Opini

Perempuan Diperdaya dalam Pemberdayaan Ekonomi

blank
Bagikan di media sosialmu

Proyek-proyek pemberdayaan perempuan tidak bisa lepas dari agenda internasional. PBB sebagai perpanjangan kepentingan negara kapitalis global telah lama berhasil mengikat seluruh negara anggota untuk meraih target capaian bersama terkait isu-isu perempuan dan kemiskinan.

Oleh: Yusmita, S.Pd.
(Aktivis Dakwah Muda Muslimah)

wacana-edukasi.com, OPINI– Program PEP makin digencarkan pasca Presidensi G20 Indonesia 2022 lalu. Kesetaraan gender, keterlibatan perempuan dalam ekonomi lokal, dan digitalisasi ekonomi pun turut menjadi isu utama selama G20 Empower. Sementara itu, keterlibatan perempuan muda lebih diarahkan pada proyek ketenagakerjaan pemuda yang menjadi tema utama Pra-KTT Youth 20 (Y-20) Indonesia 2022.

Proyek PEP dinilai berhasil mengurangi kesenjangan gender dengan meningkatnya partisipasi perempuan dan pemuda di ranah ekonomi. Berdasarkan data Kemenkeu RI, di Indonesia, 53,76% UMKM dimiliki oleh perempuan dimana 97% karyawannya juga perempuan, dengan kontribusinya terhadap PDB mencapai 61%, investasi 60%, dan ekspor 14,4%. (Newsindonesia)

Di sisi lain, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Menteri PPPA) Bintang Puspayoga meyakini pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi akan mendorong penurunan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang selama ini banyak dipicu oleh masalah ekonomi. Solusi atas keterpurukan perempuan yang terus digaungkan para pegiat gander adalah mendorong para perempuan agar berdaya.

Program PEP mendorong perempuan berperan dalam membantu kesejahteraan keluarga. Ketika perempuan ikut bekerja, pendapatan ekonomi keluarga dianggap akan meningkat dan kemiskinan bisa diminimalkan. Walhasil, banyak perempuan muda yang sukarela bekerja demi menopang ekonomi keluarga. Tak hanya itu, program ini juga pada kenyataannya memaksa perempuan muda terlibat aktif sebagai pelaku ekonomi kreatif dan digital.

Namun, seiring berjalannya waktu, program PEP melahirkan masalah kompleks lainnya. Di antaranya, perempuan menjadi pihak yang paling rentan mengalami kekerasan dan pelecehan di tempat kerja. Dampak lain dari PEP adalah tuntutan kemandirian ekonomi yang membuat dominasi perempuan sebagai pemimpin rumah tangga kian marak dan memicu perceraian.

Sejatinya kita harus memahami bahwa dorongan negara-negara untuk memberdayakan perempuan dalam ekonomi tidaklah semata dalam rangka meningkatkan kualitas hidup para perempuan dan keluarga mereka. Melihat dan menelaah permasalahan ini lebih jauh dengan kacamata global, kita akan mampu mengungkap siapa yang akan paling diuntungkan dalam proyek PEP ini. Merekalah kaum oligarki kapitalis. Tujuan sebenarnya jelas berasal dari pemerintah kapitalis Barat yakni dalam rangka mengamankan keuntungan ekonomi bagi negara.

Proyek-proyek pemberdayaan perempuan tidak bisa lepas dari agenda internasional. PBB sebagai perpanjangan kepentingan negara kapitalis global telah lama berhasil mengikat seluruh negara anggota untuk meraih target capaian bersama terkait isu-isu perempuan dan kemiskinan. Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (PEP) merupakan turunan dari megaproyek CEDAW, Beijing Declaration and Platform for Actions. Selain ada wadah UN Women, pada 2015, berdiri pula kelompok kerja W20 yang merupakan engagement group untuk mewakili suara perempuan pada KTT G20. Targetnya adalah mendorong komitmen negara G20 untuk mengurangi kesenjangan gender dalam partisipasi angkatan kerja hingga 25% pada 2025.

Namun, ironisnya, alih-alih menjadi solusi atas permasalahan, dari masa ke masa, problem kemiskinan, diskriminasi, subordinasi, kekerasan, pelecehan, tetap saja membelenggu kehidupan mereka. Bahkan, proyek pemberdayaan ekonomi perempuan justru berdampak menambah beban di pundak perempuan, terutama pada posisinya sebagai ibu yang peran strategisnya tak bisa diabaikan.

Dari sini kita menyadari bahwa umat hari ini telah terperangkap dalam ilusi solusi semu yang ditawarkan kapitalisme. Hal ini terjadi kesalahan dalam cara pandang melihat akar masalah. Cara pandang pragmatisme menjadi kacamata umat melihat persoalan bangsa, yakni suatu cara berpikir yang menjadikan fakta sebagai sumber hukum. Apa yang mereka ajukan sebagai sebuah persoalan bangsa, yaitu rendahnya akses perempuan terhadap ekonomi, perempuan terdiskriminasi, kemiskinan keluarga dan lain-lain. Fakta-fakta tersebut dijadikan sumber berpikir untuk membuat penyelesaian terhadap masalah yang dihadapi.

Saat fakta menyuguhkan kondisi dimana ekonomi terpuruk, akhirnya kesimpulan yang diambil perempuan harus keluar dari aktivitas domestiknya turut menjadi “penyelamat ekonomi keluarga”. Efek sampingnya perempuan difokuskan kepada aktivitas publik, tidak lagi menganggap penting fungsi domestik. Mereka akan mulai perhitungan terhadap aktivitas domestik yang tidak dihargai dari segi materi dan dianggap menghambat mereka berkembang. Pada akhirnya kapitalisme telah berhasil menjadikan perempuan dipandang sebagai aset ekonomi dan faktor produksi dan komersial.

Dalam pandangan Islam, peran perempuan sangat penting bagi eksistensi peradaban Islam cemerlang. Dari merekalah lahir generasi umat yang mengemban amanah penciptaan manusia, yakni sebagai hamba Allah sekaligus khalifah di muka bumi yang Dia ciptakan. Ia menjadi Pengatur rumah tangga dan madrasah pertama bagi anak-anaknya. Maka Islam menjaga perempuan sedemikian rupa dengan support penuh agar mereka mampu menjalankan peran itu dengan optimal tanpa harus mengkhawatirkan problem ekonomi dll. Support itu tidak lain berupa hukum-hukum yang menetapkan jaminan finansial, pendidikan, kesehatan, keamanan, dan semua hal yang dibutuhkan sehingga mereka bisa menjalankan peran strategisnya dengan optimal. Hal itu melibatkan semua pihak, mulai dari suami atau wali melalui hukum nafkah dan perwalian, lalu masyarakat dengan fungsi amar makruf dan nahi mungkarnya, serta negara sebagai pengurus dan penjaga rakyatnya.

Islam telah memberikan mekanisme sempurna bagi umat untuk mampu mengatasi krisis global yang dihadapi. Negara yang telah mengambil Islam sebagai sistem, akan mengakhiri utang berbasis riba dari berbagai Lembaga keuangan seperti IMF dll untuk membangun negara mandiri yang tidak bergantung kepada asing. Negara Islam aka menghapuskan segala sistem dan aktivitas perekonomian berbasis riba serta melarang segala bentuk penimbunan kekayaan. Yang artinya negara akan mengembalikan posisi kepemilikan kekayaan sesuai ketentuan syariat. Mengelola sumber daya kepemilikan umuum untuk kepentingan umat. Menghapuskan segala bentuk pajak ribawi dan menggantinya dengan skema pungutan yang ditentukan syara. Serta melakukan stabilisasi pasokan uang dan harga dengan menetapkan mata uang kertas sepenuhnya didukung emas dan perak demi mencegah inflasi. Ketat dalam peninjauan penumpukan lahan-lahan pertanian yang tidak diolah. Dengan regulasi seperti ini negara mampu menjaga stabilitas ekonomi tanpa terpengaruh dampak ekonomi global seperti yang terjadi hari ini. Sehingga tidak akan menyeret posisi perempuan keluar dari fitrahnya.

Kaum perempuan sejatinya butuh kehadiran sistem Islam. Sistem ini lahir dari asas keimanan dan aturannya berfungsi sebagai solusi atas seluruh masalah kehidupan sehingga manusia dan seluruh alam bisa merasakan rahmat Allah Yang Maha Adil dan Maha Sempurna. Islam memiliki seperangkat aturan yang mendukung peran perempuan sebgai Ibu serta peran perempuan sebagai pemuda intelektual. Islam tidak memandang perempuan sebagai sebuah aset yang harus dioptimasi dalam dunia ekonomi, tetapi perlakuan hormat dan baik kepada perempuan berasal dari perintah Allah. Perempuan tidak perlu dirayu dengan narasi “perempuan penyelamat ekonomi keluarga”. Dalam system Islam kecukupan ekonomi perempuan dan keluarganya telah dijaga dan dijamin keberlangsungannya oleh negara melalui regulasi ketat terkait garis nasab nafkah yang menjadi kewajiban laki-laki. Dan negara akan mengambil alih tanggung jawab nafkah yang diambil dari kas Baitulmal saat tidak ditemui lagi adanya kemampuan dari sisi laki-laki untuk menafkahi.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 29

Comment here