Oleh: Normah Rosman (Pegiat Literasi)
wacana-edukasi.com, OPINI– Menteri ESDM, Arifin Tasrif mengatakan bahwa setelah kunjungan Presiden RI Joko Widodo Ke Amerika Serikat (AS), salah satu hal yang dibahas adalah perihal perpanjangan kontrak pertambangan Freeport Indonesia di Papua yang akan berakhir tahun 2041. Arifin juga mengatakan IUPK bisa diperpanjang hingga 2061 mendatang, lantaran cadangan sumber daya mineral yang terhitung masih ada dan bisa terus dimanfaatkan (cnbcindonesia.com, 17/11/2023).
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan bahwa Freeport dapat mengantongi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), hingga tahun 2061. Setelah berakhirnya izin operasi pada tahun 2041 mendatang. Adapun alasan perpanjangan kontrak Freeport menurut Arifin, karena Freeport sudah sekian puluh tahun mengelola, dalam persyaratannya ada cadangan, jadi tidak mungkin untuk pemutusan kontrak dan mencari investor lain (katadata.co.id, 17/11/2023).
Perpanjangan Kontrak Lagi
Lagi di tahun politik, rakyat kembali mendengar adanya perpanjangan kontrak antara pemerintah dan pihak PT. Freeport. Yang mana sebelumnya perpanjangan juga dilakukan pada saat tahun politik era SBY pada tahun 2014 lalu. Perpanjangan kontrak yang sebelumnya saja akan berakhir pada tahun 2041, masih jauh dari kata selesai. Tapi kini akan dilakukan lagi perpanjangan kontrak hingga tahun 2061. Dengan iming-iming penambahan saham 10 persen untuk Indonesia sehingga membuat pemangku kebijakan setuju perpanjangan kontrak dengan PT. Freeport. Meskipun penambahan saham 10 persen ini baru berlaku pada tahun 2041. Dengan kata lain perpanjangan kontrak ini merupakan wujud nyata hegemoni (penjajahan) asing terhadap negeri ini,
Akuisisi Saham PT. Freeport
Penambahan saham hingga 51 persen yang didapatkan oleh pemerintah untuk Indonesia bukanlah didapatkan dengan cuma-cuma, melainkan Indonesia melalui PT. Inalum (Persero) selaku induk BUMN Pertambangan. PT. Inalum menggelontorkan dana yang fantantis untuk mengakuisisi saham PT. Freeport pada Tahun 2018. Tercatat, biaya untuk akuisisi saham PT. Freeport ini sebesar US$ 3,85 miliar atau setara Rp 55,8 triliun (kurs Rp 14.500), dan merupakan akuisisi terbesar yang pernah dilakukan oleh perusahaan negara selama Indonesia merdeka. Yang tentunya sumber dana dari akuisisi saham PT. Freeport adalah dengan menerbitkan obligasi valuta asing (global bond) senilai US$ 4 miliar, yang nantinya 3,85 miliar digunakan untuk akuisisi saham dan sisanya US$150 juta untuk refinancing.
Perpanjangan kontrak dengan PT. Freeport sejatinya hanya memperpanjang penjajahan. Seharusnya setelah sekian lama dikelolah oleh asing, negara sudah mampu untuk menasionalisasi tambang yang dikelolah oleh PT. Freeport bukan sekedar mengakuisisi saham. Apalagi akuisisi saham yang selama ini digembor-gemborkan dananya berasal dari surat utang (obligasi). Sehingga kepemilikan hanya sebatas di atas kertas karena PT. Inalum, tentu akan membayar utang saat penenerima deviden, mengingat besarnya obligasi yang telah diterbitkan. Nauzu billah.
Bagaimana Islam Menangani Harta Kepemilikan Umum?
Negara Khilafah adalah negara ideologis yang dibangun berdasarkan ideologi Islam serta untuk menerapkan dan mengemban Islam ke seluruh penjuru dunia. Ideologi inilah yang kelak akan menentukan haluan negara, termasuk seluruh kebijakan negara dalam kehidupan. Negara Khilafah dengan kekayaan intelektual yang berdasarkan pada ideologi Islam yang shahih. Sehingga menjadi negara yang benar-benar merdeka, berdaulat, berkuasa, aman dan disegani oleh kawan maupun lawan.
Islam menetapkan pengelolaan kepemilikan umum termasuk SDA yang melimpah, ada pada negara dan menjadikan keuntungannya untuk kesejahteraan rakyat. Tanah yang di dalamnya terdapat deposit tambang, seperti emas, perak, tembaga, timah batubara, minyak dan lainnya, maka tanah tersebut akan dikuasai oleh negara. Mengingat cadangan kandungan tambang yang berlimpah, sehingga tak bisa dimiliki oleh individu maupun swasta. Hal ini senada dengan sabda Rasulullah, “Manusia bersyarikat dalam tiga hal: air, padang dan api.” (HR. Ahmad). Berdasarkan hadis ini, maka tambang ini jelas menjadi milik umum dan harus dikembalikan ke tangan umat (rakyat). Dengan begitu, segala bentuk kesepakatan termasuk klausul perjanjian dengan perusahaan akan dianggap batal dan tidak berlaku.
Dengan batalnya kebijakan privatisasi ini, maka konsekuensinya, perusahaan publik atau negara yang dikuasai oleh individu, maka akan ditata ulang oleh khilafah. Perusahaan-perusahaan tersebut tak akan dibubarkan, tapi dibekukan sementara untuk mengubah akadnya sesuai dengan syariat Islam. Karena akadnya yang batil sehingga perusahaan tersebut berhak mendapatkan harta pokoknya saja, sedangkan keuntungannya haram untuk mereka miliki. Karena cara memiliki harta tersebut termasuk haram. Sehingga perusahaan privat tersebut harus dikembalikan kepada pemilik sebenarnya, yaitu rakyat dan negara. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Bagaimana mungkin suatu kaum membuat syarat yang tidak ada dalam kitabullah. Tiap syarat yang tidak ada dalam kitabullah, maka batal, meski berisi seratus syarat. Keputusan Allah lebih haq, dan syarat Allah lebih kuat.” (Al- Hindi, Kanz al-Ummal, hadid no. 29615).
Dengan dikembalikannya perusahaan publik dan negara berdasarkan hukum Islam, maka negaralah yang berhak dalam mengelolah tambang tersebut. Dalam hal ini negara bisa mengkaji apakah langsung melanjutkan pengelolaan perusahaan tersebut atau tidak, tergantung tingkat kepentingan. Jika menyangkut layanan publik, seperti PLN, Telkom, PAM dan lainnya maka tidak boleh dihentikan. Dengan cara seperti ini maka semua aset milik umat maupun negara bisa dikembalikan kepada pemiliknya, dan dipergunakan sebaik-baiknya untuk kesejahteraan umat. Wallahu a’lam bisshawab.
Views: 24
Comment here