Opini

Perlindungan Pekerja Migran Sekadar Angan-Angan

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh. Umul Istiqomah

wacana-edukasi.com, OPINI– Niat hati mencari kerja, apa daya yang didapat malapetaka. Bukannya berdaya, justru diperdaya. Ya, mereka para pekerja migran alias ‘pahlawan devisa’, justru belum merasakan timbal baliknya secara merata. Bahkan, tak sedikit harus merasakan derita. Komisi Nasional Anti Kekerasan Pada Perempuan (KOMNAS Perempuan), menyebutkan masih ditemukan Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN) swasta yang memiliki asrama penampungan Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI), dengan kondisi yang jauh dari kata layak dan perlakuan tidak manusiawi, terutama pada perempuan.

Dalam pantauannya, ditemukan empat BLKLN swasta yang mewajibkan CPMI melakukan sejumlah pekerjaan, namun tanpa upah. Alasannya, agar para CPMI terlatih, terampil, dan beradaptasi dengan pekerjaan di luar negeri. Di sisi lain, tidak adanya upaya pencegahan dan antisipasi terhadap kekerasan. Pun, terkait pelecehan dan perundungan, yang menyebabkan korban tidak tahu harus melapor ke mana. Alhasil, korban pun tidak mendapat penanganan dan pemulihan. (VOAIndonesia.com, 20/12/2023)

Ketua Umum Pimpinan Pusat Federasi Buruh Migran Nusantara Sarikat Buruh Muslimin Indonesia (F-Buminu Sarbumusi), Ali Nurdin Abdurrahman, mengatakan beberapa hal yang menjadi tantangan para pekerja migran Indonesia di luar negeri, yakni masih rentan eksploitasi dan tak jarang keberadaannya hanya menjadi objek kepentingan. Ia juga berpendapat, meskipun sudah ada Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2017, yang mengatur tentang perlindungan pekerja migran. Namun, implementasinya masih jauh dari optimal.(NU Online, 18/12/2023)

Dalam momentum Peringatan Hari Pekerja Migran Internasional (HPMI), yang digelar di Jakarta pada hari Senin 18 Desember 2023. Wakil Presiden RI, KH. Ma’ruf Amin, meminta agar seluruh instansi yang berwenang untuk serius memerangi TPPO, yang bertentangan dengan hak asasi manusia. Selain itu, pekerja migran ilegal, tanpa dokumen resmi tidak bisa mendapat perlindungan dari pemerintah, serta rentan penipuan dan eksploitasi penyalur. (bp2mi.go.id, 18/12/2023)

Pekerja Migran Indonesia Pilihan yang Menjadi Kebutuhan

Kembali lagi, perempuan harus mengalami perlakuan yang tidak manusiawi hingga direndahkan harkat dan martabatnya. Di saat mereka seharusnya mendapatkan perlindungan dan penghargaan, atas pilihannya sebagai pekerja migran yang notabene sebagai ‘pahlawan devisa’. Namun, yang didapatkan malah sebaliknya. Tanggal 18 Desember 2023, yang diperingati sebagai Hari Pekerja Migran Internasional pun tampak sekadar judul yang tidak ada isinya di setiap tahun peringatannya. Kenyataannya, acapkali ditemukan fakta mengejutkan dari hasil pantauan pihak berwenang. Salah satunya, temuan KOMNAS Perempuan yang mendatangi Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN) di Jawa Barat dan Nusa Tenggara Barat. Di antaranya, asrama dengan fasilitas yang kurang layak, bekerja tanpa upah, serta pembatasan komunikasi dan kunjungan keluarga.

Sebenarnya, bukan tanpa sebab ketika seorang perempuan, memutuskan untuk mendedikasikan hidupnya sebagai pekerja migran. Tentu ada faktor-faktor yang mendorongnya. Pertama, faktor ekonomi menjadi trigger nomor satu, bagi perempuan yang memilih bekerja di luar negeri. Kedua, wanita usia produktif yang terpaksa menanggung beban hidup keluarganya, disebabkan orang tua yang sudah tiada, atau sudah masuk usia senja. Sementara tidak ada jaminan atas kebutuhan hidup bagi orang-orang yang sudah masuk kategori lansia, begitu juga yatim piatu. Sehingga, menuntut perempuan tersebut untuk merantau sebagai pekerja migran, agar dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.

Ketiga, faktor negara di haribaan sistem kapitalisme yang memandang sisi lain terkait hal ini, yakni adanya keuntungan berlimpah dari banyaknya pekerja migran khususnya kaum hawa, dinilai sebagai penyumbang devisa terbesar kedua setelah sektor migas. Hal ini disebabkan, negara tidak bisa memberikan lapangan pekerjaan untuk laki-laki, dengan dalih perempuan yang memiliki sesuatu yang serba lebih, yakni mudah diatur, rapi dalam pekerjaannya, dan cepat. Walhasil, ‘dunia terbalik’. Di mana, perempuan bekerja di luar rumah, bahkan hingga ke luar negeri. Sementara, banyak para suami berstatus sebagai ‘bapak rumah tangga’. Keempat, pengelolaan SDA negeri ini berada di tangan swasta dan asing. Tak heran, sumber daya manusia yang seharusnya berkontribusi baik tenaga dan pikirannya, untuk mengelola sekaligus memperoleh pendapatan. Namun, minim kesempatan atau peluang untuk bekerja di sektor tersebut.

Implementasi Kebijakan Jauh dari Optimal, Mengapa?

Berharap mendapat solusi yang menjadikannya sebagai pekerja migran. Faktanya, sekadar angan-angan. Artinya, tidak selaras dengan harapan atas hak yang seharusnya mereka peroleh. Seperti diperlakukan secara manusiawi, mendapat gaji yang sesuai, dan hak-hak lain yang dijamin untuk pekerja migran, sebagai bentuk perlindungan negara kepada mereka. Berdasarkan hasil pantauan justru sebaliknya, bahkan sebelum mereka diberangkatkan ke luar negeri. Bahwasanya, ketika masih di negerinya saja, di bawah Undang-Undang yang mengeklaim akan melindungi para pekerja migran. Faktanya, didapati kondisi para CPMI (Calon Pekerja Migran Indonesia) yang berada di Balai Latihan Kerja Luar Negeri (BLKLN), mengalami perlakuan seperti halnya di dalam tahanan.

Artinya, ada kondisi yang mengekang kebebasan mereka, seperti pembatasan komunikasi dengan keluarga, penghukuman yang kejam, merendahkan martabat, serta kondisi-kondisi lain layaknya pesakitan, membuat para CPMI tidak mendapatkan haknya. Pun kebingungan terkait aduan ke mana seharusnya dialamatkan. Hal ini disebabkan, fungsi BLKLN yang seharusnya sebagai tempat dilangsungkannya pelatihan-pelatihan kerja sesuai dengan kompetensi CPMI, kemudian disalurkan kepada Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI). Namun, disalahgunakan menjadi tempat untuk merekrut, lalu menampung para CPMI. Sehingga, membuka celah untuk berbuat kesewenang-wenangan.

Jelas, implementasi UU PPMI ini tidak sesuai ekspektasi alias jauh panggang dari api. Sebab, ketiadaan sistem pengawasan yang memastikan penyelenggaraan layanan dan perlindungan, berjalan sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang. Kemudian, kompleksitas birokrasi jika memilih jalur resmi untuk menjadi pekerja migran. Sehingga, banyak yang tergiur dengan praktik-praktik penyaluran secara ilegal. Padahal, pekerja migran tanpa dokumen resmi tidak bisa mendapat perlindungan dari pemerintah. Dari sini, timbul pula ketidaktegasan dari lembaga-lembaga terkait, termasuk lembaga HAM. Tak heran, isu kekerasan dan pelanggaran hak-hak pekerja migran, tak tertangani secara optimal.

Tanggung Jawab Negara

Islam memberikan tanggung jawab dalam pengurusan rakyatnya kepada negara. Maka, negara wajib menjamin kesejahteraan rakyatnya. Termasuk di dalamnya menyediakan lapangan pekerjaan yang layak, memberikan perlindungan terhadap pekerja, dan memperhatikan keselamatan pekerja tanpa diskriminasi, terutama untuk para laki-laki sebagai penanggung nafkah. Pun, tak ada larangan dalam Islam terkait bekerja di luar negeri atau sebagai pekerja migran. Namun, kembali lagi tetap harus memperhatikan mekanisme yang sesuai dengan syariat.

Selain itu juga faktor keamanan berupa perlindungan dari negara, serta hak-haknya sebagai pekerja pun harus terpenuhi. Meskipun demikian, negara wajib mengupayakan agar rakyat dapat berdaya di negerinya sendiri. Negara pun memiliki tugas untuk melindungi kaum yang lemah dan mencegah terjadinya kezaliman. Karenanya, negara yang menerapkan syariat Islam secara komprehensif memiliki 8 fungsi penjagaan di antaranya menjaga akidah, nasab, harta, kehormatan, akal, jiwa, keamanan dan persatuan. Sesuai dengan sabda Nabi saw., dalam hadis riwayat Imam Al Bukhari dan Imam Ahmad dari sahabat Abdullah bin Umar r.a,
‎فَالْإِمَامُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Imam laksana penggembala, dia akan dikenai pertanggungjawaban atas nasib rakyatnya (yang ia gembalakan).”

Maka, dalam hal regulasi pekerja migran yang memudaratkan rakyat, tentu tidak ditoleransi oleh negara, dan akan segera dicari jalan keluar untuk menyelesaikannya. Karena, Islam begitu menjunjung tinggi nilai-nilai kemuliaan dan keluhuran. Maka, tidak pernah membenarkan adanya perbuatan zalim atau aniaya kepada orang lain dengan alasan dan motif apa pun. Karena, Allah Swt. dalam Al-Qur’an telah memberikan peringatan yang sangat tegas perihal larangan berbuat zalim, berikut ancamannya. Karenanya, meskipun dengan alasan agar seseorang terlatih ketika bekerja di luar negeri, namun dalam pelaksanaan pelatihannya tidak boleh dengan cara yang tidak manusiawi, serta mengandung unsur kekerasan. Maka jelas, negara akan memberikan pengawasan dan penegakan hukum yang tegas, meliputi sanksi administratif dan pidana terhadap pelaku kezaliman tersebut.

Sehingga, kehadiran negara yang bertanggung jawab terhadap pemenuhan hak rakyatnya, dalam konteks ini memberi akses mudah dalam hal pekerjaan, meniscayakan tidak akan ada lagi kepedihan yang dirasakan perempuan tatkala harus keluar dari rumah, bahkan hingga ke luar negeri untuk bekerja meninggalkan keluarganya, dan bertukar peran dengan wali mereka. Karena, negara telah menjamin adanya kemudahan dalam mendapatkan kesempatan bekerja terutama untuk laki-laki. Pun, dalam hal pendidikan pada negara yang menerapkan syariat Islam kaffah, akan dengan mudah didapatkan bahkan secara gratis demi menunjang kemampuan SDM sesuai standarisasi yang ada.

Tidak hanya itu, rakyat juga diberikan fasilitas pelatihan dan dibebaskan untuk memilih sesuai dengan kompetensi, minat, serta bakatnya, agar mereka memiliki keahlian dan keterampilan dalam bekerja khususnya bagi laki-laki. Sektor industri dalam Islam juga akan lebih banyak menyerap tenaga dalam negeri, beriring pengelolaannya oleh negara secara langsung. Oleh sebab itu, rakyat dapat dengan mudah memperoleh pekerjaan, serta tidak ada lagi yang menganggur. Demikianlah Islam dalam memberikan pengaturan berupa pencegahan sebelum terjadinya tindak kezaliman pada pekerja migran. Maka, yang diselesaikan terlebih dahulu adalah penyediaan lapangan kerja yang layak di negerinya sendiri.

Wallahu a’lam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 26

Comment here