Oleh: Jenita Dewi, S.Pd.
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Kerusakkan moral berujung seks bebas marak terjadi di kabupaten Sleman misalnya permohonan dipensasi nikah oleh remaja pada tahun 2024 tercatat 98 kasus dari jumlah tersebut alasan terbanyak untuk mengajukan permohonan dipensasi adalah karena hamil sebelum menikah. Baru-baru ini terungkap perbuatan asusila yang dilakukan guru perempuan di Grobogan dengan salah satu siswa SMP. Parahnya hubungan terlarang tersebut sudah berlangsung selama 2 tahun (Kompas.com,10/1/2025).
Sementara itu, pihak kepolisian juga baru saja menangkap sepasang suami istri yang terkait pesta seks dan pertukaran pasangan atau swinger di wilayah Bali Kabupaten Badung. Melalui situs yang dikelola kedua tersangka, mereka mengajak publik bergabung sebagai anggota tanpa memungut biaya dari para pendaftar pasangan. Mereka yang bergabung dalam pesta juga tidak diberikan bayaran selama pesta swinger berlangsung.
Pasangan suami istri tersebut merekam kegiatan hubungan intim yang juga diketahui oleh anggota lain. Potongan rekaman video akan diunggah kedalam situs yang dikelola hingga mendapatkan keuntungan besar. Mirisnya, uang hasil bisinis gelap tersebut digunakan untuk menghidupi keluarga termasuk kedua anak mereka yang masih berusia dini (Republika.co.id, 10/1/2025).
Kerusakkan moral dan maraknya pergaulan yang makin liberal sejatinya merupakan buah busuk sekulerisme. Hal ini tidak lepas dari semakin jauhnya masyarakat dari tuntunan agama. Semua usia menjadi rusak karena pergaulan tanpa aturan dan bebas memuaskan hawa nafsunya. Mereka bertindak semaunya tanpa memikirkan akibat dari tindakkannya. Bobroknya kelakuan masyarakat ini seharusnya membuka mata umat bahwa serangan pemikiran liberal begitu masif terjadi di tengah umat Islam saat ini.
Pemisahan agama dari kehidupan atau sekulerisme merupakan asas dari ideologi kapitalisme yang lahir dari barat. Hidup serba bebas dituntun oleh hawa nafsu adalah buah pemikiran sekuler yang mengabaikan peran agama dalam kehidupan. Kebahagiaan diletakkan pada kepuasan materi dan kesenangan jasadiyah semata. Mirisnya alih-alih mewujudkan generasi emas negara dengan sistem kapitalisme sekuler melahirkan aturan yang melemahkan moral generasi.
Negara hari ini jusru memfasilitasi liberalisasi pergaulan misalnya adanya aturan kontrasepsi untuk pelajar dan pendidikan kespro yang berasaskan peradaban barat. Adanya kesetaran gender dan semua turunannya yang berkiblat pada barat seperti hak reproduksi, meskipun negara berhasil menangkap pelaku dan menetapkannya sebagai tersangka. Hukuman yang diberikan tidak mampu mencegah pihak lain melakukan perbuatan buruk serupa. Hukuman yang diberikan pun seringkali tidak membuat jera pelaku.
Sistem sanksi yang diberlakukan pun tidak bisa diandalkan. Negara gagal mencegah masyarakat bertindak asusila. Negara seharusnya melakukan upaya pencegahan melalui pendidikan yang mampu membentuk kepribadian mulia generasi penerus. Sayangnya hal ini tidak dilakukan oleh negara atas nama kebebasan. Lihatlah bagaimana sistem pendidikan diarahkan hanya mencetak generasi yang mampu mendongkrak perekonomian tanpa peduli kepribadian yang terbentuk pada generasi. Tak heran banyak kita temukan generasi yang bangga dengan kejahatan dan kemaksiatan yang dilakukannya.
Setiap warga negara dibiarkan bebas berperilaku sesuai keinginannya tanpa disandarkan pada aturan agama. Bahkan negara menjamin kebebasan bertingkah laku dan hal ini tampak dari berjalannya pendidikan sekuler yang mengabaikan mata pelajaran agama dan fokus pada pencapaian materi.
Visi membangun generasi yang hanya disandarkan pada materi ini menjadikan negara mengatur media dengan landasan materi pula. Masih banyaknya konten-konten pornografi yang mudah diakses generasi semua usia. Ditambah lagi negara membiarkan media menayangkan tontonan-tontonan yang menuntut pemuasan hawa nafsu. Bagi mereka yang tidak kuat iman akan memenuhi naluri na’u-nya dengan berbagai cara tanpa memandang halal dan haram. Semua ini menunjukan gagalnya negara mengantarkan rakyatnya memiliki kepribadian mulia hingga menjauhkan mereka dari pergaulan bebas perilaku maksiat lainnya.
Kondisi berbeda akan kita dapati dalam negara yang menerapkan aturan Islam secara sempurna. Islam akan menjaga kemuliaan manusia dan memerintahkan negara menjaga nasab dengan berbagai mekanisme seperti menerapkan sistem pergaulan Islam, sistem pendidikan berbasis aqidah Islam, sistem sanksi yang tegas dan menjerakan.
Negara juga akan menutup semua celah masuknya ide-ide liberal. Sebab islam menganggap adanya pemikiran-pemikiran yang mengundang hasrat seksual pada suatu komunitas sebagai perkara yang dapat mendatangkan bahaya dan kerusakan. Karena itu islam melarang pria dan wanita berkhalwat. Melarang wanita bertabarruj dan berias dihadapan laki-laki asing atau non mahram.
Islam juga melarang memandang lawan jenisnya dengan pandangan nafsu birahi. Islam juga telah membatasi tolong menolong dalam kehidupan umum serta membatasi hubungan seksual antara pria dan wanita dalam dua keadaan yaitu pernikahan dan pemilih hamba sahaya (milku al-yamin). Dalam kitab Nizamul Ijtima’iy Fil Islam karya Syaikh Taqiyuddin An-Nabhani di nyatakan bahwa masyarakat Islam dalam negara Islam memandang hubungan pria dan wanita yang bersifat seksual termasuk kejahatan dan dosa besar (kabair).
Pelakunya akan dipandang sebagai orang yang harus dikucilkan dan orang hina yang dipandang dengan pandangan amarah dan nista.
Hukuman sanksi (‘uqubat) tegas dan sesuai Islam akan di berlakukan. Hukuman pada setiap pelaku kejahatan berupa ‘uqubat berfungsi sebagai zawajir (pencegah) dan jawabir (penebus). Keberadaan ‘uqubat sebagai zawajir karena mampu mencegah manusia dari perbuatan dosa dan tindak pelanggaran. Keberadan ‘uqubat dapat menembus sanksi akhirat. Jauhnya masyarakat dari ide-ide liberal tidak lepas dari penerapan sistem pendidikan Islam yang bertujuan membentuk Syakhsiyah Islamiyah (Kepribadian Islam).
Kepribadian Islam dimiliki oleh setiap warga negara sehingga standar perilakunya adalah halal dan haram, demi meraih rid Allah SWT. Negara juga menutup celah masukknya media-media sekuler dan memberikan sanksi tegas terhadap para pelaku yang merusak moral generasi melalui media. Inilah sejumlah mekanisme yang komprehensif, yang dapat mejauhkan generasi dari perilaku liberal termasuk pergaulan bebas. [WE/IK]
Views: 0
Comment here