Oleh Ismawati
wacana-edukasi.com, MOTIVASI– Lagi-lagi korupsi menghantui permasalahan negeri. Bak jamur di musim hujan, tumbuh subur tak berkesudahan. Setiap dipetik, akan tumbuh lagi dan lagi. Seperti itulah fenomena korupsi. Makin diberantas makin cepat tumbuh subur. Entahlah, apakah sudah menjadi kebiasaan para petinggi negeri?
Padahal, jika mau dikata mereka adalah manusia bergelimang harta. Tidur di tempat yang sejuk dan nyaman, makanan enak mudah didapat, kendaraan yang nyaman dan trendy, pakaian mewah serba branded. Tapi mengapa seperti serba kurang hingga korupsi jadi jalan. Bukan satu atau dua orang tapi berjamaah. Pun bukan ratusan atau jutaan nilainya hingga milyaran bahkan triliunan.
Seperti yang terjadi pada Direktur Utama (Dirut) PT Waskita Karya Destiawan Soewardjono (DES) yang ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi penggunaan fasilitas pembiayaan bank PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dan PT Waskita Beton Precast Tbk (WSBP). Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Ketut Sumedana mengatakan, tersangka DES adalah pihak yang memerintahkan dan menyetujui pencairan dana supplay chain financing (SCF).
Dari penyidikan terungkap dokumen dalam pencairan SCF tersebut palsu. Pencairan SCF tersebut untuk pembayaran utang perusahaan. Semua utang perusahaan tersebut dalam penyidikan terungkap terjadi karena adanya proyek-proyek pembangunan dan pengerjaan fiktif yang dilakukan oleh PT Waskita Karya dan PT Waskita Beton Precast atas permintaan tersangka DES (Republika, 29/4/23).
Padahal, kekayaan yang dimiliki tersangka ini cukup fantastis. Berdasarkan situs Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diakses Katadata.co.id pada Sabtu (29/4), Destiawan tercatat memiliki total kekayaan bersih senilai Rp 26,97 miliar hingga akhir Desember 2021. Jumlah ini naik dari periode akhir Desember 2020 yang tercatat sebesar Rp 25,80 miliar (katadata.id, 29/4/23).
Seperti itulah sifat asli manusia. Lemah, terbatas, dan serba kurang. Maka, sebanyak apapun harta yang ia dapat di dunia ini maka akan terus merasa kurang.
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لَوْ أَنَّ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ وَادِيَانِ ، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلاَّ التُّرَابُ ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 6439 dan Muslim no. 1048)
Manusia berlomba-lomba mengejar dunia hingga lupa kehidupan di akhirat. Semua ada tanggung jawabnya, tidak ada yang tersisa kecuali penyesalan yang akan datang.
Terlebih, harta yang dicari melalui jalan yang haram. Justru akan jadi dosa dan hilangnya keberkahan. Di dunia saja sudah tampak kehinaannya, bagaimana jika di akhirat kelak.
Dari Jabir bin Abdillah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Wahai Ka’ab bin ‘Ujrah, sesungguhnya tidak akan masuk surga daging yang tumbuh dari makanan haram.” (HR Ibn Hibban).
Bahkan, pertanggungjawaban korupsi akan ia bawa sampai hari kiamat. Dari ‘Adiy bin ‘Amirah Al Kindi Radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku pernah mendengar Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulul (belenggu, harta korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat”.
Naudzubillah. Betapa keras ancaman Allah Swt. dan Rasul-Nya bagi para pelaku korupsi. Nikmat yang didapat di dunia justru awal sebuah kehinaan. Akhirnya penyesalan yang tak berkesudahan. Tidakkah ini menjadi renungan?
Harta yang kita tumpuk justru akan jadi warisan berujung rebutan. Untuk apa memiliki harta yang banyak tapi melalui jalan yang diharamkan Pencipta? Tidakkah kita sadari bahwa setiap perbuatan ada balasannya.
Wallahua’lam bishowab.
Views: 1
Comment here