Oleh: Ainun Istiharoh (Home Education Practitioner)
Wacana-edukasi.com –Jas Merah, jangan sekali-kali melupakan sejarah. Kata ini tentu tidak asing di telinga para generasi 90an ke bawah. Pernyataan Bung Karno tersebut sejak dulu masih diingat hingga sekarang. Sayang, generasi masa kini seolah lupa apa yang terjadi puluhan tahun silam. Lantas, salah siapa?
Nilai-nilai yang dipelajari dalam sejarah bangsa akan menjadi teladan bagi generasi muda. Seperti “cermin” tempat mereka berkaca padanya. Tak ayal, sejarah selalu muncul dalam pelajaran sekolah. Namun, kali ini petinggi negara memberi opsi tentang keberadaannya. Ditiadakan atau diubah?!
Rencana perubahan pendidikan sejarah di SMA/SMK tersebut tertuang dalam draf sosialisasi Penyederhanaan Kurikulum dan Asesmen Nasional tertanggal 25 Agustus 2020. Draf ini beredar di kalangan akademisi dan para guru, yang kemudian menjadi polemik di masyarakat (medcom.id 20/09/20). Sebelumnya, CNNIndonesia.com memperoleh file sosialisasi Kemendikbud tentang penyederhanaan kurikulum dan asesmen nasional. Dalam file tersebut dijelaskan bahwa mata pelajaran sejarah Indonesia tidak lagi menjadi mata pelajaran wajib bagi siswa SMA/sederajat kelas 10, melainkan digabung di mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) (cnnindonesia.com 19/09/2020)
Mengamati hal ini, Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Listyarti menilai wacana untuk menjadikan mata pelajaran sejarah sebagai pilihan (tidak wajib) di jenjang SMA, bahkan menghapus di jenjang SMK adalah tidak tepat. Semua anak, menurut Retno, baik di jenjang SMA ataupun SMK berhak mendapatkan pembelajaran sejarah dengan bobot dan kualitas yang sama. Meski demikian, ia menginginkan perubahan terhadap muatan sejarah. Ia pun memerinci, kurikulum sejarah Indonesia terlalu didominasi oleh sejarah perang dan kekerasan (mulai dari Perang Bubat, Perang Diponegoro, Perang Padri, Perang Jawa, Perebutan tahta Singosari Ken Arok dan lain sebagainya). Retno juga menilai, kurikulum sejarah juga didominasi oleh sejarah Jawa dan kurang memberikan tempat sejarah dari daerah lain (m.medcom.id 20/09/20).
Memang, sejarah memiliki peran penting dalam pembentukan karakter generasi bangsa. Namun, Sejarah Nusantara sampai kini belum terlihat dampaknya pada generasi muda. Hal ini menjadi kritik terhadap sistem pendidikan Indonesia mengapa sejarah tidak memiliki kemampuan merubah bangsa? Disaat generasi muda mengalami krisis teladan seperti sekarang, pemerintah hendak menghapus pelajaran sejarah di tingkat SMK.
Hal ini dikarenakan, pendidikan negara belum memiliki visi besar dalam mencetak generasi bangsa. Terlihat saat ini, para generasi muda lebih meneladani tokoh-tokoh diluar sejarah Nusantara. Nilai keteladanan terhadap para pejuang bangsa bergeser pada nilai hedonis tokoh-tokoh hiburan. Sebut saja generasi bucin, generasi rebahan, generasi santuy, yang kini ramai disematkan kepada generasi muda.
Bagaimana tidak, setiap hari mereka disuguhkan dengan berbagai macam hiburan baik didunia maya maupun nyata. Dilain sisi, generasi muda sejak usia dini sudah ditanamkan cerita yang miskin kepahlawanan. Misalnya saja, cerita kancil mencuri ketimun, menegaskan bahwa untuk mencuri itu butuh kepandaian agar tidak diketahui sang pemilik. Cerita bawang merah dan bawang putih, menegaskan bahwa anak baik selalu ditindas dan menindas sesama seolah dianggap sesuatu yang heroik. Masih banyak cerita dongeng lain yang kerap diberikan kepada anak usia dini.
Penyederhanaan kurikulum yang berdampak pada peniadaan pelajaran sejarah di kalangan SMK juga disebabkan rasa takut yang muncul dikalangan pemangku jabatan. Pasalnya, baru-baru ini telah ramai disaksikan penayangan film Jejak Khilafah di Nusantara yang secara telak menjelaskan peran khilafah dalam memerangi kaum imperialis. Sudah banyak yang tahu, bahwa sejarah akan jejak khilafah tersebut tidak banyak disebutkan di pelajaran sekolah. Padahal, nilai kepahlawanan yang terkandung didalamnya sangatlah tajam. Menusuk pada relung sanubari kaum muslim yang keberadaannya mayoritas di Nusantara. Lantas, apakah salah jika generasi muda belajar akan hal tersebut?. Apakah mereka yang kagum dengan kegemilangan islam di cap sebagai radikalis? Lantas, yang kagum terhadap budaya di luar Nusantara mereka sebut sebagai pancasilais? Satu yang pasti, mereka yang pernah merusak Nusantara adalah imperialis yang bukan islamis.
Sejarah telah mengambil perannya sejak dahulu dalam mewujudkan kegemilangan generasi muda. Sebagai contoh Muhammad Al Fatih yang menjadi jawaban atas bisyarah Rasulullah, “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR Ahmad). Sejarah menjadi salah satu guru baginya dalam menaklukkan Konstantinopel. Bagaimana para pendahulunya berupaya keras menaklukkan Konstantinopel, namun tetap gagal. Baginya, sejarah menjadi cermin yang akan menuntun langkahnya menuju kemenangan.
Muhammad Al Fatih berusaha keras menaklukkan Konstantinopel. Berbagai metode dan strategi dilakukan, hingga pada 20 Jumadil Awal 857 H bertepatan dengan 29 Mei 1453 M, Al Fatih beserta bala tentaranya berhasil menaklukkan Konstantinopel. Dia sukses memasuki wilayah Konstantinopel dengan membawa serta kapal-kapal mereka melalui perbukitan Galata, untuk memasuki titik terlemah Konstantinopel, yaitu Selat Golden Horn. Ketika itu, Sultan Mehmed II beserta ribuan tentaranya menarik kapal-kapal mereka melalui darat.
Demikianlah, dengan mempelajari sejarah, generasi muda Islam akan memahami bagaimana seharusnya mereka berjuang. Tidak heran, dua pertiga Al-Qur’an pun disajikan dalam bentuk kisah. Selain menjelaskan fungsi sejarah, Al-Qur’an juga menegaskan tentang akhir dari perjalanan sejarah. Dalam QS Al- Qasas misalnya, Allah mengisahkan tentang kesewenang-wenangan Fir’aun dan kisah Musa. Hal ini menjadi pelajaran sekaligus peringatan, agar sejarah yang kelam tidak kembali terulang.
Wallahu a’lam bi asshowab
Views: 13
Comment here