Oleh: Sumariya (Aktivis Muslimah)
Wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Berita memalukan, fakta wakil rakyat yg terlibat judi online. Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khaerul Saleh menyebut ada 82 anggota DPR yang terlibat judi online.Sebelumnya dugaan keterlibatan anggota dewan dalam transaksi judi online mengemuka dalam rapat kerja antara Pusat Pelaporan dan Transaksi Keuangan (PPATK) dan Komisi III DPR, Rabu (26/6).
PPATK mengaku mengantongi data bahwa lebih dari seribu anggota DPR, DPRD, dan pegawai Sekretariat Jenderal (setjen) jadi pemain. Dari anggota yang terlibat, PPATK mengungkap jumlah transaksinya mencapai 63 ribu dengan angka transaksi bisa menyentuh ratusan juta hingga miliaran rupiah per orang,(Cnnindonesia.com, 27/6).
Wakil rakyat yang seharusnya menjadi teladan baik bagi masyarakat dan bisa menghentikan judi online, namun nyatanya mereka sendiri juga menjadi pelaku. Realitas ini jelas menunjukkan betapa buruknya kualitas wakil rakyat, mulai dari integritas yang lemah, tidak amanah dan kredibilitas yang rendah. Hal ini menggambarkan bahwa masalah ini bukan masalah individu, melainkan sistem.
Masyarakat harus sadar mereka sedang diatur oleh sistem batil bernama kapitalisme, yang berasal dari Barat. Sistem ini berorientasi kepada materi, sehingga meniscayakan orang-orang yang memiliki kekuasaan menjadi serakah. Jadi, tidak heran sekalipun para pejabat sudah digaji sangat tinggi dari uang rakyat, mereka tetap terlibat judi online.
Sistem kapitalisme menggunakan sistem demokrasi sebagai sistem pemerintahan. Alhasil, banyak anggota dewan hari ini melegalisasikan kepentingan penguasa dan oligarki. Hal ini terbukti dengan UU yang mereka rancang, mereka bahas dan mereka sahkan sama sekali tidak berpihak pada masyarakat.
Sangat berbeda dengan keberadaan anggota wakil rakyat dalam sistem Islam. Dalam sistem Islam, anggota wakil rakyat disebut dengan Majelis Umat. Dalam kitab Ajhizatu ad-Daulah al-Khilafah, menjelaskan bahwa Majelis Umat adalah majelis yang beranggotakan orang-orang yang mewakili kaum muslim dengan memberikan pendapat sebagai tempat merujuk bagi Khalifah untuk meminta masukan/nasehat mereka dalam berbagai urusan. Mereka mewakili umat dalam melakukan muhasabah atau mengontrol dan mengoreksi para pejabat pemerintahan (al-Hukkam).
Keberadaan majelis ini diambil dari aktivitas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sering meminta pendapat atau bermusyawarah dengan beberapa orang dari kaum Muhajirin dan Ansar yang mewakili kaum mereka.
Keberadaan Majelis Umat dalam sistem Islam adalah sebagai wakil rakyat bukan untuk melakukan legalisasi seperti perwakilan dalam sistem demokrasi, namun sebagai pengimbang kekuasaan eksekutif Khalifah. Sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala membolehkan untuk bersyura atau diskusi terkait perkara yang bisa didiskusikan, bukan diskusi terhadap hukum syariat.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
” Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.”
(TQS. Ali Imran: 159)
Dalam kitab Ath Thariq, Syaikh Ahmad Athiyat menjelaskan beberapa wewenang utama Majelis Syura, yaitu:
Pertama, memberikan pendapat kepada Khalifah dalam setiap urusan dalam negeri, seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi, sebagaimana juga usulan mendirikan sekolah, membuat jalan atau mendirikan rumah sakit. Dalam hal ini, pendapat majelis bersifat mengikat.
Kedua, mengoreksi Khalifah dan para penguasa tentang berbagai hal yang dianggap oleh mereka sebagai sebuah kekeliruan. Bila terjadi perbedaan dengan Khalifah, maka perkara tersebut diserahkan kepada Mahkamah Madzalim.
Ketiga, menampakkan ketidaksukaan terhadap para wali atau para mu’awin yang melanggar hukum syara’ dan menyulitkan rakyat. Khalifah harus memberhentikan mereka yang diadukan itu.
Keempat, memberikan pandangan dalam undang-undang yang akan ditetapkan dan membatasi kandidat khalifah.
Dari sini sangat jelas, bahwa keberadaan Majelis Umat adalah representasi umat yang berperan penting dalam menjaga penerapan hukum syara’ oleh pejabat negara dan menyalurkan aspirasi rakyat.
Adapun para anggota Majelis umat terdiri dari umat Islam dan non Islam, lelaki dan perempuan, berakal, baligh, dan merdeka. Majelis Umat dipilih melalui pemilu bukan penunjukkan, agar Khalifah dapat mengetahui kebutuhan suatu daerah melalui Majelis Umat, di mana keberadaan mereka adalah wakil individu-individu, kelompok-kelompok, dan masyarakat secara representatif di daerah tersebut. Kebutuhan yang demikian hanya bisa direalisasikan melalui pemilu dan pastinya orang-orang yang menjadi Majelis Umat diketahui oleh masyarakat daerahnya sebagai orang yang amanah, bertanggung jawab, dan peduli terhadap kondisi masyarakat.
Demikianlah rincian wewenang dan kriteria anggota perwakilan rakyat dalam sistem Islam yang diterapkan secara praktis dalam Daulah Khilafah. Wakil rakyat seperti inilah yang dibutuhkan oleh umat saat ini.
Wallahu a’lam bishshawab
Views: 14
Comment here