Oleh : Irawati Tri Kurnia (Aktivis Muslimah)
wacana-edukasi.com, OPINI– Umat Islam ibarat satu tubuh yang utuh. Jika ada satu bagian yang sakit, bagian tubuh lainnya akan otomatis ikut sakit. Sikap inilah yang seharusnya diambil kaum muslim terhadap kondisi kaum muslim lainnya. Sayangnya di pergantian tahun ini nampak nyata dualisme kaum muslim dalam bersikap. Ini terlihat dari pesta kembang api yang diadakan di berbagai tempat di negeri-negeri kaum muslim dalam rangka menyambut pergantian tahun.
Seperti di Indonesia, pergantian tahun diadakan dengan meriah di Jakarta, dengan diadakan di beberapa titik (www.cnnindonesia.com, Minggu 31 Desember 2023) (1). Yogyakarta pun sama meriahnya. Dipusatkan di jalan Malioboro yang legendaris, diawali dari Tugu Yogya (www.news.republika.co.id, Minggu 31 Desember 2023) (2). Di Mataram perayaan tahun baru pun selalu dirayakan, begitu juga pada pergantian tahun ini; walau fakta suram ikut mengiringinya dengan identiknya acara untuk pesta, hura-hura, dan seks bebas (www.lombokpost.jawapos.com, Kamis 28 Desember 2023) (3). Padahal di saat yang sama, kaum muslim Palestina dan Rohingya mengalami kezaliman dan penderitaan yang luar biasa.
Kaum muslim di Gaza masih dijajah dan dianiaya zionis Yahudi. Hampir 2,3 juta penduduk Gaza dipaksa keluar dari rumah mereka melalui serangan tanpa henti selama 12 pekan. Ini belum termasuk korban meninggal selama puluhan tahun (www.cnbcindonesia.com, 31 Desember 2023) (4). Ditambah penderitaan kaum muslim Rohingya yang selama bertahun-tahun mengalami stateless (tanpa status domisili yang jelas) akibat genosida rezim Myanmar. Mereka bertahun-tahun mencari suaka, namun mirisnya yang didapat justru pengusiran (www.bbc.com, 29 Desember 2023) (5).
Berlangsungnya pesta kembang api di tengah penderitaan kaum muslim ini menunjukkan abainya kaum muslim terhadap urusan umat Islam secara keseluruhan. Di sisi lain, seiring berjalannya waktu, sikap pembelaan umat terhadap Palestina mulai kendor. Aksi pemboikotan produk Yahudi dan sekutunya juga mulai melonggar. Umat Islam juga terpecah dalam menyikapi muslim Rohingya. Apalagi ditambah makin kuatnya pembungkaman oleh Meta pada akun yang menunjukkan pembelaan terhadap Palestina.
Sikap kaum muslim yang seperti ini merupakan cerminan nasionalisme yang menancap kuat di benak mereka. Ikatan nasionalisme merupakan produk pemikiran Barat yang sengaja ditanamkan di negeri-negeri kaum muslim agar mereka hanya mencintai tanah air masing-masing. Ikatan ini diperkuat oleh pecahan kaum muslim dalam bentuk nation state.
Ikatan nasionalisme ini membuat kaum muslim merasa aman jika tidak ada ancaman. Dan merasa heroik saat gangguan datang. Sehingga wajar pembelaan kepada kaum muslim Palestina hanya sesaat. Karena pembelaan muncul dari rasa simpati dan empati. Ketika informasi terkait Palestina tidak lagi masif, maka pembelaan pun terhenti.
Umat Islam harus terus menyadari bahwa mereka adalah satu tubuh. Perasaan ini harus muncul berdasarkan dorongan akidah Islam, bukan sekedar rasa empati atau simpati. Sehingga ikatan yang mengikat kaum muslim adalah ikatan ukhuwah Islamiyah karena keimanan. Ikatan yang akan membuat kaum muslim merasa terluka jika saudara di belahan negeri yang lain terzalimi. Sebagaimana hadis Rasulullah saw :
“Perumpamaan kaum Mukmin dalam hal salimg cinta, kasih sayang, dan simpati di antara mereka seperti satu tubuh. Jika salah satu organ sakit maka seluruh tubuh akan demam dan tak bisa tidur.” (HR. Muslim dan Ahmad).
Realisasi rasa sakit tersebut mengantarkan sikap pembelaan, pertolongan dan sikap yang nyata kepada saudara yang tertindas dan terzalimi. Secara individu, pembelaan dan pertolongan bisa dilakukan dengan aktivitas-aktivitas personal. Terkait masalah kezaliman yang dialami oleh kaum muslim Palestina, sebagai individu upaya ini bisa dilakukan, dengan mengirimkan bantuan kemanusiaan.
Namun pertolongan ini tidak cukup dan bukan solusi hakiki. Sebab yang terjadi bukan bencana kemanusiaan, namun penjajahan yang dilakukan Yahudi dan sekutunya kepada kaum muslim. Maka yang mereka butuhkan adalah bantuan tentara untuk mengusir penjajah Yahudi. Kaum muslim wajib berjihad membela saudaranya di Palestina. Hanya saja organisir pasukan tidak akan mungkin terjadi kecuali diatur oleh sebuah negara.
Begitu pula kasus muslim Rohingya. Mereka butuh dibantu, diberi perlindungan, diedukasi, dan diberi suaka. Karena mereka telah menjadi korban genosida rezim Myanmar. Tindakan ini tidak bisa dilakukan kecuali oleh negara. Juga membalas kebiadaban rezim Myanmar hanya bisa dilakukan oleh sebuah negara. Dan negara yang bisa menyelamatkam kaum muslim adalah Daulah Khilafah. Rasulullah saw bersabda :
“Sesungguhnya seorang imam (penguasa) itu (bagaikan) perisai. Orang-orang berperang di belakangnya, dan juga berlindung dengannya. Maka jika ia memerintah (berdasarkan) takwa kepada Allah Ta’ala dan berlaku adil, maka baginya pahala. Akan tetapi jika ia memerintah tidak dengan (takwa kepada Allah dan tidak berlaku adil) maka ia akan mendapatkan balasannya.” (HR. Muslim).
Imam An Nawawi menjelaskan bahwa perisai bermakna pelindung bagi orang-orang di belakangnya. Karena seorang imam menjadi sebuah perisai yang melindungi kaum muslim dari musuh-musuh mereka. Perlindungan tersebut dilakukan dengan mengorganisasi tentara, menjaga perbatasan, serta menyerukan jihad fi sabilillah. Dengan demikian agar tepat merealisasikan hadis Rasulullah tentang kaum muslim ibarat satu tubuh.
Sejatinya umat Islam membutuhkan Khilafah untuk menjaganya. Khilafah adalah institusi negara warisan Rasulullah, yang menjadi pelindung dan pembela kaum muslim di mana pun. Sehingga jika ada Khilafah di tengah-tengah umat, Khilafah lah yang mengorganisir pasukan untuk dikirimkan ke Palestina, untuk berjihad mengusir Yahudi. Mengirimkan pasukan untuk berjihad kepada rezim Myanmar, sebagai balasan kebiadaban mereka terhadap muslim Rohingya. Dengan begitu, kaum muslim akan selamat dari penindasan dari siapa pun, dan di bumi mana pun.
Wallahu’alam Bishshawab
Views: 13
Comment here