarakat dalam Islam berserikat dalam tiga hal, yaitu air, api, dan padang rumput. Artinya, apa saja yang menyangkut hajat hidup orang banyak adalah milik umum yang dikelola oleh negara dan hasilnya dikembalikan oleh rakyat. Sedangkan anggaran untuk negara, seperti gaji para ASN, tentara, guru, pelayan publik, biaya operasional negara, dan semisalnya diambil dari kas baitulmal sebagai kewajiban yang harus ditunaikan oleh negara.
Pajak bukanlah pendapatan utama APBN, sehingga jelas berbeda. Rakyat bukan dijadikan alat perah untuk mengisi kantong-kantong kekayaan para pejabat. Dalam Islam, negara sebagai pelayan umat dan para pejabatnya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah sejauh mana mereka mengayomi rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. “Barang siapa yang mati meninggalkan harta, harta itu untuk ahli warisnya, tetapi barang siapa yang mati meninggalkan utang atau anak istri yang lemah (miskin), maka datanglah kepadaku, karena aku yang akan mengurusnya.” (HR. Al-Bukhari).
Setelah Rasulullah wafat, tugas ini dilanjutkan oleh Khalifah selanjutnya.
Maka, suasana yang sangat dirindukan adalah, rakyat mencintai pemimpinnya dan pemimpinnya mencintai rakyatnya. Karena tanggung jawab yang diemban oleh penguasa mengenai kebutuhan sandang, pangan, dan papan rakyatnya, bukan sekadar janji, tetapi bakti terhadap Tuhannya. Untuk itu, pensiun bukan satu-satunya harapan di masa tua, tetapi Islam adalah harapan pertama dan terakhir dalam penyelesaian masalah pemenuhan kebutuhan rakyatnya dari semua kalangan terutama untuk para lansia yang tidak lagi mampu bekerja.
Wallahualam bissawab.
Views: 5
Comment here