Surat Pembaca

Pernikahan Beda Agama Berbalut Toleransi

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com– Beberapa pekan ini banyak media yang memberitakan tentang pernikahan beda agama, muslimah menikah dengan lelaki kafir. Mereka melakukan ijab Kabul dimasjid dan pemberkatan di gereja. Berita terbaru tentang pernikahan beda agamab ini adalah pernikahan stafsus presiden Jokowi yaitu Ayu Kartika Dewi dan Gerald Sebastian. Juga sebelumnya sempat viral pernikahan beda agama yang terjadi di Semarang.

Dan masih banyak lagi pernikahan berbeda agama yang luput dari pemberitaan media, seperti yang diungkapkan oleh Ahmad Nurcholish, Deputy director di pusat studi agama dan perdamaian (ICRP). Menurut pengakuannya pasangan beda agama yang di Semarang adalah pasangan ke-1424 yang telah dia nikahkan. Sungguh angka ya fantastis.

Toleransi adalah yang menjadi dasar pernikahan beda agama, karena mereka mengganggap cinta itu adalah fitrah, dan perbedaan agama tidak bisa memisahkan cinta mereka dan tidak boleh menghalangi ikatan janji suci.

Mengapa anggapan ini muncul? Karena saat ini sistem yang diterapkan adalah sistem sekulerisme-liberalisme yang mengusung ide pluralisme yaitu ide yang mengganggap semua agama adalah benar. Hal ini juga adalah salah satu kampanye moderasi beragama yang bertujuan untuk menjauhkan umat islam dari ajaran agamanya.

Dinegeri ini sebenarnya sudah ada payung hukum yang mengatur tentang pernikahan beda agama. UU 1/1974 tentang Perkawinan, pernikahan yang sah harus sesuai keyakinan dan agamanya masing-masing. Pasal 44 KHI, “Seorang wanita Islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria yang tidak beragama Islam.”

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 40C berbunyi, “Dilarang dilangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu: c. seorang wanita yang tidak beragama Islam.”

Fatwa MUI No. 4/MUNAS VII/MUI/8/2005 menetapkan (1) perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah, serta (2) perkawinan lelaki muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.

Namun sayang aturan ini tidak diterapkan secara sempurna, dan bagi pasangan beda agama masih bisa menikah tetapi tidak di KUA, melainkan dicatatkan ke kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Pelaku nikah beda agama berlindung di balik toleransi dan hak asasi manusia, berbuat tanpa mengindahkan syariat.

Pandangan Islam, pernikahan adalah sebuah ikatan yang agung (mitsaqan ghalidza). lslam melarang pernikahan beda agama bertujuan untuk merealisasikan maqashid asy-syariah (tujuan hukum Islam), yaitu memelihara agama, akal, jiwa, harta dan keturunan. Misalnya, terkait aqidah anak, pendidikan anak merupakan hal utama yang harus dijaga, salah satunya dengan hadirnya orang tua yang sama-sama muslim.

Islam pun memiliki aturan yang tegas tentang pernikahan beda agama ini, “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu.” (QS Al-Baqarah: 221)

Dan ayat lainnya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan-perempuan mukmin datang berhijrah kepadamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami mereka). Mereka tidak halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka.” (QS Al-Mumtahanah: 10).

Cukuplah bertoleransi dengan saling menghargai, menghormati dan membiarkan untuk menjalankan ajaran agamanya masing – masing, bukan dengan nikah beda agama dan tanpa mencampur aduk ajaran agama (Qs. Al-Kaafirun :6). Seorang Muslim harus terikat dengan seluruh syariat tanpa tapi dan tanpa nanti (Qs. Al-Baqarah: 208), hal ini hanya bisa terwujud dalam sistem Islam yaitu instusi Khilafah Islamiyah. Wallahu A’lam

Khodijah Ummu ‘Abidah

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 14

Comment here