Oleh: Mia Agustiani (Aktivis Muslimah Majalengka)
wacana-edukasi.com, OPINI– Siapa yang tidak ingin memiliki keluarga harmonis. Kehidupan keluarga yang hangat serta penuh kasih sayang. Keluarga sebagai tempat ternyaman juga aman, maka akan menambah suasana keimanan kepada Sang Pencipta.
Namun apa jadinya ketika keluarga jauh dari hal demikian? Justru malah tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang didapatkan. Tidak sedikit terjadi pada beberapa keluarga tindakan sadis hingga berujung pembunuhan.
Kapolsek Cikarang Barat AKP Rusna Wati mengatakan, Nando membunuh istrinya karena kesal ketika ditanya masalah uang belanja. “Sebelum melakukan pembunuhan, pelaku dan korban sempat cekcok masalah ekonomi,” kata Rusna di Mapolsek Cikarang Barat, Kabupaten Bekasi (Republika.co.id, 12/09/2023).
Begitu pula seorang suami di Kota Singkawang, Kalimantan Barat tega menusuk istrinya, karena tak terima digugat cerai (Kompas.com, 16/09/2023).
Kasus lain terjadi pada Asep Malik (51), seorang juru parkir di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat diamankan polisi atas kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang menewaskan istri sirinya, Teti Maryati usia 40 tahun (kompas.com, 14/09/2023).
Fakta kehidupan sadis yang kerap terjadi sungguh membuat prihatin. Tindakan kekerasan tersebut seharusnya tidak terjadi apabila setiap keluarga menjaga keimanan. Memastikan akidah adalah satu-satunya penuntun dalam memilih sikap dan tingkah laku terhadap segala sesuatu.
Kekerasan dalam rumah tangga yang mengusung kebebasan merupakan pengaruh dari gaya hidup liberal. Mereka menganggap hidup itu bebas berekspresi hingga bebas melakukan tindakan kekerasan yang berujung pembunuhan.
Sayangnya kondisi kehidupan keluarga seperti ini terjadi pada keluarga muslim dan membuat mereka menjadi keluarga yang sangat rapuh. Hal tersebut disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan juga eksternal. Faktor internal yaitu tidak adanya ketakwaan individu dalam membangun kehidupan berumah tangga dimana pondasi keimanan berumah tangga yang ada sangatlah rapuh hanya sekadar mengandalkan cinta.
Rumah tangga yang dibangun tanpa melibatkan Allah, ketika ditimpa masalah akan langsung hancur karena tidak memiliki pondasi keimanan. Mereka tidak menyadari bahwa tujuan kehidupan ini adalah untuk beribadah. Tidak mengerti fungsi keluarga serta ketentuan dalam berkeluarga. Terlebih lagi lemahnya pengelolaan emosi karena terlalu banyak tekanan hidup menyebabkan mereka mengambil solusi sendiri dalam setiap permasalahannya.
Sungguh miris mengaku Islam, tapi tidak menjalankan aturan dari agamanya sendiri. Mereka memisahkan kehidupan dari agama. Setiap permasalahan yang muncul jauh dari solusi Islam. Akhirnya kondisi keluarga muslim sekarang banyak mengalami kehancuran. Ketakwaan tidak lagi menjadi hiasan dan melakukan kemaksiatan sudah menjadi kebiasaan.
Faktor eksternal yang tak kalah mempengaruhi adalah penerapan sistem sekuler kapitalisme dalam kehidupan. Harga kebutuhan yang serba mahal menjadi salah satu pemicu tekanan yang hebat dalam kehidupan rumah tangga. Biaya kesehatan dan biaya pendidikan yang mahal membuat masyarakat sudah tidak bisa bernapas dan berpikir logis. Akhirnya mereka gelap mata melakukan tindakan kekerasan yang menghantarkan mereka pada penyesalan.
Individu sadis yang terlahir merupakan bukti otentik ulah sekuler kapitalisme. Inilah efek penerapan sistem sekuler kapitalisme yang mengatur keluarga, masyarakat serta negara saat ini. Tentu akan berbeda ketika sistem Islam yang diterapkan dalam kehidupan. Setiap individu, masyarakat bahkan negara akan menghiasi kehidupan ini dengan penuh ketakwaaan terhadap Allah Swt.
Kehidupan harmonis akan tercipta karena semua pihak menyadari hakikatnya sebagai hamba dimana tujuan hidupnya adalah untuk beribadah. Ketika ada masalah maka penyelesaiannya adalah solusi Islam. Di sisi lain setiap individu akan menerima masalah dengan sabar dan lapang dada, sebagai bukti beribadah kepada Allah. Sebagaimana termaktub dalam firman-Nya, “Allah menciptakan manusia dan jin tidak lain untuk beribadah” (QS.Adz-Dzariyat: 56).
Suasana kehidupan yang nyaman akan senantiasa diciptakan oleh berbagai pihak terlebih oleh pemerintah. Dalam sistem Islam, pemerintah adalah pelayan umat yang akan mengatur segala kebutuhan masyarakatnya. Mulai dari kondisi yang akan membawa pada suasana kondusif, menambah ketakwaaan, hingga harga kebutuhan yang stabil.
Selain itu negara merupakan pihak yang paling berpengaruh dalam pembentukan pribadi yang akan mewujudkan suasana keimanan. Pendidikan Islam yang yang diterapkan akan mendidik generasi muslim agar memiliki pola pikir serta pola sikap Islam.
Pola pendidikan yang tidak hanya menuntut mereka pintar akan tetapi memiliki keimanan yang kokoh kepada Allah Swt. Sehingga akan ada korelasi antara pola pikir dan pola sikapnya. Di kemudian hari akan terbentuk individu bertakwa dan penuh ketaatan pada aturan Islam dan sudah pasti menjauhkan diri dari segala bentuk kemakasiatan. Keimanan yang diperoleh dengan meraih akidah akan membuat seseorang taat pada syariat Islam.
Sehingga setiap individu akan mengerti fungsi keluarga serta peran masing-masing dalam keluarga. Ayah yang akan berfungsi sebagai qowwam akan mencari nafkah serta melindungi seluruh anggota keluarga dari api neraka. Sementara ibu yang bertugas sebagai ummu warabatul bait yang akan menjadi pelaksana segala aktifitas di rumah dan mendidik generasi muslim.
Akidah Islam memberikan kekuatan dan kesabaran seorang hamba dalam menghadapi kesulitan dan beratnya kehidupan. Keimanannya menjadi perisai untuk sabar dan tetap dalam kewarasan ketika bertemu masalah sehingga tidak berbuat maksiat.
Negara akan membantu rakyatnya agar hidup tenang aman dan damai dalam suasana keimanan, dengan memenuhi kebutuhan manusia dan mensejahterakannya melalui penerapan Islam kaffah. Kemudian Negara juga akan berperan aktif dalam mengatur ekonomi masyarakat. Mulai dari kestabilan harga kebutuhan pokok yang akan memudahkan dalam mengatur keuangan sehingga dapat meminimalisir pertengkaran dalam rumah tangga.
Wallahu a’lam bishawwab.
Views: 14
Comment here