Opini

Permendikbud PPKS, Benarkah Jadi Solusi?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Dewi Sartika (Pemerhati Pendidikan)

wacana-edukasi.com– Kini dunia pendidikan berada dalam situasi tidak baik-baik saja, hal ini disebabkan adanya kontroversi terhadap peraturan Menteri Pendidikan yang dinilai menyimpang dari koridor pendidikan. Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan, reset, dan teknologi permendikbud reset nomor 30 tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual justru akan semakin melegalkan seks bebas di kalangan perguruan tinggi.

Adapun yang melatarbelakangi dikeluarkannya Permendikbud adalah banyaknya fakta kekerasan seksual di lingkungan kampus. Sehingga, Menteri Pendidikan memberi ultimatum kepada pihak kampus, jika tidak melaksanakan Permendikbud Nomor 30 akan diberi sanksi. “kampus atau perguruan tinggi wajib melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan riset teknologi (permendikbud Nomor 30 tahun 2021). Menteri pendidikan Nadiem Makarim mengatakan kampus yang tidak melaksanakan ketentuan dalam Permendikbud reset No 30 tahun 2021 dapat dijatuhi sanksi mulai dari sanksi keuangan hingga sanksi akreditasi 4/ 11/2021 (kompas.com).

Sanksi bagi perguruan tinggi yang tidak melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual terdapat dalam pasal 19 yaitu sanksi administratif berupa A. Penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana untuk perguruan tinggi B. Penurunan tingkat akreditas untuk perguruan tinggi.

Liberalisasi Seksual

Aneh tapi nyata, namun itulah yang terjadi di tengah kondisi moral para generasi muda yang sedang berada di ujung tanduk, permendikbud ini akan semakin memperparah kondisi yang ada. Materi permen PPKS akan memicu prilaku seks bebas, prilaku yang dilarang oleh norma dan agama. Rumusan norma kekerasan seksual yang terdapat dalam pasal 5 poin (2) yang menggunakan frasa “tanpa persetujuan korban” mengandung makna dapat dibenarkan apabila ada persetujuan korban. Akhirnya menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan seksual dan asusila lainya yang penting ada persetujuan dari si korban.

Standar perbuatan tidak lagi disandarkan pada halal haram termasuk dalam aktivitas seksual, melainkan atas dasar persetujuan manusia. Selama tidak ada paksaan, perbuatan menyimpang yang diharamkan oleh agama bisa menjadi halal. Akhirnya perguruan tinggi yang seharusnya menjadi tempat untuk mencetak generasi gemilang dan bermartabat, nyatanya kini justru terdoktrin oleh kebijakan yang akan menyempurnakan liberalisasi seksual dan mencetak generasi dengan gaya hidup penuh sahwat.

Selain itu dunia kampus menjadi alat bagi kaum liberal dan feminis untuk semakin mengokohkan paradigma kesetaraan gender, dan L6BT dalam setiap lini kehidupan. Oleh karnanya, jika permen PPKS ini diterapkan, belum tentu dapat mencegah kekerasan seksual, namun, sebaliknya justru akan menumbuh suburkan seks bebas bak jamur di musim penghujan.

Kemudian, sanksi bagi perguruan tinggi yang tidak mau melaksanankan permen PPKS menunjukkan bahwa permen ini tidak hanya mendorong liberalisasi seksual di kampus, Namun, menegaskan bahwa rezim saat ini begitu represif, memaksakan kepada semua institusi perguruan tinggi untuk mengikuti semua kemauannya tanpa di beri celah untuk memberi kritikan. Pun juga, permen ini menutup celah bagi kelompok masyarakat yang ingin meluruskan pandangan mereka dalam menangani kekerasan seksual yang sebenarnya. Sebab, satuan tugas yang diarahkan oleh Permendikbud untuk menangani kekerasan seksual berpotensi di isi oleh kaum feminis dan liberalis.

Islam Sebagai Solusi

Islam adalah agama sempurna yang memberi solusi setiap problem yang di hadapi manusia, termasuk kekerasan seksual. Kekerasan seksual tidak akan bisa diberantas dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, apapun aturannya, jika masih berlandaskan pada sistem kapitalis. Kekerasan seksual dapat di tuntaskan sampai ke akarnya jika islam diterapkan secara kaffah. Dalam Islam tidak mentoleransi kekerasan seksual secara mutlak. Pelaku kasus kekerasan seksual atau pemerkosa akan dijatuhi sanksi sesuai syariah.

“Pezina wanita dan pezina laki laki ” yang berzina cambuklah masing masing dengan seratus kali cambukan” (Qs. An-nur :2) Jika pelakunya sudah menikah maka mereka dirajam. Sedangkan tindakan kejahatan seksual lainya semisal meraba, memeluk, merayu, dan lain lain akan di beri sanksi berupa ta’zir.

Syekh Abdurrahman Al Maliki dalam kitab nizam Al Uqubat al Islam menyebutkan bahwa orang yang berusaha melakukan zina namun tidak sampai melakukannya maka dia akan diberi sanksi 3 tahun penjara dan ditambah hukuman cambuk dan pengasingan. Adapun pelaku prilaku menyimpang LGBT, homoseksual, dan lesbian diancam dengan sanksi berat yaitu dibunuh.

Islam juga menutup celah terjadinya kejahatan seksual dengan memerintahkan kaum wanita dan pria untuk menutup auratnya menjaga pandangannya dan dilarang berkhalwat atau berdua-duaan dengan alasan apapun “siapa saja yang mengimani Allah dan hari akhir Hendaklah ia tidak berkhalwat dengan perempuan yang bukan mahramnya karena pihak ketiga adalah setan” (HR. Bukhari).

Waullahu ‘alambissawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 19

Comment here