wacana-edukasi.com– Kasus banyaknya perceraian rupanya masih menjadi satu dari sekian banyak polemik di tengah masyarakat yang belum ada habisnya. Bagaimana tidak, rata-rata perceraian setiap bulannya mampu mencapai puluhan kasus perceraian dan itu didominasi oleh pasangan-pasangan yang masih muda usia pernikahannya.
Dilansir dari media Telisik.id kasus perceraian di Kota Kendari terbilang cukup tinggi, bahkan setiap bulannya bisa mencapai 61 kasus perceraian. Menariknya, kasus perceraian didominasi oleh pasangan yang masih berusia 20 sampai 35 tahun dengan usia perkawinan rata-rata satu tahun atau lebih. Hal tersebut diungkapkan oleh Panitera Pengadilan Agama (PA) Kendari, Hj. Suhartina, MH. Dia mengatakan, perceraian didominasi oleh pasangan-pasangan yang masih muda, dan hampir setiap hari ada saja yang menggugat cerai.
“Rata-rata atau 95 persen dari kasus perceraian setiap bulan, didominasi oleh pasangan usia muda. Jadi setiap hari, janda dan duda baru itu kebanyakan anak-anak muda yang berusia 20 tahun,” ungkapnya kepada Telisik.id, Senin (7/3/2022).
Ironis memang hidup dalam sistem sekuler hari ini akibat pergaulan bebas dari muda mudi mengakibatkan banyaknya remaja dengan terpaksa menikah karena telah hamil di luar nikah. Dan Sayangnya hal ini telah menjadi kebiasaan dalam pergaulan remaja bahkan pacaran dianggap hal yang “gaul” dari setiap orang yang ingin dirinya dilebeli keren. Sehingga berlomba-lombalah mengandeng gebetan untuk dijadikan kekasih hati. Astagfirullah.
Pun, kurang siapnya pasangan muda ini secara mental untuk mengarungi kehidupan rumah tangga. Mungkin kebanyakan dari mereka menganggap bahwa jika telah bersama kekasih hati hidupnya akan bahagia setiap hari. Padahal dalam kehidupan suami istri mental menghadapi berbagai macam persoalan yang menghadang itu sangatlah dibutuhkan. Seperti kata orang “jika telah menikah, seseorang butuh banyak kesabaran”, kesabaran dalam menghadapi liku-liku kehidupan.
Ditambah minimnya ilmu bagaimana membangun dan membina rumah tangga. Hak dan kewajiban bagi setiap suami maupun istri, hingga bagaimana menyikapi sikap istri yang cenderung dengan perasaan serta pria dengan kecenderungan logikanya. Semua itu membutuhkan ilmu sehingga ketika ada persoalan antara suami istri maka solusinya dan menyikapinya pun dengan tepat.
Hal ini berbeda dengan sistem Islam, sistem Islam akan menutup keran yang berpeluang terjadinya pergaulan bebas dengan melaksanakan aturan dan memberikan sanksi yang tegas terhadap pelaku. Memisahkan kehidupan pria dan wanita hingga melarang adanya khalwat dan campur baur yang dapat menimbulkan kemaksiatan hingga pada perzinahan.
Padahal Allah Swt. telah dengan jelas melarang segala aktivitas yang dapat mengantarkan pada zina. Sebagaimana dalam Al-Quran surah Al-Isra ayat 32 yang artinya, “Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
Islam juga menetapkan bagi setiap muslim untuk menuntut ilmu agama. Sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda yang artinya, “Mencari ilmu adalah kewajiban setiap muslim, dan siapa yang menanamkan ilmu kepada yang tidak layak seperti yang meletakkan kalung permata, mutiara, dan emas di sekitar leher hewan.” (HR Ibnu Majah). Maka untuk mengetahui bagaimana hak dan kewajiban terhadap pasangan diperlukan ilmu agama dan itu haruslah dicari dengan mengikuti majelis ilmu.
Oleh karena itu, tidak mudah membendung banyaknya kasus perceraian yang terjadi, jika individu tidak memiliki kesiapan mental dan ilmu berumah tangga. Di tambah lagi kondisi saat ini tak sedikit membuat orang stres dan tertekan. Maka dari itu, bagi pasangan yang hendak atau telah menikah baiknya mempersiapkan berbagai hal yang dapat menciptakan kelanggengan dalam hubungan suami istri dan hal itu juga ditopang oleh peran sistem, sehingga terjadi sinergi yang dapat membuat kokoh kehidupan berumah tangga. Wallahu a’lam.
Hasriyana, S.Pd.
Views: 8
Comment here