Oleh Hasni Surahman
wacana-edukasi.com, OPINI– Kurang dari sepuluh hari lagi perhelatan akbar pesta demokrasi 2024 di langsungkan untuk antisipasi banyaknya caleg yang terkena gangguan mental paska pemilihan. Dinas Kesehatan telah menyiapkan sejumlah rumah sakit untuk merawat caleg yang gagal pemilu nanti. Hal ini diungkapkan oleh DR Dr Nova Riyanti Yusuf, Sp.KJ beliau adalah Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional Rumah Sakit Jiwa dr. H. Marzoeki Mahdi. Beliau juga seorang Psikiater mengungkapkan bahwa tidak sedikit caleg yang mencalonkan diri hanya untuk tujuan kekuasaan materil, jika berujung kekalahan rentan mengalami gangguan mental
(antaranews.com, 11/12/ 23).
Bukan hanya di Ibu Kota, di sejumlah kota besar di negeri ini berbondong-bondong menyiapkan rumah sakit jiwa untuk menangani caleg yang depresi akibat gagal terpilih. Mengingat pemilu sebelumnya telah merenggut ribuan korban yang lelah dengan mekanisme pemilu yang rumit. Fenomena ini membuktikan bahwa pemilu dalam sistem hari ini rawan mengakibatkan gangguan mental.
Pemilu hari ini berbiaya tinggi, pernyataan ini diakui oleh Habiburokhman, anggota Fraksi Partai Gerindra di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Beliau mengatakan mengeluarkan biaya untuk kampanye hingga Rp 2 miliar saat berkontestasi di Daerah Pemilihan (Dapil) Jakarta I pada Pemilu 2019
(kompas.com 6/11/23). Mahalnya biaya pemilu memungkinkan siapa saja untuk menempuh jalan pintas, dan mengerahkan segala macam cara untuk meraihkemenangan.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana mengatakan kecenderungan politik transaksional di tengah pemilu berbiaya tinggi tidak bisa dilepaskan dari potensi penggunaan dana secara tidak sah.
Beliau mengakui, pihaknya melakukan pengawasan terhadap transaksi keuangan mencurigakan sejak massa kampanye dimulai beliau juga menambahkan pihaknya menemukan kerawanan khususnya pada transaksi keuangan tunai
(kompas.com, 6/11/23).
Realitas hari, ini jabatan dan kekuasan menjadi impian semua orang. Karena dianggap dapat menaikkan harga diri (prestise) juga sebagai jalan untuk mendapatkan keuntungan materi dan kemudahan fasailitas lainnya. Abad ini, kekuasaan dianggap sebagai karpet merah pembuka jalan untuk meraih pundi-pundi uang dengan cara pandang kapitalis. Bukan sebagai sarana pelayan bagi masyarakat sesuai dengan yang Islam ajarkan.
Kekuatan mental seseorang akan menentukan sikap seseorang terhadap hasil pemilihan. Pendidikan hari ini berpengaruh terhadap kekuatan mental, faktanya ditandai dengan gagalnya pendidikan hari ini dalam membentuk individu berkepribadian kuat.
Terbukti meningkatnya kasus gangguan mental di masyarakat. Sistem pendidikan hari ini mutlak memisahkan aturan agama dari kehidupan dalam penyusunan kurikulumnya. Akibatnya masyarakat tidak memahami hakikat dirinya sebagai hamba Allah dan bagaimana menyikapi setiap persoalan kehidupan sesuai dengan syariat Islam.
Pandangan Islam tentang Kekuasaan
Islam memandang kekuasaan dan jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt, dan harus dijalankan sesuai ketentuan Allah dan Rasul-Nya. Bukan sesuai dengan hawa nafsu semata (cinta dunia/wahhan).
Hari ini motivasi untuk menjadi pemimpin hanya untuk melanggengkan hajat dunia dan mengkerdilkan urusan akhirat. Sebab menjadi pemimpin itu amanah berat jika dijalankan dengan baik pahala yang menjadi balasnya jika dalam kepemimpinan ada hak masyarakat yang di rampas dosa yang didapatkan.
Khalifah kedua kaum muslim yakni Umar bin Khattab menitipkan pesan bagi sesiapa yang menjadi pemimpin. Untuk memiliki sikap rendah hati dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah Swt. Beliau mengatakan bahwa jabatan ialah ujian “Allah telah menguji kalian dengan saya, dan menguji saya dengan kalian”
Hadis ini menjadi acuan bahwa Islam begitu memperhatikan individu yang kelak akan menjadi pemimpin dengan sandaran ketakwaan.
Bukan hanya itu Islam mengatur masalah pendidikan menghantarkan individu menjadi orang yg memahami kekuasaan adalah amanah dan beriman pada qadha dan qadar yang telah ditetapkan Allah Swt. Sebab kurikulumnya berbasis syariat Islam. Dalam Islam, kepemimpinan dan kekuasaan adalah sebuah amanah yang harus dipertangungjawabkan kepada manusia maupun Allah Swt Suatu amanah dapat dijalankan dengan baik, jika yang menerima amanah mendapatkannya dengan penuh kesadaran akan tugas dan tanggung jawab.
Hal ini sebagaimana pesan Rasulullah saw. kepada Abu Dzar, “Wahai Abu Dzar, engkau adalah pribadi yang lemah, sedangkan kekuasaan itu adalah amanah, dan kekuasaan itu akan menjadi penyesalan dan kehinaan di hari akhirat, kecuali mereka yang dapat menjalankannya dengan baik.”
(HR Muslim).
Abu Dzar adalah sahabat yang sangat rajin beribadah, tetapi Rasulullah saw tidak memberikan apa pun jabatan kepemimpinan kepadanya. Sebab, seorang pemimpin harus mempunyai keberanian dalam kepemimpinannya. Rasulullah saw mengantisipasi umatnya jangan sampai memilih pemimpin yang sejak awal sudah menunjukkan nafsu kekuasaan dalam dirinya. Sebab, pemimpin yang dapat menjalankan tugas dengan baik adalah pemimpin yang mengambil kepemimpinan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, bukan mereka yang mendapatkannya dengan nafsu dan emosi.
Rasulullah saw bersabda kepada sahabat Abdurahman bin Samrah, “Wahai Abdurahman bin Samrah, janganlah engkau meminta kekuasaan, sebab jika engkau diberikan tanpa meminta, maka engkau akan ditolong (Allah Swt) dalam menjalankannya, tetapi jika engkau meminta kekuasaan tersebut (dengan nafsu), maka engkau telah menjadi wakil (hawa nafsu).” Hadis ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim
Betapa beratnya beban menjadi seorang pemimpin dalam pandangan Islam maka tidak semua orang bisa memikulnya. Sehingga fenomena orang berbondong-bondong untuk jadi pemimpin tidak kita temui beda dengan hari yang siapa saja bisa jadi pemimpin namun nihil kapabalitas. Alhasil dalam sistem Islam minim orang yang terkena gangguan mental apalagi hingga mengakhiri hidup karena keputusasaan.
Wallahualam bissawab.
Views: 11
Comment here