Oleh: Lilis Sumyati (Pendidik Generasi)
wacana-edukasi.com– Dampak pandemi hingga kini masih menyisakan luka yang kian membekas. Tidak hanya dalam bidang pendidikan dan ekonomi, hal ini juga berimbas pada angka pernikahan dini yang semakin meningkat.
Dilansir dari laman dialogpublik.com, menurut Muhammad Hairun, sebagai kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Bandung, saat ini pernikahan dini di wilayahnya mencapai 46,44 persen. Tentunya hal ini perlu perhatian yang lebih serius dari pemerintah Kabupaten Bandung.
Salah satu program pemerintah Kabupaten Bandung untuk pengendalian pernikahan anak dibawah usia 19 tahun adalah dengan menghadirkan program berencana dewasakan anak agar sejahtera, sinergisitas akselerasi pendewasaan usia kawin terjaga, keluarga sehat (Bedas Sapujagat). Selain itu menurut Emma Dety Dadang Supriyatna, peran orangtua dalam pengasuhan anak di usia tumbuh kembang sangat penting untuk proses pengendalian pernikahan dini.
Lantas apa yang menjadi penyebab dari maraknya pernikahan dini ini? Tentu saja permasalahan ini tidak hanya muncul dari satu penyebab saja, melainkan banyak faktor yang menyertainya.
Menurut komnas perempuan, penyebab dari pernikahan dini adalah karena faktor kemiskinan, kurangnya akses pada pendidikan, ketidaksetaraan gender, konflik sosial, ketiadaan akses terhadap layanan dan informasi kesehatan reproduksi yang komprehensif, serta norma-norma sosial yang mengukuhkan stereotipe gender tertentu, seperti perempuan seharusnya menikah muda, interpretasi agama, budaya perjodohan, dan praktik tradisi lokal turut melegitimasi perkawinan anak (UNFPA, 2015).
Pernikahan dini yang semakin meningkat sebetulnya tak perlu menjadi polemik. Pro kontra adalah hal biasa, tergantung cara pandang masyarakat pada kasus tersebut, terlebih jika dikaitkan dengan ideologi. Islam ataukah non Islam.
Sebenarnya di samping karena faktor minimnya pendidikan dan pemahaman agama, alasan ekonomilah yang menjadi penyebab terbesar terjadinya pernikahan dini. Tingginya kasus pernikahan dini dipengaruhi oleh keadaan orangtua yang kehilangan pekerjaan di masa pandemi, sehingga karena desakan ekonomi menjadikan kepala keluarga harus banting tulang untuk membiayai anaknya dan pada akhirnya orangtua memilih jalan pintas untuk menikahkan anaknya. Karena dengan anak perempuan dinikahkan seolah-olah beban orangtua sudah dilimpahkan kepada suami yang akan mengurus istrinya.
Pada hakikatnya, yang menjadi ancaman pada generasi muda saat ini adalah bukan masalah pernikahan dini melainkan karena jahatnya sistem kapitalisme sekuler yang tidak menjamin keamanan dan semua kebutuhan rakyatnya sehingga membuat rakyat sulit hidup.
Situasi ini akan mengakibatkan terenggutnya hak pengasuhan, pendidikan dan perlindungan anak termasuk pembinaan akidah mereka. Sedangkan rezim penguasa saat ini hanya sibuk memberikan solusi yang bersifat parsial saja. Misalnya untuk mencegah pergaulan bebas, solusi yang diberikan hanya mengarahkan remaja pada perilaku seks aman melalui program pendidikan kesehatan reproduksi, bukan dengan tegas menutup celah terjadinya pergaulan bebas ini.
Kondisi saat ini akan berbeda jika Islam diterapkan secara total dalam kehidupan. Karena Islam mempunyai seperangkat aturan yang sangat jelas dan akan memberikan perlindungan secara maksimal pada generasi. Mulai dari hak hidup, hak nafkah, hak keamanan, hak beroleh pengasuhan dan pendidikan terbaik serta yang lainnya. Islam akan mencetak generasi yang unggul dan siap diberdayakan dalam jangka waktu yang sangat panjang.
Keberhasilan Islam sudah terbukti selama 1400 tahun memimpin peradaban gemilang. Selama ada kesiapan, baik ilmu, materi maupun fisik tidak akan terjadi masalah pernikahan pada usia anak. Bahkan negara akan hadir bertanggung jawab atas rakyatnya.
Dalam sektor ekonomi, negara wajib memenuhi segala kebutuhan rakyatnya. Bahkan seorang pemimpin pada negara Islam akan memberikan pekerjaan pada masyarakat yang membutuhkan. Semua akan terpenuhi melalui mekanisme politik ekonomi Islam. Kehidupan rakyat pun sejahtera tanpa mengalami kekurangan. Rasulullah saw. bersabda, “Imam adalah pemelihara urusan rakyat, ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap urusan rakyatnya.” (HR Bukhari Muslim).
Dalam Islam pun usia pernikahan tidak akan menjadi masalah jika syarat dan rukun nikah sesuai dengan hukum syara. Selama semua hal tersebut dipenuhi maka menikah muda menjadi sah-sah saja. Boleh menikah muda asalkan bertanggung jawab terhadap pilihan tersebut. Selama ada kesiapan dan tidak ada paksaan dari kedua belah pihak untuk menikah. Yaitu kesiapan materi (kemampuan memberi nafkah), kesiapan ilmu serta kesiapan fisik. Hanya saja umat harus kembali pada hukum-hukum Islam yang mempunyai seperangkat aturan yang sangat jelas tentang benar salah, agar generasi bisa segera terselamatkan dari kehancuran dan siap diberdayakan untuk membangun peradaban Islam cemerlang.
Wallahu a’lam bi ash-showab.
Views: 104
Comment here