Oleh Marita Julia Hapsari (Muslimah Aktivis Dakwah)
wacana-edukasi.com, OPINI– Masih ingat dengan tragedi KM 50? Beberapa laskar FPI menjadi korban unlawful killing alias pembunuhan di luar proses hukum. Pada hari itu, tepatnya 7 Desember 2020, 6 laskar dibuntuti oleh orang tak dikenal (OTK) yang kemudian terungkap adalah aparat kepolisian. Tak hanya dibuntuti, keenam laskar FPI itu juga ditembak hingga meninggal dunia. Pedihnya, kedua polisi pelaku penembakan itu divonis bebas oleh MA (cnnindonesia.com, 22/09/2022).
Apa motif pembututan dan penembakan itu? Hingga kini masih menjadi misteri. Dan tragedi KM 50 yang terkategori pelanggaran HAM berat itu pun tak terselesaikan dengan tuntas. Menyisakan tanda tanya besar di benak rakyat. Ini termasuk pelanggaran hak hidup individu.
Teranyar, kasus Pulau Rempang. Atas nama Proyek Strategis Nasional (PSN), masyarakat Rempang dipaksa keluar dari tempat tinggal yang sudah memberikan kehidupan bagi mereka secara turun temurun. Lewat tangan aparat, pemerintah memenangkan investor dan menutup mata pada penderitaan rakyat Rempang yang terusir.
Ancaman kehilangan mata pencaharian yang berimbas pada denyut kehidupan lain dalam keluarga seakan mewujud nyata. Pedihnya, pemerintah seolah-olah menutup mata dan tetap melanjutkan PSN dengan mengorbankan rakyat. Rakyat selalu kalah di konflik agraria, rasanya sudah menjadi rahasia umum. Jelas ini adalah pelanggaran hak hidup rakyat.
Kasus di atas hanyalah salah dua dari berbagai kasus dan konflik yang termasuk dalam pelanggaran HAM. Tidak heran jika hasil survel Setara Institute dan International NGO Forum Indonesia (INFID) menunjukkan skor yang rendah. Skor indeks HAM RI tahun 2023 turun menjadi 3,2 dibandingkan tahun lalu di angka 3,3 (cnnindonesia.com, 10/12/2023). Skala skor indeks HAM berkisar antara 1 sampai 7. Skor 1 menunjukkan penghormatan dan pemenuhan HAM yang buruk. Sebaliknya, skor 7 menunjukkan penghormatan dan pemenuhan HAM yang baik.
Ide HAM Menciptakan Kedamaian?
Ide HAM dibidani oleh organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tanggal 10 Desember 1948. Tanggal tersebut juga dijadikan sebagai hari HAM sedunia. Tujuan PBB mengeluarkan penyataan terkait HAM dan menyusun serangkaian aturan adalah untuk melindungi hak asasi manusia setiap individu di seluruh negara. Deklarasi Universal HAM itu mengandung 30 pasal. Di antara 30 pasal tersebut adalah hak untuk hidup, keamanan dan kebebasan.
Seluruh warga dunia diaruskan untuk mengagung-agungkan ide HAM ini. Berharap agar semua patuh dan menghormati HAM hingga melahirkan kedamaian. Faktanya, nilai-nilai HAM hanyalah pepesan kosong dan tak pernah terwujud secara nyata. Sistem sekuler liberal kapitalisme menjadikan ide HAM hanyalah jargon yang didengung-dengungkan namun tak bisa diejawantahkan.
Asas sekularisme mendaulat manusa membuat sistem aturan dalam kehidupan. Alhasil, aturan yang dibuat sangat kental dengan aroma kepentingan si pembuat hukum. Hingga, saat diimplementasikan, ketidakadilan atau kezaliman akan terus mewarnai kehidupan manusia.
Kehidupan yang liberal, serba bebas tanpa adanya batasan, membuat semua merasa memiliki hak untuk berbuat apapun. Meskipun mengancam kehidupan orang lain. Padahal, kebebasan seekor serigala akan mengancam kehidupan seekor kambing.
Lihatlah Amerika Serikat (AS), negara pengusung ideologi kapitalisme, si paling HAM sedunia. Hipokritnya AS dalam menetapkan aturan untuk dunia. Demi keamanan dunia, AS melarang negara lain mengembangkan persenjataan nuklir. Sementara saat ini Departemen Pertahanan AS sedang beusaha menciptakan varian modern dari bom gravitasi nuklir yang daya ledaknya melebihi bom atom Hiroshima Nagasaki (detik.com, 04/11/2023).
Masih demi keamanan dunia, AS menyerang, menghancurleburkan Irak dan Afghanistan. Ribuan korban rakyat sipil yang berjatuhan akibat serangan Amerika. Pun dengan kekejaman entitas Yahudi. AS mendukung penuh genosida zionisYahudi. Namun saat Rusia menyerang Ukraina, AS mengajak dunia internasional untuk memboikot Rusia.
Di Indonesia, ide HAM seringkali dijadikan batu sandungan dalam mendakwahkan ajaran Islam. Seorang siswi di Bantul merasa dipaksa berkerudung, padahal si guru hanya mengajarinya cara berkerudung. HAM pun datang laksana pahlawan membela si siswi yang mengaku depresi, si guru pun diberi sanksi. Namun, kemana si HAM saat ada siswi muslimah yang dipaksa melepas kerudungnya di sekolah Bali? Bukankah hak untuk mememeluk agama adalah salah satu dari 30 pasal Deklarasi Universal HAM?
Semakin hari semakin terlihat betapa HAM hanyalah pepesan kosong. Dan semakin jelas bahwa kedamaian tidak akan hadir di sistem kapitalisme yang mengagungkan ide HAM.
Islam Rahmatan Lil Alamin
Satu-satunya sistem yang mampu mengejawantahkan kedamaian hanyalah sistem Islam kaffah dalam bingkai negara khilafah. Dalam Islam, yang berhak membuat hukum hanyalah Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT.: “Sesungguhnya hukum itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus.”(TQS. Yusuf: 40).
Aturan atau hukum yang Allah SWT. turunkan untuk manusia adalah demi kebaikan manusia itu sendiri. Tersebab Allah yang menciptakan manusia dan alam semesta, tentulah Allah Maha Mengetahui yang terbaik bagi hamba-Nya. “Tidaklah Kami utus engkau (Muhammad) melainkan menjadi rahmat bagi semesta alam.” (TQS. Al—Anbiya: 107).
Tentu ada konsekuensi logis untuk meraih kedamaian dalam bentuk rahamatan lil alamin. Yaitu takwa, taat dan patuh pada semua aturan Allah SWT yang disyariatkan lewat Rasulullah Saw. Wallahu a’lam bishowab [
Views: 12
Comment here