Opini

Perpres Investasi Miras bikin Miris

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Ika Widiastuti (Aktivis Dakwah, Mahasiswi Pendidikan Agama Islam, Pendidik)

Akhir-akhir ini tengah ramai diperbincangkan terkait pelegalan miras dengan harapan mampu mendongkrak investasi yang menjanjikan. Aturan ini kemudian keluar melalui peraturan presiden, sontak saja menuai kontroversi di kalangan masyarakat muslim.

Mulai 2 Februari, Presiden Jokowi menetapkan kebijakan industri minuman keras sebagai daftar positif investasi (DPI). Artinya, peluang investasi untuk usaha miras, pada skala besar hingga eceran telah dibuka. Kebijakan tersebut tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021, tentang Bidang Usaha Penenaman Modal. Beleid yang merupakan aturan turunan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. (cnnIndonesia.com, 2/3/2021)

Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas, menegaskan dengan adanya kebijakan ini justru terlihat seperti sebuah bangsa yang kehilangan arah. Menurutnya Kebijakan investasi minuman keras skala besar hingga eceran tersebut justru akan menambah banyaknya industry- industry miras menjamur dimana-mana. (tribunnews.com, 25/2/2021)

Negara dengan idealisme pancasialis, namun pada praktiknya yang mereka terapkan adalah sistem ekonomi liberalism kapitalisme yang bukan merupakan karakter dan jati diri kita sebagai bangsa. Dan pada akhirnya meski kran investasi akan terbuka lebar dan menguntungkan namun tak menutup kemungkinan justru menambah daftar panjang kejahatan di negeri ini. Contoh kerusakan akibat miras, yaitu oknum polisi tertangkap sedang mabuk miras yang melakukan penembakan hingga timbul korban jiwa. (kumparan.com, 25/02/2021)

Dibalik Pelegalan Minuman Keras Ala Sistem Kapitalis

Berdasarkan lampiran III Perpres ini, persyaratan untuk penanaman modal baru dapat dilakukan pada provinsi Bali, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Papua dengan memeperhatikan budaya dan kearifan setempat, sedangkan bila penanaman modal dilakukan diluar itu, maka harus mendapat ketetapan dari Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), berdasarkan usulan gubernur, meski secara formal hanya disebutkan empat provinsi saja, namun tidak menutup kemungkinan membuka peluang untuk tempat lain dengan izin pemerintah setempat.

Para pengusaha dan investor tentu tidak akan berdiam diri. Tentu mereka akan meminta pemerintah agar melegalkan industry miras. Seperti biasanya, hanya diawasi dan diatur peredarannya, sebab investasi dari miras sangat menguntungkan.

Apalagi Indonesia akan selalu memastikan ketersediaan miras demi menunjang pariwisata dunia. Meski nampak bahwa miras menjadi sumber dari kejahatan, seperti pemerkosaan, perampokan, pembunuhan dan kerusakan lainnya akibat terpengaruh minuman keras.

Namun, dalam sistem yang berakar sekulerisme (pemisahan agama dari kehidupan), pada faktanya miras tetaplah diizinkan beredar meski dengan alasan dibatasi dan diawasi. Pasalnya dalam sistem kapitalisme sekuler, mencampakkan aturan agama. Sedangkan pembuat aturan diserahkan kepada manusia yang lemah.

Kapitalisme menjadikan asas manfaat sebagai tolok ukur dalam segala hal, termasuk pembuatan hukum dan peraturan dalam masyarakat. Sehingga wajar mereka diberdayakan dengan tujuan menguntungkan mampu menembus segala cara.

Kapitalisme sejatinya telah memfasilitasi kerusakan dan kerancuan terjadi. Menyusup dalam demokrasi yang digadang-gadang mampu mensejahterakan dengan meletakkan hak rakyat sebagai kedaultan, namun nyatanya menjadi manusia yang melampui batas. Terikat dengan dunia dan lepas dari pengaturan penciptanya.

Sungguh miris berada dalam kubangan kapitalis yang degan ternag-terangan memisahkan agama dalam kehidupan dan membawanya ketika beribadah saja.

Lalu bagaimaana keadaan ini menurut islam ? adakah sistm yang mampu menghentikan semua kerusakan yang menyengsarakan ?

Halal Haram Hanya Mampu diterapkan Dalam Sistem Islam

Dalam Islam jelas Allah mengharamkan miras. Allah berfirman dalam Q.S Al-Maidah ayat 90 yang artinya :“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum khamr), berjudi, (berkorban untuk berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaithan. Maka jauhilah perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”

Dari Ibnu Umar berkata, “Rasulullah SAW bersabda, telah dilaknat atas sepuluh hal: 1.khamr, 2.pemerasnya, 3.yang minta diperaskan, 4. Penjualnya, 5. Pembelinya, 6.Pengantarnya, 7.pemesannya, 8. Yang memakan harganya. 9.peminumnya, 10.yang menuangkannya.” (HR.Ibnu Majah)

Penjelas tersebut tidak akan pernah berlaku dalam pengaturan kapitalis, karna hadist dan rujukan nash hanya diakui dalam sistem islam dengan dasar negara berasas pada aqidah islamiyyah.

Sehingga pengaturan dalam islam sesuai dengan aqidah dengan rujukan syariat. Buku Nizham Islam karya Syekh Taqiyuddin menjelaskan tentang pemerintahan dalam naungan sistem Islam bahwa keberadaan negara sebagai pelaksana praktis menerapkan aturan dan umat mengoreksi pelaksanaanya. Terlebih sistem pemerintahannya bersifat sentral memudahkan pengaturan atau administrasi yang diberlakukannya.

Politik luar negeri Islam mengatur terkait kerjasama dengan negara lain terkait politik, ekonomi, perindustrian, pertanian, perdagangan dan sebagainya. Maka dalam hal ini untuk perindustrian dalam islam tidak akan memproduksi sesuatu yang berbahaya atau haram.

Didukung dengan sistem ekonomi berbasis baitul mal bukan dengan hutang, mengatur perputaran harta sesuai dengan hak miliknya, memenuhi kebutuhan rakyat tanpa perhitungan. Tanggung jawab dan pengaturan ini hanya lahir dengan sistem yang mampu menerapkan sistem islam yang bersumber dari pencipta.

Oleh karena itu keberadaan miras dalam Negara Islam hanya boleh dikonsumsi oleh kalangan ahluz dzimmah (warga Negara non-muslim yang tunduk dengan aturan negara islam), dan hanya boleh diminum ditempat mereka saja.

Jika ditemukan mengedarkan ditempat umum maka akan dikenakan sanksi dengan tegas oleh negara. Disamping itu tentu saja terdapat himbauan dan edukasi terkait bahaya miras. Adapun untuk non-muslim, dilarang secara mutlak. (Nidzom Iqtisodi Fi Al Islam).

Wallahu a’lam bishawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 3

Comment here