Oleh Nayla Shofy Arina (Pegiat Literasi)
wacana-edukasi.com, OPINI– Menyoal kasus perundungan yang makin memprihatinkan. Pemerintah merespon kasus perundungan maupun kekerasan pada satuan pendidikan dengan merencanakan beberapa upaya, guna menciptakan lingkungan pendidikan yang aman, nyaman dan menyenangkan bagi anak, demi terciptanya generasi Indonesia emas tahun 2024.
Kebijakan melalui program Pusat Penguatan Karakter (Puspeka), telah dilakukan sejak 2021 bekerja sama dengan UNICEF Indonesia untuk melaksanakan bimbingan teknik (Bimtek) Roots pada 10.708 satuan pendidikan, melatih 20.101 fasilitator guru, dan membentuk 51.370 siswa agen perubahan. Adapun target di tahun 2023, akan dilaksanakan Bimtek Roots secara Luring dan Daring pada 2.750 satuan pendidikan jenjang SMP, SMA, dan SMK, serta melakukan refreshment pada 180 orang fasilitator nasional.
Program Roots menjadi sebuah program pencegahan kekerasan, khususnya perundungan, sehingga selama dua tahun pelaksanaannya, program ini telah mendorong 34,14 persen satuan pendidikan membentuk tim pencegahan kekerasan. Salah satu provinsi yang mendapat apresiasi Kemendikbudristek dalam upaya mencegah terjadinya kekerasan di lingkungan pendidikan adalah Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut), terutama Dinas Pendidikan Provinsi Sumut. (Republika.co.id/20/10/2023).
*Buah Penerapan Sistem Kapitalis-Sekuler*
Kasus perundungan dan kekerasan di satuan pendidikan hanyalah sebagian kecil yang terungkap, belum terhitung kasus yang tersembunyi dan banyaknya kasus serupa yang akan terjadi. Berbagai upaya dilakukan pemerintah dan pihak yang terkait untuk menyelesaikan persoalan ini. Namun, yang terjadi masalah tak kunjung habis, bahkan pelaku semakin meningkat dan berani unjuk diri. Misalnya kasus bullying yang sudah dalam tataran darurat, tidak akan mampu diselesaikan dengan solusi pragmatis dan parsial semata, karena ini adalah persoalan sistemik yang lama tak beujung pangkal, seperti himbauan tidak melakukan perundungan, membuat sekolah ramah anak, menyusun program Gerakan Bersama dan membentuk tim pencegah kekerasan atau yang semacamnya.
Persoalan ini sejatinya timbul karena akar permasalahannya adalah penerapan Sistem Kapitalis-Sekuler pada satuan pendidikan. Pendidikan hari ini hanya memfokuskan peserta didik unggul secara akademik, siap terjun ke dunia kerja menjadi penggerak ekonomi, tapi minim dari sisi kepribadian dan akhlak.
Generasi sangat jauh dari agama, sehingga tidak memahami bagaimana tujuan manusia diciptakan dan juga bagaimana menyalurkan eksistensi diri sesuai syariat. Maka wajar jika hari ini terjadi generasi dengan sangat mudah menentukan sendiri segala tindakan sesukanya, lebih mementingkan kepuasan pribadi tanpa memandang halal-haram dan konsekuensi dari perbuatannya.
Selain itu, ada beberapa faktor pemicu maraknya kasus bullying, diantaranya dari keluarga, sekolah dan media. Pertama, faktor keluarga, minimnya pemahaman orangtua terhadap nilai Islam yang seharusnya ditanamkan sejak dini pada anak. Keluarga disibukkan untuk urusan dunia, keluarga broken home hingga abai dalam pengasuhan.
Kedua, faktor sekolah, kurikulum yang hanya fokus pada akademik peserta didik, porsi pelajaran agama disekolah diminimkan dan kurangnya pengawasan dari pihak sekolah. Ketiga, faktor media, menyuguhkan tayangan atau konten yang merusak dan game online berbau kekerasan verbal maupun fisikse hingga sangat mudah diakses dan ditiru oleh anak.
*Solusi Islam*
Menilik fakta diatas, menjadi penguat mengapa kasus perundungan saat ini semakin marak. Sejatinya solusi dari permasalahan ini tidak lain mengganti Sistem Kapitalis-Sekuler dengan sistem shahih yakni Sistem Islam. Dimana penerapan sistem Islam akan membentengi setiap manusia dalam perbuatannya dan cara berfikirnya. Setiap hamba hanya diciptakan semata-mata hidup untuk beribadah sebagaimana dalam QS Az-Zariyat ayat 56: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Selain itu, upaya efektif bagi kasus perundungan dan kekerasan yakni dengan keimanan. Iman yang kokoh akan mampu membentengi individu dari kemaksiatan, karena rasa takut dan taat kepada Allah lebih besar dibandingkan hawa nafsunya.
Diriwayatkan dari Bukhari, Abu Musa RA berkata, “Mereka (para sahabat) bertanya, wahai Rasulullah, Islam manakah yang lebih utama?”Beliau menjawab, “Orang yang orang-orang Islam lainnya selamat dari lidah dan tangannya.” (HR Bukhari).
Dalam Islam, membentuk kepribadian muslim adalah pertama, dimulai dari pola pikir dan pola sikapnya sesuai Islam. Kesadaran diri karena ketakwaannya kepada Allah, melaksanakan seluruh kewajibannya dan mampu menghindari berbagai bentuk kemaksiatan. Karena muslim sejati akan menyadari bahwa seluruh perbuatannya akan dimintai pertanggung jawaban kelak oleh Allah.
Kedua, keluarga yang dibangun dengan akidah Islam akan membawa pada derajat sakinah, mawaddah, warahmah. Dimana ibu adalah tempat anak mendapat pendidikan pertama, mencurahkan kasih sayang dan menanamkan ilmu agama kepada anak-anaknya, serta pembentukan karakter yang sesuai dengan ketentuan Islam. Ayah akan menjadi teladan atau role model terbaik bagi anak-anaknya.
Ketiga, pendidikan yang kurikulumnya berasaskan akidah Islam. Asasnya akan berfokus bagaimana membentuk syakhsiyah Islam pada peserta didik, maka terjalinlah lingkungan sosial yang positif. Keempat, negara yang menjaga ketakwaan individu dan masyarakat dengan memberlakukan aturan dan sanksi bagi para pelaku kejahatan serta pengontrolan media yang hanya menayangkan konten kebaikan bukan konten tidak bermanfaat apalagi merusak.
Demikianlah, Islam menetapkan aturan yang mampu memberikan solusi efektif bagi permasalahan dalam kehidupan. Karena Islam berasal dari sang maha sempurna yakni Allah swt. Wallahu a’lam bisshowab.
Views: 11
Comment here