Oleh Susilawati (Kota Banjar)
Jaminan dalam Islam baik dalam pendidikan, kesehatan, juga keamanan merupakan kebutuhan dasar publik yang harus dipenuhi oleh negara terhadap rakyatnya. Sehingga seluruh rakyat bisa merasakan jaminan yang diberikan negara dengan gratis dan berkualitas.
Wacana-edukasi.com — Aturan program Jaminan Hari Tua (JHT) menuai polemik sehingga akan direvisi oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
Revisi pelaksanaan JHT yang diatur melalui Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI (Permenaker) No. 2/2022 tentang Tata cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah.
Terkait JHT, Bapak Presiden memberikan arahan agar lebih disederhanakan. Menurut ida bersama Pak Menko Perekonomian ketika menghadap Bapak Presiden [Joko Widodo] melalui siaran pers, Senin 21 Februari (Bisnis.com 22/02/2022).
Proses pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) yang diatur dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT harus dipermudah menurut Bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Agar tata cara dan persyaratan pembayaran JHT itu disederhanakan, dipermudah,” kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno di lingkungan istana kepresidenan Jakarta seperti termuat dalam video di kanal Sekretariat Negara pada Senin, 21 Februari 2022. Ketika Presiden memanggil Menko Perekonomian dan Ibu Menteri Tenaga Kerja.
Banyak pihak yang melakukan protes terkait Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) pada 4 Februari 2022 mengeluarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT terutama soal aturan pencairan. Protes dilakukan semua kalangan termasuk serikat pekerja hingga anggota DPR.
Menurut Pratikno,Menjadi masalah adalah dalam masa pandemi disisi lain banyak yang di PHK sedang mengalami masa-masa sulit seharusnya JHT seharusnya bisa d ambil oleh pekerja seperti itu. (Tempo.co 21022022)
Kegaduhan kembali menuai polemik di tengah masyarakat terkait Permenker RI No 2 tahun 2022. Bahwa dalam aturan tersebut buruh bisa dicairkan di usia 56 tahun. Tentu kebijakan menyakiti masyarakat terutama para buruh. Buruh tidak lagi bisa mengambil haknya di waktu ketika dibutuhkan tetapi harus menunggu waktu yang sangat lama.
Di samping itu, buruh dengan gaji yang tidak layak masih saja banyak potongan bermacam-macam jaminan. Gaji yang kecil dipotong dengan jaminan dan jaminan bisa dicairkan di usia 56 tahun. Ini kedzoliman yang nyata. Rakyat yang menjadi korban atas kebijakan yang diberlakukan oleh penguasa.
Uang JHT adalah uang buruh yang selama ini bekerja. Maka seharusnya uang milik pekerja tersebut bisa diambil kapan saja tanpa harus menunggu lama. Selama bekerja berharap pekerja bisa dicairkan secepatnya dalam rangka untuk menafkahi keluarganya.
Begitu juga, dengan nama jaminan seharusnya dana yang diambilnya dari penjamin yakni negara, tapi dalam kondisi sekarang mustahil. Sumber dana jaminan diambil dari uang rakyat. Tentu ada kekeliruan dalam masalah penjaminan oleh negara kepada rakyatnya. Akhirnya kaum buruh merasakan pahitnya dari kebijakan penguasa. Apalagi dalam kondisi pandemi seperti sekarang yang sangat berdampak terhadap perekonomian.
Inilah wajah sistem kapitalisme yang telah menyengsarakan terutama kaum buruh. Negara berlepas tangan dalam meriayah rakyatnya, negara hanya berfungsi sebatas regulator saja. Negara tidak mau memberikan jaminan, alhasil gaji buruh harus rela dipotong sebagai jaminan masa tua. Dengan kebijakan tersebut negara hanya mengambil keuntungan. Dimana pengelola dana yakni BPJS akan mengelola dan menahan gaji kaum buruh atas nama Jaminan Hari Tua. Sungguh kapitalisme telah membuat rakyat sangat menderita. Dengan gaji yang tak seberapa masih saja dirundung masalah baru yang akan menambah beban rakyat. Di tengah banyaknya PHK akibat pandemi yang belum kunjung selesai.
Maka dari itu, kebijakan tersebut perlu dikritisi karena akan merugikan rakyat. Selain itu juga membutuhkan aturan lain yang akan memperbaiki cara mengurusi rakyat dengan baik. Tentu sangat kontras sekali dengan aturan Islam. Islam merupakan peraturan yang berasal dari Wahyu Allah SWT. Agama yang sempurna dan mampu mengatasi seluruh problematika manusia salah satunya adalah masalah jaminan ketenagakerjaan.
Negara harus menyediakan lapangan pekerjaan bagi rakyat. Sekaligus memberikan upah yang layak bagi kaum pekerja. Upah yang ditentukan harus berdasarkan kesepakatan antara pihak pekerja dengan pemberi kerja. Sehingga kaum buruh tidak lagi merasakan kekurangan dalam memenuhi kebutuhannya. Jadi antara pemberi kerja tidak akan mengekploitasi pekerja juga sebaliknya para pekerja akan memenuhi pekerjaannya dengan baik.
Namun dalam jaminan kebutuhan pokok dalam Islam, mencari nafkah adalah kewajiban suami (laki-laki) untuk memenuhi kebutuhan dirinya juga keluarganya. Sebagaimana dalam sabda Rosulullah SAW :
Abdullah bin Amr mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang cukup dipandang berdosa bila ia menelantarkan belanja orang yang menjadi tanggung jawabnya.” (HR Abu Dawud, Muslim, Ahmad dan Thabrani).
Lalu jika suami atau laki-laki tidak ada maka melebar kepada kerabat laki-lakinya. Dan jika kerabat tersebut tidak ada yang mampu, maka dikembalikan kepada negara yang bertanggung jawab atas pemenuhan kebutuhannya. Jika ada laki-laki lemah misalnya cacat fisik maka akan menjadi tanggungan negara. Selain itu juga negara akan memberikan fasilitasi dan pelatihan bagi laki-laki yang belum punya kemampuan dalam bekerja.
Selain itu jaminan dalam Islam baik dalam pendidikan, kesehatan, juga keamanan merupakan kebutuhan dasar publik yang harus dipenuhi oleh negara terhadap rakyatnya. Sehingga seluruh rakyat bisa merasakan jaminan yang diberikan negara dengan gratis dan berkualitas. Begitupun dengan dana yang digelontorkan bukan dari rakyat tapi dari Baitul Mal. Negara memiliki pemasukan dari kepemilikan umum misalnya dari sumber daya alam yang melimpah dan lain sebagainya.
Inilah mekanisme pemenuhan kebutuhan rakyat yang harus dipenuhi oleh negara.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ. فَالإمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ، وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ زَوْجِهَاوَهِيَ مَسْئُولَةٌ، وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَمَسْئُولٌ. أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ.
Abdullah bin Umar r.a. berkata bahwa Rasulullah, SAW telah bersabda, “Ketahuilah : kalian semua adalah pemimpin (pemelihara) dan bertanggung jawab terhadap rakyatnya. Maka camkanlah bahwa kalian semua adalah pemimpin dan akan dituntut (diminta pertanggungjawaban) tentang hal yang dipimpinnya.”
Maka sistem Islam mampu memberikan jaminan yang terhadap rakyatnya tanpa mendzalimi karena bentuk dari tanggung jawabnya dan periayahannya yang akan kelak dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT. Mekanisme itu pun merupakan dari tuntutan syariah Islam karena penerapan hukum Islam yang harus menyeluruh tanpa mengambil dan mencampakan hukum Islam yang lain. Maka dari itu, rakyat akan mendapatkan kesejahteraan dalam kehidupan Islam dengan mewujudkan kembali sistem terbaik yakni khilafah islamiyah.
Wallahu a’lam bishawab.
Views: 1
Comment here