Oleh: Ninis (Aktivitis Muslimah Balikpapan)
Lagi-lagi pemerintah membuat kabijakan yang “tak bijak”, dengan menandatangani Perpres investasi miras (minuman keras/beralkohol). Jamak diketahui masyarakat, dampak buruk atau mudarat jauh lebih banyak bahkan nyaris tidak ada dampak positif dari miras tersebut.
Disinyalir setelah melegalkan miras pemerintah juga berencana mengembangkannya sebagai industri miras untuk menambah pemasukkan negara. Negara akan membolehkan miras lokal diproduksi untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Peredaran miras pun diperbolehkan sampai ke tingkat pengecer kaki lima. Astagfirullah. Masyarakat yang seperti apa yang dibangun dari bisnis miras ini? Apakah benar Indonesia yang diuntungkan dari investasi miras ini?
Lantas, dengan dalih budaya dan kearifan lokal, apakah Perpres dapat dibenarkan? Pemerintah mengklaim pelegalan ini hanya untuk empat provinsi yaitu Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Provinsi Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua (Detik.com).
Rakyat Papua saja yang notabene mayoritas nonmuslim menolak kebijakan ini, karena begitu tingginya angka kematian dan tingkat kriminal akibat miras menurut data Polda Papua (Tirto.id). Ternyata dalih kearifan lokal pun menimbulkan masalah kronis di tengah masyarakat.
Meskipun secara formal keempat provinsi tersebut yang mengantongi izin, tidak menutup kemungkinan daerah lain akan menyusul asalkan diijinkan oleh kepala daerah. Miris rasanya, Indonesia adalah negeri dengan mayoritas penduduknya muslim yang jelas mengharamkan miras, tetapi justru negara menghalalkannya. Negeri ini makin tak tentu arah, nasib generasi pun kian dipertaruhkan. Jika belum dilegalkan saja sudah banyak kasus kriminal yang ditimbulkan akibat miras ini, apalagi ketika sudah dilegalkan?
Sekuler Kapitalistik Biang Kerusakan
Karakteristik sistem sekuler kapitalistik adalah materi, segala sesuatu yang menghasilkan pundi-pundi uang akan diproduksi dan dikembangkan. Sistem ini tidak peduli apakah barang yang diproduksi akan berdampak negatif pada masyarakat ataukah tidak. Selama masih ada yang menginginkan akan terus diproduksi barang haram tersebut.
Akidah dari sistem ini adalah sekuler yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Aturan agama (baca Islam) tidak boleh dipakai dalam kehidupan, termasuk dalam membuat kebijakan. Sehingga wajar sistem ini kerap menghalalkan yang haram, seperti miras.
Sejatinya legalitas miras ini hanyalah memenuhi “syahwat” para kapital semata, bukan benar-benar untuk kepentingan masyarakat. Negara hanya melayani kepentingan pemilik modal bukan melayani rakyat. Padahal jelas, mayoritas masyarakat menolak Perpres ini selain karena barang yang diharamkan Allah juga membawa mudarat. Namun, sistem ini justru memfasilitasi kerusakan. Penerapan sistem sekuler ini memang menimbulkan banyak masalah.
*lMiras Induk Kejahatan
Islam memandang miras atau khamr adalah minuman yang diharamkan dari sisi zatnya karena bersifat memabukkan. Islam memandang khamr adalah induk kejahatan berdasarkan hadis:
الخَمْرُ أُمُّ الخَبَائِثِ، فَمَنْ شَرِبَهَا لَمْ تُقْبَلْ صَلاَتُهُ أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا، فَإِنْ مَاتَ وَهِيَ فِي بَطْنِهِ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
“Khamar adalah induk berbagai macam kerusakan. Siapa yang meminumnya, salatnya selama 40 hari tidaklah diterima. Jika ia mati dalam keadaan khamar masih di perutnya, berarti ia mati seperti matinya orang Jahiliyyah.” (HR. Ath-Thabrani)
Bahkan Allah melaknat 10 golongan yang berkaitan dengan khamr ini berdasarkan hadis nabi, “Rasulullah saw. melaknat 10 golongan: (1) yang memerasnya, (2) yang minta diperaskannya, (3) yang meminumnya, (4) yang membawanya, (5) yang minta dihantarinya, (6) yang menuangkannya, (7) yang menjualnya, (8) yang makan harganya, (9) yang membelinya, (10) yang minta dibelikannya.” (HR. Tarmizi dan Ibnu Majah)
Negara Wajib Melindungi Rakyat dari Kerusakan
Melindungi masyarakat dari berbagai kerusakan adalah wajib, termasuk menutup celah-celah yang dapat menimbulkan kerusakan di tengah-tengah masyarakat. Segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah pasti mendatangkan mudhlarat maka harus dilarang, tidak boleh menghalalkan yang haram meskipun dengan dalih ekonomi ataupun kearifan lokal.
Hal-hal yang wajib dilakukan negara:
1. Menutup pabrik yang memproduksi miras;
2. Menutup tempat-tempat yang menjual miras;
3. Memberikan sanksi pada pemilik pabrik, penjual, dan yang berkaitan dengan miras;
4. Memberikan sanksi pada peminum khamr;
Demikian tegasnya Islam menyikapi persoalan miras. Namun sayangnya, sanksi tersebut hanya bisa diterapkan dalam sistem pemerintahan Islam (Khilafah). Karena mustahil sanksi tersebut bisa diterapkan dalam sistem sekuler kapitalis seperti sekarang. Hanya sistem Islam telah terbukti selama 13 abad mampu melindungi masyarakat dari berbagai kerusakan. Yang bisa kita lakukan sekarang adalah terus bersuara dan menolak kebijakan yang merusak itu. Sambil terus berjuang dan berdoa sehingga Allah menurunkan pertolongannya agar Islam bisa tegak kembali.
Wallahua’lam bishshawab
Views: 0
Comment here