Opini

Perpanjangan Izin dan Penguasaan SDA, Untung atau Buntung?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Lely Novitasari (Aktivis Generasi Peradaban Islam) 

wacana-edukasi.com, OPINI–Dikutip dari media Katadata, adanya larangan ekspor konsentrat tembaga yang diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba), dianggap dapat mengancam ribuan tenaga kerja di konstruksi dan tambang terkena PHK. Hal ini membuat khawatir berbagai perusahaan pertambangan asing, salah satunya PT. Freeport teracam merugi, sebab dapat mengakibatkan penangguhan kegiatan operasional perusahaan yang secara signifikan berdampak pada keseluruhan kegiatan operasional serta penjualan hasil tambang.

Namun, atas capaian pembangunan fasilitas pengolahan atau smelter tembaga baru milik Freeport yang mencapai 54,5% sampai akhir Januari 2023, akhirnya diputuskan oleh Pemerintah direlaksasi yang rencana awal sampai Juni 2023 kini sampai Mei 2024 . Dengan demikian, Freeport telah menggenggam rekomendasi ekspor konsentrat tembaga sebanyak 2,3 juta ton dari Kementerian ESDM.

Sebagai informasi terbaru, mengutip laman media Kompas, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menyebutkan Pemerintah sedang meninjau dan berencana menambah saham kepemilikan PT. Freeport menjadi 61%, dengan syarat ini Freeport berpeluang bisa mengantongi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) sampai dengan perpanjangan masa operasional 2×10 tahun hingga 2041.

Walaupun dengan syarat dan ketentuan yang disodorkan Pemerintah terhadap Freeport terkesan logis, namun apakah sejalan dengan amanat UU dan yang terpenting, menguntungkan bagi penduduk negeri ini?

Meninjau Pasal 33 ayat (2) UUD 1945 yang menegaskan bahwa, “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.

Karena itu, Pasal 33 ayat (3) ini menyebutkan “bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Sampai dengan hari ini, hasil dari pendapatan saham kepemilikan SDA oleh Negara sudah dibeli separuhnya, apakah sudah nampak mensejahterakan setidaknya bagi penduduk lokal di Papua?

Yang terjadi justru munculnya kembali konflik yang dilakukan oleh KKB dengan menyandera Pilot Susi Air sampai mengugurkan pasukan militer TNI saat ditugaskan untuk membebaskan sandera. Belum lagi jatuh korban dari pihak sipil, tenaga kesehatan akibat tindakan KKB yang terjadi di sekitaran wilayah PT. Freeport. Jika memang berbagai kesepakatan kontrak pemerintah akan menguntungkan negeri ini atau setidaknya rakyat Papua, lalu mengapa konflik di pulau Cenderawasih tersebut justru kian memanas?

Faktanya, keinginan gerakan KKB untuk merdeka dari Indonesia semakin kuat mengingat kondisi kesejahteraan yang belum dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat Papua, sampai mereka meghalalkan segala cara untuk mewujudkan tujuannya. Adriana Elisabeth selaku peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bidang Papua, menyatakan setidaknya ada empat penyebab konflik ini berlarut-larut. Di antaranya marginalisasi dan diskriminasi. Rakyat Papua merasa diperlakukan sebagai anak tiri dan merasa berbeda dari wilayah lain negeri ini.

Lagi, inilah bukti sistem ekonomi Kapitalis-sekular yang diadopsi negeri ini justru menjadi boomerang untuk rakyatnya sendiri. Konflik yang tak berkesudahan serta kesenjangan sosial yang tinggi terus menghantui negeri ini.

Sistem Kapitalis-sekular meniscayakan bahwa yang pemilik modal dan kekuasaan begitu mudah dan mendominasi pengelolaan SDA. Dengan dalih menjadi pemasukan negara untuk kemaslahatan rakyat hanya isapan jempol belaka.

Dalam aspek ekonomi, sistem buatan manusia ini menyebabkan 80% kekayaan & energi dunia dikuasai dan dinikmati oleh hanya 20% penduduk dunia, sebaliknya 20% penduduk termiskin hanya menerima 1% pendapatan, lebih khusus lagi bagian terbesarnya dinikmati oleh AS.

Ditambah lagi realita kerusakan alam yang terus terjadi. Hutan dibabat semena-mena, gunung yang berubah menjadi kubangan akibat eksploitasi penambangan yang berkepanjangan dan berlebihan membuat limbah penambangan ini mencemari lingkungan sekitar.

Limbah tailing yang merupakan sisa dari proses pengolahan hasil tambang PT Freeport Indonesia, faktanya telah merusak sungai-sungai di kawasan Mimika. Pembuangan tailing yang melalui sungai ternyata diizinkan oleh Pemerintah Propinsi Papua, melalui surat keputusan Gubernur Nomor 540 tahun 2002. Ada empat sungai yang masuk dalam izin itu, yaitu Aghawagon, Otomona, Ajkwa dan Minajerwi.

Akibatnya, ribuan masyarakat terdampak, perahu nelayan tidak bisa bergerak menambah kesulitan hidup yang harus dihadapi masyarakatnya. Krisis air bersih juga terjadi di banyak kampung di kawasan itu, bahkan ribuan ikan mati, terjadi pendangkalan muara, serta pepohonan yang mati di tepi sungai.

Tak hanya itu, dalam aspek kekuasaan. Terciduknya tiga kepala daerah yang ditetapkan tersangka oleh KPK, Gubernur Papua Lukas Enembe, Bupati Mimika Eltinus Omaleng, dan Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak semakin menguatkan bahwa sistem Kapitalis-sekular tak bisa menuntaskan budaya korupsi disepanjang masa penerapannya.

Akankah rakyat masih berharap hanya dengan pergantian pemimpin yang akan diselenggarakan tahun 2024 mendatang dapat menjadi jawaban solusi menuntaskan penguasaan SDA oleh asing, kerusakan alam yang bertambah, juga korupsi yang membudaya?

Diketahui bahwa penguasaan SDA sebenarnya sudah diatur UU ’45 tapi faktanya hanya menjadi tulisan di selembar kertas. Sementara masyarakat hanya mendapat remah-remah dari kekayaan negerinya sendiri.

Sebagai negeri yang mayoritasnya beragama Islam, bahkan pemimpinnya juga muslim, sudah seharusnya kita menengok dan mendalami solusi yang Islam tawarkan. Bukankah setiap muslim harus mengimani bahwa Islam diturunkan Allah swt sebagai rahmatan lil “alamin?

Dalam aturan Islam, penguasaan SDA sepenuhnya dimiliki oleh negara dan dikembalikan hasilnya untuk kemaslahatan rakyatnya. Tak sedikitpun Islam mengajarkan ketika menjabat untuk memperkaya diri, keluarga atau kelompok tertentu.

Abdullah bin Umar mengatakan, Rasulullah SAW berkata, “Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya, seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung jawab dengan kepemimpinannya atas mereka.”

Pemimpin yang amanah akan takut dengan Hari Penghisaban bukan tunduk dan takut pada pemilik modal. Bedanya dengan sistem buatan manusia saat ini, justru begitu mudah diubah dan disesuaikan dengan kepentingan para pembuat hukum, dalam hal ini elit penguasa. Akibatnya tentu akan berakibat kacau dan merusak tatanan kehidupan serta kelestariaan lingkungan sebagaimana yang kita saksikan saat ini.

Contoh UU minerba tahun 2009 yang menyatakan bahwa apabila perusahaan atau perorangan ingin melakukan aktivitas pertambangan di suatu daerah harus mengantongi izin dari Pemda setempat. Lalu diubah dengan UU tahun 2020 dimana seluruh kewenangan pertambangan diatur oleh pemerintah pusat bukan lagi Pemda. Akibatnya jika ada penduduk sekitar pertambangan yang merasakan dampak kerusakan lingkungan ataupun mengkritik industri pertambangan Pemda tidak bisa memediasi dan masyarakat diharuskan lapor ke pemerintah pusat. Di samping itu masyarakat juga bisa dilaporkan pihak industri pertambangan dan bisa di pidanakan jika mencoba mengganggu aktivitas pertambangan. Lagi, rakyat buntung, pemilik modal untung.

Sistem kapitalisme-sekular sangat jelas mencampakkan aturan agama dan ini menjadi celah manusia berbuat licik hanya untuk urusan perut. Sedangkan Islam memberikan gambaran jelas bahwa siapapun yang menjabat sebagai pemimpin hendaknya menggunakan hukum buatan Allah Swt, karena itulah amanah dari penciptaan manusia dan alam ini.

Sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah Swt. dalam surat Al Maidah ayat 49. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka. Dan berhati-hatilah engkau terhadap mereka, jangan sampai mereka memperdayakan engkau terhadap sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu..”

Sekiranya manusia yang memiliki akal, mau mencari tahu dan membuktikan kebenaran Firman Allah Swt. yang mampu memberikan solusi atas seluruh problematika hidup manusia, hingga umat manusia mau menerapkannya, Allah janjikan rahmatan lil’alamin dari langit dan bumi bisa dirasakan seluruhnya.

Allah Swt. tidak akan menghimpun dua rasa aman dan dua rasa takut di dua tempat. Jika manusia merasa aman (dari Allah) di dunia, maka tidak akan aman di akhirat. Jika manusia merasa takut pada Allah di dunia, maka di akhirat Allah tidak akan memberikan rasa takut.

Wallahu’alam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 12

Comment here