Opini

Perempuan Menderita di Balik Indeks Pembangunan Gender

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Sumariya (Anggota Lingkar Studi Muslimah Bali)

wacana-edukasi. Com, OPINI– Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak (PPPA) menyatakan bahwa selama 2023, perempuan semakin berdaya yang ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender. “Perempuan semakin berdaya, mampu memberikan sumbangan pendapatan signifikan bagi keluarga, menduduki posisi strategis di tempat kerja dan terlibat dalam politik pembangunan dengan meningkatnya keterwakilan perempuan di lembaga legislatif. Ini ditunjukkan dengan meningkatnya Indeks Pembangunan Gender”, kata Deputi Bidang Kesetaraan Gender KemenPPPA Lenny N Rosalin dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (6/1/2024). (News Republika.co.id)

Saat ini arus kesetaraan gender dengan berbagai kebijakannya dipandang sebagai solusi atas setiap permasalahan perempuan. Namun di saat yang sama, perempuan semakin banyak yang mendapatkan masalah dan penderitaan dalam hidupnya, seperti tingginya angka perceraian, KDRT, kekerasan seksual dan lainnya. Belum lagi persoalan generasi yang makin amoral, liberal dan keji. Jika permasalahan tersebut diselesaikan dengan pemberdayaan perempuan melalui tolak ukur Indeks Pembangunan Gender sangat terlihat bahwa penguasa hari ini sangat tidak adil, pasalnya penderitaan yang dialami perempuan saat ini adalah buah dari sistem Sekuler-Kapitalisme. Akibatnya syari’at-syari’at agama terkait perempuan tidak dijalankan oleh pemangku kebijakan, seperti syari’at penafkahan, kewajiban belajar, berdakwah, syari’at suami istri dan sejenisnya.Padahal Allah SWT telah mengancam dalam surat Toha ayat 124, bahwa siapa saja yang berpaling dari aturan-Nya, maka Allah akan memberikan kehidupan yang sempit.

Seharusnya perempuan menyadari bahwa jalan kemuliaan mereka bukanlah didapat dengan terwujudnya kesetaraan gender. Sistem Sekulerisme Demokrasi menjadikan lembaga-lembaga pemerintahan saat ini mengabaikan hukum Allah SWT. Mereka bersepakat membuat aturan sendiri dan menjalankannya, padahal Allah SWT tegas menyatakan dalam firman-Nya: “…Hukum itu hanyalah hak Allah…” (TQS. Al-An’am:57)
Dengan kata lain sistem saat ini telah memaksa kita berbuat syirik kepada Allah SWT, padahal syirik termasuk dosa besar. Jika umat, khususnya perempuan menginginkan kemuliaan, maka standar kemuliaan harus dikembalikan kepada standar mulia yang telah Allah SWT tetapkan, karena dialah pencipta manusia, langit, bumi, alam semesta dan segala isinya. Dialah pengatur semua makhluk-Nya.

Allah SWT memuliakan wanita dengan memberi peran sebagai ibu dan pengatur rumah tangga (Al Umm wa Rabbatul Bayt), yg bertanggung jawab mengatur rumah tangganya di bawah kepemimpinan suami. Rasulullah SAW bersabda: “Wanita (istri) adalah penanggung jawab dalam rumah tangga, suami dan anak-anaknya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Allah SWT juga memberkahi perempuan sebagai madrasatul ula, pendidik pertama dan utama anak-anaknya. Kedua peran ini adalah peran strategis yang akan menjadi pondasi pembangun sebuah peradaban. Kedua peran tersebut tidaklah mudah dijalankan, sehingga agar perempuan bs menjalankan amanah tersebut dengan optimal Allah SWT menetapkan sejumlah syari’at yang hanya berlaku pada perempuan, salah satu diantaranya adalah masalah penafkahan. Perempuan tidak wajib mencari nafkah, baik untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Nafkah perempuan ditanggung oleh walinya, seperti ayahnya, suaminya, saudara laki-lakinya, kakeknya, pamannya dan seterusnya. Selain itu perempuan juga dilarang terlibat dalam kepemimpinan yang itu mengharuskan mengambil kebijakan seperti menjadi seorang Khalifah. Islam mensyari’atkan kepemimpinan berada di tangan laki-laki, berdasarkan Al Qur’an surat An-Nisa’ ayat 34. Dengan pendekatan kaidah min baabi al-awlaa (keharusan yang lebih utama), ayat tersebut dapat dipahami bahwa pemimpin rumah tangga saja harus laki-laki, apalagi rumah tangga yang besar yaitu negara.

Rasulullah SAW juga bersabda: “Tidak akan pernah beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kekuasaannya) kepada perempuan (HR. al-Bukhari). Seandainya ada pihak yang merujuk kebolehan perempuan sebagai pemimpin (kepala negara) adalah keterlibatan ummul mukminin ‘Aisyah dalam perang Jamal, maka sesungguhnya pendapat ini langsung terbantahkan dengan penyesalan beliau ketika diingatkan oleh sahabat. Hanya saja meski diharamkan dalam jabatan kekuasaan, bukan berarti lantas perempuan tidak memiliki kesempatan di ranah publik. Islam mengatur aktivitas publik boleh diikuti bahkan wajib atas perempuan, diantaranya menuntut ilmu, amar ma’ruf nahi munkar di tengah masyarakat dan muhasabah (menasehati penguasa). Sedangkan aktivitas yang boleh dilakukan adalah menjadi anggota Majelis Umat dan boleh bekerja dengan syarat pekerjaan yang tidak menghinakan fitrahnya sebagai perempuan, tidak mengeksploitasi kecantikannya, tidak menghalanginya melakukan kewajiban dan bukan untuk ekonomi. Namun pekerjaan yang dilakukan semata-mata untuk memberikan kontribusi keilmuannya untuk umat dan kemuliaan Islam.

Dengan demikian kemuliaan perempuan dalam Islam akan dilihat dari keberhasilan dia menjalankan peran domestiknya sebagai al-Umm wa Rabbatul Bayt dan madrasatul ula serta peran publiknya sebagai entitas masyarakat yang melakukan amal ma’ruf nahi munkar. Dan terbukti penerapan syari’at yang terkait dengan perempuan ini ketika dijalankan oleh individu, masyarakat bahkan negara yakni negara Khilafah selama 1300 tahun, perempuan hidup dalam kemuliaan tidak seperti perempuan yang hidup dalam sistem Kapitalisme saat ini, mereka dinistakan, dilecehkan, dihinakan dan direndahkan.

Wallahu a’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here